alangkah baiknya ketika kita melakukan kebajikan kita nggak ngarepin buahnya, 
imbalan, pahala, pamrih ...
kebajikan kita lakukan semata-mata karena kita sebagai makhluk hidup sudah 
sewajarnya melakukan kebajikan ...
bukan karena iming-iming buahnya, imbalan, pahala, pamrih ...
 
 
From: Hengki Tjiang
Sent: Wednesday, January 30, 2008 7:59 PM
To: MABINDO@yahoogroups.com
Subject: [MABINDO] Kesaksian : Kusala Kamma yang Langsung Berbuah


Kusala Kamma Yang Langsung Berbuah 
Dituturkan langsung oleh Ibu Mettasari, Dokter 

---------------------------------

Tanggal 12 Mei 1998, jalan di depan rumah saya yang biasanya kendaraannya padat 
merayap / ramai dilalui berbagai macam kendaraan, tiba-tiba menjadi sepi karena 
ternyata tak satupun kendaraan diijinkan untuk melintas. Pada saat yang hampir 
bersamaan, telephone berdering dari berbagai penjuru, baik yang menanyakan 
keadaan kami, maupun yang menginformasikan situasi di sekitar rumah / 
kantornya. Saat itu saya merasa kalau sesuatu yang kurang menyenangkan bisa 
terjadi, maka saya segera mengajak suami membaca paritta kira-kira mulai pukul 
18.00 dan ternyata... selama kami membaca paritta, banyak sekali suara yang 
menakutkan terdengar, mulai dari suara besi ditarik dan dirobohkan, suara sorak 
sorai dan tepuk tangan sekelompok orang memecahkan keheningan malam yang 
semakin mencekam, sampai suara ledakan yang sangat keras seperti suasana perang 
di film-film (pertama kali dalam hidup merasakan suasaan seperti ini). Kami 
semakin khusuk membaca paritta yang terus kami lantunkan
sampai kira-kira pukul 22.00 di mana tidak terdengar lagi suara sama sekali.
Saat itu kami merasa aman, seolah-olah lepas dari mara bahaya yang sangat 
mencemaskan. Karena fisik pun terasa lelah, kami langsung tertidur nyenyak. 
Namun kira-kira pukul 5.30 pagi, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara telephone 
dari seorang teman yang tinggal di belakang rumah. Katanya semalaman ia terus 
terjaga (tidak mau tidur) karena merisaukan kobaran pai yang menyala sedemikian 
besarnya di depan rumah kami. Sejak semalam pula ia terus mencoba menelephone 
kami ingin mengetahui keadaan rumah kami tetapi tidak pernah berhasil / nada 
telephonenya selalu sibuk (padahal telephone tidak rusak dan kami tertidur 
nyenyak. Mendengar informasi tersebut kami segera bangun untuk melihat apa yang 
terjadi. Ternyata dua buah mobil tepat di depan rumah kami sudah ditarik keluar 
dari garasi dan hangus terbakar, tapi mobil dan rumah kami dalam keadaan 
baik-baik saya dan ketika itu saya melihat ada seorang pemuda tak dikenal 
menceritakan kalau sebenarnya semalam ada juga pemuda tak
dikenal menceritakan kalau sebenarnya semalam ada juga yang ingin menyeberang 
ke rumah kami tapi ia melarangnya. Karena itu ia menyarankan agar kami segera 
memindahkan mobil ke tempat yang lebih aman, kuatir nanti siang akan ada 
gelombang kedua yang datang kembali untuk merusak. Setelah memberi nasehat 
tersebut ia pun berlalu ketika saya masih tertegun merasakan kebaikan hatinya 
yang tulus! 
Siang hari dipertengahan bulan November 1998 saat kami baru saja selesai 
memperingati tujuh hari meninggalnya ibu kami tercinta, sebelum pulang ke rumah 
kami mampir ke rumah jompo untuk menyumbangkan berbagai keperluan atas nama ibu 
saya almarhum. Saat itu pembantu saya menelephone dan menyarankan agar saya 
jangan pulang dulu ke rumah karena menurut radio yang didengarnya banyak mobil 
yang di sekitar rumah kami yang diganggu dan di jalan raya di depan rumah kami 
ada ribuan massa yang datang entah dari mana. Mendapat informasi seperti itu 
saya langsung meminta pembantu saya yang juga beragama Buddha untuk bersikap 
waspada dan terus membaca paritta. Malam itu kami menginap di rumah kakak. 
Ketika pagi harinya kami pulang ke rumah, banyak rumah tetangga yang kaca 
rumahnya pecah dan dijarah tapi rumah kami selamat! (Seandainya waktu itu kami 
tidak berdana ke rumah jompo dan langsung pulang ke rumah, apa yang akan 
terjadi?) Apakah keberuntungan / keselamatan kami akibat kusala
kamma yang langsung berbuah? Manfaat baca paritta? Atau hanya kebetulan?

(Dikutip dari buku Melangkah dalam Dhamma, Yayasan Dana Pendidikan Buddhis 
Nalanda, Jakarta, 2001) 
.
  
 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke