IMLEK, MILIK SIAPA?


Untuk menjawab pertanyaan judul di atas, sebelumnya kita harus ketengahkan 2
pertanyaan lain: bagaimana asal mula Imlek dan apa pula maknanya?

Menurut penelitian sejarah, Tahun Baru Imlek (selanjutnya kita sebut Imlek)
telah diperingati di Tiongkok sejak zaman Batu Baru. Dalam masyarakat
agraris zaman itu yang kehidupannya sangat bergantung pada perubahan siklus
empat musim (semi, panas, gugur, dingin), dengan sendirinya mulai mengenal
konsep 'tahun'. Namun istilah 'tahun' sendiri baru muncul belakang hari.
Pada masa Yao Shun (sekitar abad 21-22 SM), 'tahun' disebut sebagai Dai yang
berarti generasi; zaman Dinasti Xia (abad 21-16 SM) disebut sebagai Sui –
usia; Dinasti Shang (abad 16-11 SM) menyebutnya sebagai Si – persembahan; di
masa Dinasti Zhou (abad 11–256 SM) baru disebut sebagai Nian – tahun.

Tercatat sejak awal Dinasti Zhou telah ada kegiatan menyambut tahun baru
seperti perayaan menyambut panen dan sembahyang pada leluhur. Kemudian pada
masa Dinasti Han (206 SM – 220) barulah Imlek menjadi perayaan yang paling
meriah di antara hari besar lainnya.

Di samping itu, Nian juga memiliki arti lain. Masyarakat Tiongkok kuno
menyebut Nian sebagai seekor hewan aneh bertanduk tunggal yang sangat buas.
Nian ini berdiam di dasar laut dan setahun sekali saat malam menjelang tahun
baru naik ke darat untuk memangsa hewan darat dan manusia. Orang di zaman
itu berpandangan: Nian datang, pohon dan tumbuhan mati; Nian pergi, alam
hidup kembali. Lalu bagaimana cara mengusir Nian? Ternyata Nian takut akan
warna merah, cahaya api dan suara petasan. Sebab itulah, setiap menjelang
malam tahun baru, setiap rumah menempel Dui Lian (sepasang syair) ucapan
selamat tahun baru di atas media berwarna merah dan membakar petasan. Lalu,
keesokan paginya di hari pertama tahun baru, pergi mengunjungi sanak
keluarga yang lain untuk saling memberi selamat karena terbebas dari bahaya
Nian.

Demikianlah sekelumit asal usul dan makna perayaan Imlek yang telah
berlangsung hampir 5.000 tahun lamanya, yang berarti telah ada sejak sebelum
kelahiran Konfusius (Konghucu). Perayaan selama ribuan tahun ini telah
membuat Imlek melebur ke dalam semua aspek kehidupan masyarakat Tiongkok.
Dengan kata lain, Imlek telah dirayakan dalam wujud yang menembus batas
tradisi dan bersinergi secara harmoni dengan spiritualitas agama atau
falsafah kehidupan seperti Taoisme, Konfusianisme, dan Buddhisme.  Oleh
karena itu, tak heran bila nuansa relijius dalam perayaan Imlek terasa
begitu kental. Hal ini tentu tidak terlepas dari persepsi bahwa Imlek
menandakan datangnya tahun baru yang tak terlepas dari persepsi akan
perenungan dan pengharapan: perenungan akan masa lalu, kenyataan akan saat
ini dan pengharapan akan masa depan yang lebih baik. Perenungan dan
pengharapan inilah yang kemudian dituangkan dalam bentuk perayaan Imlek yang
relijius, terlepas dari keyakinan apapun yang dianut.

Meski tetap melanjutkan tradisi ribuan tahun ini, tetapi manusia abad ini
bukan lagi masyarakat zaman kuno yang meyakini adanya binatang Nian. Jadi
apa makna sebenarnya perayaan Imlek itu? Imlek adalah kebahagiaan menyambut
tibanya musim semi pertanda pergantian tahun, pun menyambut datangnya enerji
kehidupan yang memenuhi segenap alam, suatu enerji yang membawa kebahagiaan
bagi semua makhluk. Inilah makna sebenarnya dari perayaan Imlek!

Namun pertanyaan masih belum terjawab. Imlek itu milik siapa?

Imlek bukan milik siapa-siapa karena tak lebih hanya merupakan sebuah
fenomena alam yang natural yang kemudian berangsur-angsur melebur ke dalam
setiap aspek kehidupan bagi yang merayakannya. Namun, kita juga bisa
mengatakan bahwa Imlek adalah milik kita bersama, karena ia membawa enerji
kehidupan yang memberi manfaat dan kebahagiaan bagi semua makhluk.

Jadi, Imlek bukan milik golongan, keyakinan, etnis atau negara tertentu,
melainkan milik kita bersama khususnya dan semua makhluk umumnya.


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke