Menolong orang sesungguhnya adalah menolong diri sendiri
   
  Ji Yun adalah seorang yang terpelajar pada jaman Dinasti Qing, juga merupakan 
seorang sastrawan. Dalam karyanya “Catatan Harian Yue Wei Cao Tang” menulis 
kisah tentang seorang yang tertolong karena telah menolong orang lain, yang 
hingga saat ini masih sangat bermakna untuk diresapi.
   
  Kisah tersebut adalah sebagai berikut :
  Di Kabupaten Xian ada seorang yg bermarga Shi, orang memanggilnya Pak shi, 
dan tidak seorangpun yang tahu nama lengkapnya. Pak Shi ini berjiwa besar dan 
lapang dada, juga bersifat jujur serta lurus, dan sangat membenci orang2 hina 
yang berkelakuan tidak terpuji.
   
  Suatu hari dia baru saja hendak pulang ke rumah. Sesampainya di pusat kota 
dia melihat ada satu keluarga yang penampilannya seperti orang dari desa : 
suami, istri, serta seorang anak yang masih kecil, tiga orang saling berpelukan 
sambil menangis sedih. Para tetangga di sekitar sana menjelaskan, karena mereka 
berhutang banyak kepada tengkulak, sang suami hendak menjual istrinya agar 
dapat melunasi hutang. Kedua suami istri ini sangat mengasihi satu sama lain 
dan tidak rela untuk berpisah. Selain itu anak mereka masih sangat kecil dan 
membutuhkan ASI. Kesedihan yang amat sangat meliputi mereka sekeluarga.
   
  Pak shi bertanya. “Berapa hutang mereka?”. Tetangga menjawab, “30 keping 
emas”. Pak shi bertanya lagi, “Istrinya akan dijual dengan harga berapa?” 
Tetangga menjawab, “Dihargai 50 keping emas, dijadikan istri muda oleh si 
pembeli.” Pak Shi bertanya lebih lanjut, “masih bisa dibatalkan dan ditebus 
kembali?” Tetangga itu menjawab, “Surat perjanjian sudah ditulis tapi emas 
belum diberikan, juga belum distempel cap jari, seharusnya masih dapat ditebus 
kembali.” Pak Shi langsung mengeluarkan 70 keping emas dan diserahkan pada sang 
suami sambil berkata, “Saya berikan 30 keping emas ini kepada anda untuk 
melunasi hutang anda, dan 40 keping emas ini untuk modal kalian membuka usaha. 
Jangan menjual istri anda.”
   
  Sang suami setelah memperoleh uang 70 keping emas ini, ia dan istrinya sangat 
berterima kasih pada Pak Shi. Kemudian Pak Shi diundang untuk makan malam 
bersama di rumahnya, disuguhi dengan masakan dan arak terbaik dan pelayanan 
yang hangat. Di sela makan malam sang suami menggendong anak mereka dan mencari 
alasan meninggalkan Pak Shi berdua dengan istrinya sambil memberikan kode pada 
istrinya dengan lirikan mata yang maksudnya meminta istrinya “membalas kebaikan 
dengan tubuhnya”. Sang istri mengangguk tanda setuju. Tak lama berselang sang 
istri mulai memberikan tanda2 pada Pak Shi, yang segera disadari oleh Pak Shi. 
Raut wajah Pak Shi mendadak berubah menjadi serius dan menghardik dengan penuh 
wibawa, “Saya dulu pernah menjadi perampok, kemudian saya berubah haluan dan 
menjadi petugas keamanan. Saya pernah membunuh orang tanpa pandang bulu. Jika 
saya sekarang memanfaatkan kesempatan ini untuk menodai istri orang berarti 
saya sungguh tidak berperikemanusiaan. Hal ini tidak
 bisa saya lakukan!! Selesai berkata, Pak Shi langsung keluar meninggalkan 
rumah mereka.
   
  Setengah bulan kemudian, tempat kediaman Pak shi terbakar api di tengah 
malam. Saat itu bertepatan dengan berakhirnya masa panen musim gugur, setiap 
rumah di sekitar situ dipenuhi dengan padi dan hasil panen lain yang melimpah. 
Angin yang bertiup semakin cepat mengobarkan api sehingga meluas ke mana2. Pak 
Shi sekeluarga 3 orang, karena merasa tidak mungkin lagi menyelamatkan diri, ia 
hanya bisa pasrah dengan anak dan istrinya menunggu kematian. Mendadak mereka 
mendengar  suara berbicara yang bergemuruh, “Cepat singkirkan nama keluarga Pak 
Shi dari daftar rumah-rumah yang harus dibakar itu, tidak boleh membakar rumah 
Pak Shi.” Menyusul kemudian suara yang menggelegar dari angkasa, tembok 
belakang rumah Pak Shi tiba2 roboh. Lengan kiri Pak Shi menggendong istrinya 
dan lengan kanan menggendong anaknya menerobos keluar lewat lubang yang 
menganga di tembok, ibarat di punggungnya tumbuh sayap, dengan sekali lompatan 
Pak Shi berhasil meninggalkan rumah itu cukup jauh.
   
  Setelah kebakaran itu reda, orang2 mulai mendata kembali kerugian yang 
timbul, jumlah korban jiwa yang meninggal totalnya ternyata mencapai 90 % dari 
seluruh penduduk desa itu. Pak Shi sekeluarga termasuk salah satu yang 
beruntung masih selamat dari tragedi itu. Yang lebih aneh lagi, harta bendanya 
termasuk persediaan makanan mereka hasil panen yang melimpah tidak ada yang 
rusak sama sekali. Setelah tembok belakang rumahnya yang roboh itu diperbaiki 
lagi, rumahnya telah kembali seperti sediakala.
   
  Para tetangga Pak Shi semuanya menangkupkan kedua telapak tangan mereka di 
depan dada, bersyukur atas keselamatan keluarga Lao Shi, dan berkata, “Dulu 
kami masih mentertawakan anda adalah seorang yang bodoh, memberikan begitu saja 
70 keping emas anda kepada orang yang sama sekali tidak anda kenal! Sungguh 
tidak disangka, anda telah menyelamatkan nyawa anda sekeluarga hanya dengan 70 
keping emas! Anda harus berterima kasih kepada Dewa atas perlindungan terhadap 
anda sekeluarga!”
   
  Ji Yun juga menambahkan dalam bukunya, “Saya berpendapat, Pak Shi sekeluarga 
sudah barang tentu akan mendapatkan perlindungan dari Para Dewa. Pahala dari 
memberikan emas ini, porsinya hanyalah 40 % saja, akan tetapi menolak menodai 
istri orang lain pahalanya adalah 60 %.”
   
  Dari sini dapat kita simpulkan, menolong orang lain sesungguhnya adalah 
menolong diri sendiri, tidak menodai kaum wanita, menjaga dan mengekang diri, 
merupakan hal yang paling penting dalam hidup sebagai seorang manusia. Satu 
ucapan dari manusia didengarkan oleh Langit, satu kelakuan dari manusia 
Diperhatikan oleh Langit.
   
  Kebaikan dan kejahatan pasti akan ada balasannya, waktu pembalasan itu pasti 
akan tiba.
   
  Dikutip dari : “The Epoch Times” tgl 3 Oktober – 9  Oktober 2007

 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke