1403
  Paman, kemenakan, maupun kakak adalah keluarga dekat kita. Mereka harus  
saling memberi perhatian dan saling membantu. Siapa saja di antara  mereka yang 
hidup berkecukupan boleh membantu saudara yang membutuhkan  bantuan
  
  Join to : www.groups.yahoo.com/group/curhatgame
  web : www.accuratehealth.blogspot.com 
  
  
  
  (Tipitaka) Ambisi 
  
  Join to : www.groups.yahoo.com/group/truthbuddha
  
   
  
  Kisah Citta, Seorang Perumah Tangga
  
  Citta, seorang perumah tangga, suatu hari berjumpa dengan Mahanama  Thera, 
salah seorang dari lima bhikkhu pertama (pancavaggiya), yang  sedang 
berpindapatta, dan mengundang thera tersebut ke rumahnya.
  
  Di sana, ia mendanakan makanan kepada thera tersebut dan setelah  
mendengarkan khotbah yang disampaikan oleh Mahanama Thera, Citta  mencapai 
tingkat kesucian sotapatti.
  
  Kemudian, Citta membangun sebuah vihara di kebun mangganya. Di sana, ia  
memenuhi kebutuhan semua bhikkhu yang datang ke viharanya dan bhikkhu  Sudhamma 
tinggal di tempat itu.
  
  Suatu hari, dua orang murid utama Sang Buddha, Y.A. Sariputta dan Y.A.  Maha 
Moggallana, datang ke vihara tersebut. Setelah mendengarkan  khotbah yang 
disampaikan oleh Y.A. Sariputta, Citta mencapai tingkat  kesucian anagami.
  
  Kemudian, ia mengundang dua murid utama sang Buddha tersebut ke  rumahnya 
untuk menerima dana makan esok hari. Ia juga mengundang  bhikkhu Sudhamma, 
tetapi beliau menolak dengan marah dan berkata, "Kamu  mengundangku setelah 
mengundang dua bhikkhu tersebut."
  
  Citta mengulang kembali undangannya, tetapi undangan tersebut ditolak.  
Walaupun demikian bhikkhu Sudhamma pergi ke rumah Citta pagi-pagi  keesokan 
harinya. Ketika dipersilahkan masuk, Sudhamma menolak dan  berkata bahwa dia 
tidak akan duduk karena dia sedang berpindapatta.
  
  Ketika dia melihat makanan yang didanakan kepada dua orang murid utama  Sang 
Buddha, dia sangat iri dan tidak dapat menahan kemarahannya. Dia  mencaci Citta 
dan berkata, "Aku tidak ingin tinggal lebih lama di  viharamu!" dan 
meninggalkan rumah tersebut dengan penuh kemarahan.
  
  Dari sana, dia mengunjungi Sang Buddha dan melaporkan segala yang telah  
terjadi. Kepadanya, Sang Buddha berkata, "Kamu telah menghina seorang  umat 
awam yang berdana dengan penuh keyakinan dan kemurahan hati. Kamu  lebih baik 
kembali ke sana dan mengakui kesalahanmu." Sudhamma  melakukan apa yang telah 
dikatakan oleh Sang Buddha, tetapi Citta tidak  menghiraukan; maka dia kembali 
menghadap Sang Buddha untuk ke dua  kalinya. Sang Buddha, mengetahui bahwa 
kesombongan Sudhamma telah  berkurang pada waktu itu. Kemudian Beliau berkata, 
"Anakku, seorang  bhikkhu yang baik seharusnya tidak terikat dengan berkata, 
"ini adalah  viharaku, ini tempatku, dan ini adalah muridku," dan sebagainya, 
dengan  berpikir demikian keterikatan dan kesombongan akan bertambah."
  
  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 73 dan 74 berikut ini:
  
  Seorang bhikkhu yang bodoh,
  menginginkan ketenaran yang keliru,
  ingin menonjol di antara para bhikkhu,
  ingin berkuasa dalam vihara-vihara,
  dan ingin dihormati oleh semua keluarga.
  
  "Biarlah umat awam dan para bhikkhu berpikir bahwa hal ini hanya dilakukan 
olehku,
  dalam semua pekerjaan besar atau kecil mereka menunjuk diriku,"
  demikianlah ambisi bhikkhu yang bodoh itu,
  dan keinginan serta kesombongannya pun terus bertambah.
  
  Setelah khotbah dhamma itu berakhir, Sudhamma pergi ke rumah Citta, dan  pada 
saat itu mereka dapat berdamai. Dalam waktu tidak beberapa lama,  Sudhamma 
mencapai tingkat kesucian arahat.
  
  
 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke