----- Forwarded Message ----
From: junaidi anwar <[EMAIL PROTECTED]>
To: junaidi anwar <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, January 2, 2007 5:31:03 PM
Subject: [MB] Berlanjut dari Sankisa menuju Varanasi dan Bodhgaya


Berlanjut dari Sankisa menuju Varanasi dan Bodhgaya

Perjalanan masih panjang, Saya bersama Kailash dari Sankisa menuju Varanasi, 
karena dari tanggal 19 sampai dengan 22 Desember, Yang Mulia Dalai Lama 
memberikan pelajaran Dharma di Tibet Institute, Benares – Varanasi.

Kereta malam dari Etawa menuju Varanasi, dan tiba di Varanasi pagi hari, kita 
menuju Sampurna Nand Sanksrit University, ketemu dengan Sramanera Priyananda, 
beliau sedang menempuh studi Bahasa Pali dan Sanskrit.

Satu hal yang membuat saya kaget adalah Sramanera juga berbahasa Korea dengan 
lancar, karena guru beliau adalah biksu dari Korea dan ia menjadi sponsor 
Bhante Priyananda belajar bahasa Korea 1 tahun di Korea Selatan.

Sampurna Nand Sanskrit University merupakan universitas sanskrit tertua di 
Varanasi, dan banyak kaum brahma yang berlajar di sini, dan banyak juga biksu 
dari Myanmar, Thailand, Sri Lanka, mereka tinggal di hostel yang disediakan 
oleh universitas.

Hostelnya sangat sederhana, air dan listrik juga sering padam, kalau mandi pagi 
lewat dari pukul 9 atau 10, maka jangan berharap ada air, karena listrik padam 
dan air pun ikutan padam. Kamar mandi ada 4, dan yang berfungsi hanya 3, toilet 
ada 3 dan yang berfungsi hanya 1. Jadi suasana antri dan rebutan tak 
ter-elakkan. Anehnya di kamar mandi dan toilet gelap, lampu bolamp cuman ada 
satu, jadi kalau semua kamar mandi dan toilet cukup gelap, tembok kotor dan 
langit-langit sangat tinggi, terkesan gedung kuno sisa peninggalan jaman 
penjajahan dahulu, juga sedikit terasa angker.

Sungguh mudah mendeskripsikan Varanasi, kota yang sangat padat, kacau, kotor, 
polusi udara dan suara tingkat tinggi, kotor dan jorok; orang India sangat 
senang dengan klakson, jadi siang malam tidak pernah tenteram, bahkan ada yang 
pasang klakson besar di mobil atau di motor, jadi suasana betul-betul 
kacau-balau tak terkendali, sepeda juga banyak, mereka mendengarai kendaraan 
semrawutan, anehnya jarang terjadi kecelekaan.

Kita mengendarai mobil di Indonesia butuh kaca spion, tapi mereka sama sekali 
tak pernah butuh kaca spion, mereka bilang mengendarai motor kan harus lihat 
depan, tak ada urusan dengan belakang.....saya cuman ketawa, inilah kebiasaan 
mereka, oleh karena itu mereka pasang klakson besar-besar, jadi jangan sakit 
hati kalau sepajang jalan di klakson orang lain terus, ini hal biasa di 
Varanasi.

Menghadiri ceramah YM Dalai Lama harus registrasi, saya dan Kailash mendaftar 
di depan Tibet Insitute, dan saat itu YM Karmapa ke-17 juga sudah tiba di 
Varanasi untuk menjemput YM Dalai Lama, YM Karmapa ke-17 juga akan memberikan 
pelajaran dharma di Bodhgaya sekitar tanggal 23 Desember 2007.

Hari pertama menuju Tibet Institute,  masuk antrian sangat ramai, dan banyak 
biksu berjubah merah, dari yang kecil, muda, hingga tua, berbagai macam tingkah 
laku dan sikap, ada yang lari-lari, ada yang saling mendorong, dan banyak yang 
tidak antri dan main serobot, inilah bedanya budaya di setiap tempat, dalam 
hati memang muncul kesedihan melihat para sangha tidak menjaga sikap dengan 
baik, tapi inilah kenyataan yang terjadi, dan inilah perbedaan yang dihasilkan 
karena pendidikan yang berbeda di setiap tempat.

Masuk ke area Tibet Institute, di dalam lapangan dibuatkan tenda, dan sudah di 
buatkan kotak-kotak, dengan kayu dan tali, semua tempat sudah ditempelkan papan 
yang bertuliskan daerah, ada tempat terjemahan Hindi, terjemahan Inggris, 
terjemahan Perancis, Mandarin, dan sebagainya. Jadi kita semua membawa radio 
kecil, dan mencari bahasa yang kita inginkan. Semua terjemahan akan dilakukan 
secara simultan dan dipancarkan melalui frekuensi FM.

Masuk ke dalam, saya, Kailash dan Bhante Priyananda bertemu dengan Geshe Dorji 
Damdul, beliau adalah penerjemah dari bahasa Tibet ke Bahasa Inggris, karena 
sudah kenal, beliau minta saya dan Kailash membantu membagi-bagikan fotokopian 
syair-syair dari Nagarjuna's Commentary on Bodhicitta (jangchup semdrel) & 
Changkya Rolpai Dorjee's Identifying the Mother, A Spiritual Song on the View 
(taghur ama ngozin).

Setelah selesai tugas, kita kita menuju tempat yang penerhemahan Hindi, karena 
saya mendengar pakai radio untuk bahasa inggris, jadi tidak masalah duduk di 
manampun, asal masih dapat menerima frekuensi FM.

YM Dalai Lama memberikan pelajaran sangat cepat, karena naskah ini sangat 
panjang, jadi beliau tidak memberi banyak detail, hanya sekilas tentang kedua 
naskah itu. Umumnya pada pertengahan ceramahan diberikan butter tea (the yang 
dicampur dengan mentega), dan para biksu diberi uang oleh petugas sangha, 
banyak biksu dan sramanera yang hadir, dan sebagian kecil biksu dari India.

Salah satu halangan paling besar mendegar ceramah dharma adalah rasa ngantuk, 
ini melawan rasa ngantuk memang sangat sulit, ditambah lagi karena makanan di 
varanasi tidak bersih, selama tiga hari saya diare, dan sulit sekali 
berkonsentrasi. Setiap hari makan di warung India, mereka cuman punya capati, 
dal, kari kuah kentang; karena inilah makanan paling murah, dan paling banyak, 
makan yang lain cukup mahal, dan karena saya makan bersama Kailash dan Bhante 
Priyananda, maka saya menemani mereka makan makanan India, mereka sangat 
menikmati makana seperti ini, sedangkan saya memang sangat sulit, bayangkan 
setiap hari kentang, mungkin karena musim dingin, dan masyarakat India senang 
sekali makan kentang, dan saat ini kentang sangat banyak di pasaran dan murah, 
jadi kemanapun kita selalu bertemu kentang terus.  

Pernahkah merasa makan sesuatu sampai ingin muntah? Ini yang saya alami, 
kentang dan kentang lagi, tapi karena murah dan saat itu sedang lapar, walaupun 
tidak enak, kentang dan capati tetap saya lahap, karena demi menyambung hidup. 
Begitu juga dengan air minum, orang india hampir tidak pernah menyajikan air 
rebus, mereka selalu menyajikan air mentah, karena tidak tahu saya minum air 
mentah, dan memang akhirnya harus diare selama hampir 1 minggu, dan sakit 
aneh-aneh, pegal-pegal, kepala pusing. Mau mencari panadol tidak ada, mau cari 
obat generik untuk diare juga tidak ada, jadi terpaksa beli obat india untuk 
diare dan pusing, asal makan, karena binggung, hidup di negeri orang berbeda 
dengan hidup di negara sendir.

Tiga hari telah selesai mendengar ceramah YM Dalai Lama, dan sambil mendengar 
sambil ngantuk dan meratap sakit perut, tapi tetap tak meruntuhkan semangat 
untuk tetap belajar, berlatih, dan praktik spiritual, inilah realitas yang 
terjadi, inilah saatnya memberi diri sendiri kekuatan demi mencapai kemajuan 
diri, walau sangat-sangat sulit.

Cuaca juga sangat dingin di Varanasi, hari terakhir ceramah, kita pergi ke 
Sungai Gangga, kita menumpang bajaj (orang India menyebutnya Autoriksauw), 
sangat-sangat kebut, bayangkan duduk berimpit-impitan, di depan 4 orang, sampai 
saya duduk persis di depan setir autoriksauw itu, dan supirnya duduk kepingir 
sekali, seolah-olah saya lagi menyetir autoriksauw itu, aneh juga perasannya, 
deru bercampur debu beserta dag-dig dug, karena mereka menyetir sangat 
semrawutan dan kebut.

Supir Autoriksauw itu cukup handal, walau kebut, setir semrawutan, tapi dia 
menyetir dengan santai, mungkin inilah kebiasaan mereka, bagi saya kendaraan 
Indonesia sudah sangat semrawutan, kalau lihat keadaan di India, semakin parah 
lagi. Sepanjang jalan saya cuman berdoa dalam hati, semoga tidak terjadi 
apapun, sepanjang jalan saya hanya banyak merem mata daripada membuka mata, 
kita bertiga sampai di Sungai Gangga, malam itu ada puja Hindu, ramai sekali, 
puja hindu sangat ribut, mereka berdiri di depan podium tinggi, ada sekitar 7 
orang menghadap sungai gangga, mereka membunyikan lonceng terus, berdoa, 
menggunakan bunga, dan banyak persembahan-persembahan aneh, kita menyewa perahu 
untuk keliling, dan melihat-lihat, walaupun gelap tapi masih bisa terlihat 
jelas mereka yang sedang puja.

Air Sungai Gangga sangat kotor dan bau, tapi masyarakat Hindu percaya bahwa 
semua karma buruk bisa dibersihkan dengan mandi di sungai gangga, bahkan ketika 
kita tiba di sana, ada beberapa orang yang mandi dan melakukan ritual mandi 
untuk pencucian karma, dan tidak jauh dari perahu kita ada perahu yang berisi 
jasad seseorang, mereka percaya dengan membawa jasad itu ke sungai Gangga, 
mereka yang telah meninggal bisa langsung menuju surga, mereka sengaja membawa 
jasad itu ke sungai gangga, dan memohon di doakan, setelah itu akan di bawa ke 
tempat kremasi.

Setelah puas melihat-lihat sungai Gangga, kita pulang dan istirahat, besok 
malam kita berangkat ke Bodhgaya, berkat bantuan dari teman Bhante Priyananda, 
kita dapat tumpangan gratis ke Bodhgaya, karena teman bhate adalah agen tour, 
mereka menyiapkan bus untuk para biksu untuk berangkat dari Varanasi ke 
Bodhgaya, karena sekitar tanggal 24 ada ceramah dari HH Karmapa ke-17 di 
Bodhgaya, jadi kita berangkat bersama sekitar 400 sramanera yang bercampur 
dengan biksu. Dikabarkan bahwa tradisi Nyingma juga akan merayakan Losar Monlam 
(tahun baru menurut kalendar tradisi Nyingma, Losar adalah tahun baru, dan 
Monlam adalah puja, jadi Puja tahun baru).

Tiba di Bodhgaya, kita mondok di kost seorang teman, namanya Brajesh, kita 
berkunjung ke Mahabodhi Society, kemudian ke temple utama dan pohon Bodhi 
tempat Buddha mencapai pencerahan sempurna, banyak biksu yang sedang melakukan 
ritual sujud, dan di bagian belakang ada yang melakukan puja, ternyata 
disekitar Bodhgaya banyak sekali monasteri Tibetan, tempat itu seperti koloni 
masyarakat tibet.

Saya sempat aneh dan tanya, mengapa banyak masyarakat tibet di sini? Karena ini 
adalah tempat suci, dan sebelum meninggalk dunia, Mahatma Gandhi secara resmi 
berpesan bahwa berilah tempat kepada para masyarakat tibet yang sedang dalam 
pengasingan, jadi masyarakat tibet tumbuh dan tinggal di India sebagai penduduk 
lokal, memang banyak masalah yang muncul, konflik lokal, akulturasi budaya, dan 
sebagainya.

Kita juga berkunjung ke sebuah stupa yang didirikan oleh Asoka, tempat itu 
adalah Rumah dari Sujata, masih ingatkah tentang Sujata? Dia yang memberikan 
bubur susu kepada pertapa Sidharta. Terbayang saat itu tidak ada orang yang 
menghiraukan pertapa kurus itu, tapi entah apa yang menggerakkan Sujata untuk 
memberikan makanan kepada pertapa Sidharta, sungguh beruntung bisa memberi dana 
kepada pertapa Sidharta, dan sungguh beruntung apabila kita bisa hidup di jaman 
ketika Buddha masih hidup, namun itu sudah tidak mungkin, namun kita tetap 
beruntung karena hingga saat itu kita masih bisa mengenal dharma, belajar, 
meditasi, dan berlatih; namun sedikit pula dari kita yang masih saling menunjuk 
dan menuding, bahkan bertarung demi menunjukkan diri adalah yang paling murni 
dan yang paling cepat, inikah yang kita lakukan di Indonesia? Saya tidak tahu.

Setelah itu kita berkunjung ke sebuah Gua, tempat pertapa sidharta bermeditasi 
selama 5 tahun lebih, dan disitu ada sebuah monasteri dari tradisi mahayana 
tibet, dan kita meditasi sekitar 10 menit di sana, di dalam gua itu terdapat 
rupang Buddha, tampak pertapa sangat kurus, dan tulang-tulang bagian depan 
tampak sangat jelas, wajah sangat kurus tinggal tulang saja.

Setelah itu kita berkunjung ke JTS (Join Together Society), sebuah komunitas 
yang memiliki hubungan erat dengan YBS (Youth Buddhist Society) yang di bangun 
oleh Suresh Chandra Bauddha (kakak tertua Kailash Chandra Bauddha), sponsor 
utama JTS adalah organisasi buddhis dari Korea, dan mereka membangun fasilitas 
sekolah untuk masyarakat setempat, sekolah itu sangat luas dan sangat lengkap, 
nama sekolah ini adlah Sujata Academy.

Setelah meninggalkan Varanasi dan tiba di Bodhgaya, diare saya juga sudah 
membaik, tingkat stress juga mulai berkurang, mungkin karena suasana Varanasi 
sangat mencekam, ramai, dan polusi udara dan suara sangat tinggi, jadi memberi 
efek pada suasana batin. Di Bodhgaya juga ramai, tapi tidak separah Varanasi.

Keesokan harinya, kita berkunjung ke monasteri YM Karmapa, Kailash ingin 
bertemu dengan Mingyur Rinpoche, dan kebetulan saya juga pernah ikut retret 
Mahamudara di Jakarta tahun lalu (2006), jadi saya juga ingin bertemu beliau. 
Setiba di monasteri, YM Karmapa sedang memberi pelajaran, dan Mingyur Rinpoche 
sedang berada di dalam, kita ingin kembali lagi setelah pukul 13:00an, karena 
Mingyur Rinpoche baru ketemu setelah pukul segitu.

Sebelum pergi, tiba-tiba saya melihat Bhante Aryamaitri di depan, saya sedikit 
ragu-ragu, tapi akhir kejar ke depan dan menyapa, ternyata benar, Bhante dan 
beberapa orang biksu dan umat dari Indonesia datang dan menghadiri ceramah YM 
Karmapa ke-17, Bhante Arya juga bercerita bahwa beliau sudah bertemu dengan 
Mingyur Rinpoche dan berbincang-bincang, dan Bhante juga bertemu dengan YM 
Karmapa ke-17.

Setelah selesai bertemu Mingyur Rinpoche kita balik lagi ke kost Brajesh, dan 
sore itu juga kita berangkat ke rumah Brajesh, kita nginap di rumah brajesh di 
Gaya, rumahnya dekat dengan stasiun kereta api, jadi kita lebih mudah balik 
lagi ke Etawa (Sankisa).

Tiba di rumah Brajesh, bertemu dengan orang tuanya, rumahnya sederhana, dan 
gelap, karena listrik padam, nyamuk juga banyak, di bawah ada sapi, dan baunya 
sampai masuk ke kamar, mencium bau kotoran sapi sebetulnya tidak masalah, tapi 
kalau semalaman harus menghirup bau kotoran sapi, serasa mual-mual ingin muntah 
dan pusing, berbagai kesal dan perasaan aneh-aneh muncul, tak banyak yang bisa 
dilakukan hanya memperhatikan nafas, dan menenagkan diri, mencoba untuk tetap 
stabil. Mereka menyuguhkan makan, sebetulnya nafsu makan sudah hilang seketika, 
bayangkan seolah-olah makan di kandang sapi, gelap hanya ada lilin satu batang; 
namun ini menjadi latihan yang sangat-sangat bagus, inilah saatnya mengikis 
ego, inilah latihan di alam secara realitas, bukan sekedar baca dan mengerti 
secara intelektual, inilah penerapan meditasi sesungguhnya.

Karena merasa tangan kotor, saya ingin mencuci tangan, dan saya ke bawah, ada 
pompa air manual dengan tangan, dan setelah itu naik lagi ke atas, sempat jatuh 
dari tangga karena gelap, kaki kiri dan kanan terkilir, sangat sakit, syukurlah 
tidak ada kesal yang muncul, yang ada hanya tawa dan mengaduh, karena memang 
kesakitan, tertawa karena saya tidak hati-hati, salah injak tangga ketika turun.

Kemudian kita menyantap makanan malam, sambil menghirup nafas pelan-pelan, 
karena bau kotoran sapi sangat-sangat menyengat, dan makanan di depan mata juga 
terasa aneh, yah....karena lapar, jadi makan saja, mencoba untuk tidak 
memikirkan bau-bau aneh.

Setelah selesai, kita cuci tangan dan cuci muka, gosok gigi dan tidur, untung 
saya bawa cairan untuk dioleskan pada kulit agar tidak di gigit nyamuk, jadi 
tidur pun cukup tenang.

Besok pagi, pukul 5 pagi kita diundang minum teh oleh seorang teman Kailash, 
mereka ngobrol-ngobrol, dan pukul 6 pagi kita menuju stasiun kereta, jalan kaki 
hanya 15 menit, dan kita pun kembali lagi ke Etawa.

Sampai di Etawa, saya ada tugas memberi kursus singkat dan seminar tentang 
komputer di computer center  yang didirikan oleh YBS, kursus komputer murah 
untuk memberi pendidikan kepada masyarakat miskin, berkunjung ke 3 center 
kursus jahit, dan 6 computer center.

Setiap hari berkunjung ke center kusus menjahit dan kursus komputer, memang 
sangat lelah, tapi sangat asyik, bisa jalan-jalan, melihat sawah yang luas dan 
hijau, menikmati suhu yang cukup dingin, dan memberi manfaat kepada adik-adik 
yang sedang belajar.

Memang saya tidak mengerti tentang jahit-menjahit, tapi sharing idea tentang 
belajar, semangat, dan motivasi, saya menggunakan bahasa inggris, dan Kailash 
menerjemahkannya ke Bahasa Hindi.

Hari ini tanggal 2 Januari 2007; saya sengaja diliburkan dari kunjungan, jadi 
saya bisa istirahat dan bernafas lega, sehinnga saya ada waktu untuk mengetik 
email ini, tidak terasa tahun sudah berganti, dan kita juga sudah mengganti 
kalender di rumah atau di kost kita, benar? Selamat tahun baru, dan semoga 
tahun baru membawa semangat baru buat kita semua, semoga selalu mencapai 
kemajuan dalam duniawi maupun spiritual.

Salam dari saya, Mainpuri, Uttar Pradesh – India.

J u n a i d i
Tibetan Language & Buddhist Philosophy

Library of Tibetan Works & Archives
Centre for Tibetan Studies & Researches
Gangchen Kyishong Dharamsala - 176215
Himachal Pradesh - I n d i a

"May I become at all times, both now and forever; a protector for those without 
protection; a guide for those who have lost their way; a ship for those with 
oceans to cross; a bridge for those with rivers to cross; a sanctuary for those 
in danger; a lamp for those without light; a place of refuge for those who lack 
of shelter; and a servant to all in need"-- H.H. The 14th Dalai Lama, Tenzin 
Gyatso -- Bodhicharyavatara [Tib. 
J'ang.chub.sem.pa'i.c'od.pa.nyid.jug.pa.zhug.so; Ing. Guide to the 
Bodhisattva's Way of Life, Chapter III, Verse 18-19]~ Shantideva

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


** MABINDO - Forum Diskusi Masyarakat Buddhis Indonesia **

** Kunjungi juga website global Mabindo di http://www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke