Tulisan ini merupakan sebuah refleksi dari pengalaman pribadi. Hari
Minggu lalu saat mengikuti sebuah seminar "The Power of Mind" di
Britama Sports Mall Klp Gading, Jkt, saya memperoleh sebuah "klik" yg
sangat menyentuh hati dari para pembicara saat itu (terutama Bhante
Uttamo & Pak Jaya Suprana). Selain itu, tulisan-tulisan dari Pak Gede
Prama yang beberapa waktu ini saya terima dari beberapa sahabat saya,
telah mengubah cara pandang saya secara keseluruhan tentang "Arti
Kesuksesan yg Sejati".

Beliau bertiga (Bhante Uttamo, Pak Jaya Suprana & Pak Gede Prama)
secara tidak langsung telah mengubah persepsi saya secara keseluruhan
tentang arti sukses yang sebenarnya. Dulu saya rajin mengikuti
berbagai seminar, training dan juga sangat rajin melahap berbagai buku
mengenai motivasi dan kesuksesan dalam hidup, namun saya masih saja
belum memperoleh jawaban yang memuaskan. Sampai akhirnya, saya rutin
mengikuti seminar (dan juga tulisan) beliau bertiga dan saya menemukan
apa yang saya cari selama ini.

Istilah kesuksesan (yang selama ini saya peroleh dari seminar/training
dan buku2x) lebih sering berkaitan dengan kekayaan (terutama materi
duniawi). Dalam perjalanan, saya akhirnya menemukan bahwa hal itu
tidak menjawab semuanya. Karena saya pernah mendapatkan jawaban yang
sangat menarik dari seorang anak salah satu pembicara yang sangat
berpengaruh di Indonesia dan juga tingkat Asia. Saya bertemu dan
berkenalan dengannya di sebuah event seminar di Jakarta. Simak
ungkapan hatinya di bawah ini:

Saat itu saya memuji kehebatan orang tuanya yang menjadi seorang
pengusaha dan sekaligus pembicara yg sukses. Dia menjawab bahwa memang
dia sangat bangga akan kesuksesan orang tuanya dan ia menjadikan orang
tuanya sebagai idolanya dan bercita-cita ingin mjd orang yg sesukses
orang tuanya. Namun saat saya tanyakan,"kalo gitu, kamu juga pengen
punya pasangan hidup yg mirip sama orang tua kamu dong?". Dia
menggeleng. Lalu saya tanya kenapa. Dia menjawab,"Karena saya masih
butuh cinta & perhatian. Sesuatu yg agak sulit diberikan oleh orang
tua saya, karena waktu mereka lebih banyak u/orang lain".

Itu baru contoh kecil. Saya juga pernah membaca riwayat hidup seorang
pembicara ternama di tingkat internasional (sumber dari harian Kompas)
yang mengaku bahwa dia mengalami sedikit kesulitan u/bertemu dengan
keluarganya karena kesibukannya yg tingkat tinggi (mjd
pembicara/trainer di hampir seluruh belahan dunia). Sehingga dia hanya
bisa berinteraksi dengan keluarganya via telpon/webcam (internet).
Sdgkan kontak fisik dgn anak dan istrinya hanya terjadi pada saat
holiday (summer/christmas holiday), itupun di sela2x acara
seminar/trainingnya yg masih tetap laris bahkan di hari libur.
Kemudian tadi pagi, saya menonton sebuah infotainment yg mengulas ttg
seorang artis ternama Indonesia yg dikomplain istrinya krn selalu
pulang subuh di rumah dan tidak beberapa lama sudah harus berangkat
lagi ke lokasi syuting.

Mereka semua mengatakan bahwa mereka bekerja u/kepentingan keluarga.
Tapi kepentingan keluarga yg mana? Apakah uang bisa membeli segalanya?
Termasuk cinta , kasih sayang, perhatian bahkan kebahagiaan?

Salah satu tulisan yg pernah saya baca dari Pak Gede Prama mampu
menjawab pertanyaan saya. Dalam tulisan itu, Pak Gede mengungkapkan
bahwa hidup berkecukupan sangat berbeda sekali dengan hidup
berkelimpahan. Karena saat kita hidup berkelimpahan, maka nurani kita
bisa mengalami bias bahkan dapat terbutakan oleh materi duniawi (yg
memiliki daya bius yg sangat luar biasa). Namun sebaliknya, bila kita
bisa hidup berkecukupan, maka waktu kita (dan juga materi yg kita
miliki) akan dapat sangat bermanfaat. Dengan merasa cukup, maka waktu
untuk keluarga lebih banyak (karena tidak perlu bekerja terus menerus
u/mengumpulkan materi yg sebanyak2x-nya). Dan dengan merasa cukup
juga, maka kita dapat menyadari bahwa semua materi itu bukanlah
sesuatu hal yang dapat kita bawa mati dan hanya kebajikan-kebajikan
kita selama hiduplah yg dapat ikut serta di dalam kehidupan kita yg
berikutnya, sehingga kita bisa rajin berdana kepada sesama yg kurang
mampu atau kurang beruntung.

Tulisan Pak Gede Prama tersebut sangat selaras dengan Sabda Sang
Buddha tentang hidup yang berkecukupan (bagi para umat perumah tangga)
dan mempergunakan sebesar2x-nya materi yg diperoleh u/kepentingan Dana
& Dharma. Sang Buddha juga menyampaikan bahwa bagi para umat perumah
tangga, keluarga adalah hal yang paling utama. Karena dari sebuah
keluarga yg kuat akan dapat membentuk masyarakat yg kuat. Dan dari
masyarakat yg kuat maka akan dapat membentuk negara yg kuat.

Oleh karena itulah, Sang Buddha sangat memberikan pujian kepada wanita
(terutama para Ibu). Sebab dari para wanita yg bersedia meluangkan
waktunya secara maksimal untuk menjaga & mendidik anak-anaknya dengan
nilai2x Dharma maka akan lahir generasi-generasi penerus ajaran Dharma
sehingga Dharma (kebajikan) akan dapat selalu abadi di alam semesta ini.

Mungkin pula anda bisa menyimak kisah seorang wanita hebat yg menjadi
Vice President dari sebuah perusahaan ternama dunia (yg berkantor di
Wall Street)
 namun akhirnya malah mengundurkan diri dan menjadi seorang pemain
trapeeze pada sebuah sirkus kecil di kota New York. Meski
penghasilannya perbulan merosot sampai 90%, dia mengaku bahwa hidup
dan hatinya sangat bahagia dibandingkan waktu bekerja dulu, karena ia
mengakui bahwa materi tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan hidup
(sumber: Oprah Winfrey Show). Atau pengalaman seorang wanita hebat
lain yg menjadi seorang General Manager dr sebuah perusahaan ternama
di Taiwan yg pada akhirnya memilih jalan hidup sebagai seorang
bhiksuni (dan menyepi di sebuah desa terpencil dengan hanya bercocok
tanam sayuran untuk mencukupi kebutuhan pangannya setiap hari) setelah
mengikuti beberapa retreat Buddhis di Fo Guang Shan. Ia benar2x
melepaskan segalanya, karena ia menjual semua harta bendanya (rumah
mewah, mobil mahalnya, deposito, dsb.) dan 100% dari penjualan seluruh
harta bendanya itu ia limpahkan kepada yayasan2x sosial (sumber dr
buku Master Tsing Yun "Dimanakah Benih Buddha Anda?").

Lalu sekarang, dimanakah anda mau berdiri? Semuanya itu adalah
tergantung definisi anda terhadap kesuksesan. Karena bagi setiap
orang, definisi kesuksesan itu sudah pasti berbeda-beda. Akhir kata,
selamat berbuat kebajikan dan semoga semua mahkluk selalu hidup
berbahagia, Saddhu.


Wedy
(MC, Trainer & Hypnotherapist, tinggal di Tangerang)

Kirim email ke