Perjalanan MENANGKAP PIKIRAN 2 Shwe Oo Min Center
U Tejaniya Sayadaw memintaku merapatkan tangan anjali, âapa yang terasa?â tanyanya. âHangat,â kataku âItu juga meditasiâ katanya. Satu hal berbeda di Shwe Oo Min center dibandingkan Panditarama Forest Monastry, di sini kami dapat âcurhatâ panjang lebar dengan Sayadaw pembimbing. Di Panditarama Forest Monastry kami tak boleh menatap guru pembimbing saat interviu, di sini kami bebas menatap, bertanya dan bercerita. Guru pembimbing sangat bersahabat. Terkadang karena kondisi, interviu dilakukan rombongan, bareng-bareng seperti klub sharing. Di lain pihak, wajah U Tejaniya Sayadaw benar-benar mirip sahabat saya di Indonesia, Chinese dan putih. Ditambah metode interviu friendly, jauh dari formalitas..bahkan aku bisa berbicara bila ketemu di jalan setapak, membuat dia reali seperti sahabat sepermainan saya. Hal unik lainnya, U Tejaniya Sayadaw awet muda, dari teman biku Vietnam aku tahu usia beliau saat itu 40 tahunan, tapi gaya dan yang terlihat seperti baru menginjak 30an. Dari rekan Biku Vietnam lagi aku mendapat info, penunjukan U Tejaniya Sayadaw sebagai guru meditasi oleh Shwe Oo Min Sayadaw menimbulkan pro kontra. Dari segi vassa, ada banyak murid Shwe Oo Min yang jauh lebih senior di center itu, namun beliaulah yang ditunjuk oleh Shwe Oo Min Sayadaw. Sekedar info, ada kesamaan antara U Tejaniya Sayadaw dan Bhante Dharmavimala guru saya terkasih di Indonesia, Sama-sama tak pernah menunjukkan dan menuntut diperlakukan sebagai senior, tapi lebih memposisikan sebagai sahabat dalam Dharma, bahkan terhadap biku baru seperti saya Mungkin bedanya, U Tejaniya Sayadaw lebih muda dan ekspresif. Jadilah saya yang baru datang dari center ketat, Panditarama Forest Monastry, bagai menikmati liburan di Shwe Oo Min center. Saat bel jam 3 pagi berbunyi, tak ada biku menyusuri kuti dengan âlonceng esâ mengusir kita ke hal meditasi. Semuanya lebih berdasar kesadaran. Saat di meditation hal pun, tak ada urutan senioritas pada bantal-bantal tempat duduk seperti di Panditarama Forest Monastry. Dengan kata lain, kita boleh duduk dimana saja, yang penting nyaman. Ajaibnya, saking bebasnya di hal meditasi, pemandangannya agak aneh Ada yang meditasinya menyandar ke tiang penyangah ruangan, ada yang duduk di kursi lipat/malas⦠dan tampaknya tertidur, weleh-weleh. Aku tak bisa membayangkan yang terjadi bila hal ini di Panditarama Forest Monastry. Waktu meditasi jalan tak ada yang bergerak slow motion. Di sini yogi/pemeditasi berjalan biasa. Aku yang baru dari Mahasi tradition saat berjalan ke meditation hal masih kebawa berjalan pelan. U Tejaniya Sayadaw yang melihatku di kejauhan berjalan mendekat. âDonât need to move so slowlyâ katanya, tak usah berjalan selambat itu. Berjalan biasa saja, tapi dengan kesadaran terjaga. Saat interviu beliau bertanya, saat makan bagaimana? âAku menyadari makanan yang aku makan, keras, lunak, asin, pedas, manis. Sempat juga aku nafsu karena lapar, terus aku berhenti sebentar, menyadari nafsu itu, setelah tenang melanjutkan makan.â âHmm..itu dia,â kata beliau, âsaat makan, saat dimana kita harus sangat berhati-hati ketika nafsu muncul dengan kuat.â Selain perbedaan-perbedaan di atas, ada juga perbedaan fasilitas. Panditarama Forest Monastry adalah center besar, luas dan kaya dengan Big Master yang masih ada. Sebaliknya Shwe Oo Min center tak terlalu luas. Tak ada kuti-kuti yang berdiri sendiri, melainkan bangunan dengan kamar berjajar seperti kamar kos, dan Shwe Oo Min Sayadaw yang sudah tutup usia. Dari segi makanan juga begitu. Di Panditarama Forest Monastry, makanan berlimpah yang sering membuat kita kekenyangan, di sini tak demikian. Tak berlebih, tapi cukup. Di Panditarama Forest Monastry tak disediakan menu vegetarian, di sini ada meja khusus menyediakan makanan vegetarian. Jadi tak heranlah, banyak biku dan bikuni Mahayana yang bahagia berlatih di sini. Dengan kondisi center lebih bebas, perlahan aku âbisaâ menghirup nafas, menggunakan pikiranku, menganalisa buku-buku yang kuambil dari front office Panditarama Forest Monastry. Mencocokkan dengan praktek yang aku alami. Perlahan aku menyadari dan menyesali kebodohan-kebodohanku. Hal mendasar Vipassana yang sebelumnya kuabaikan, sepeti mencatat proses batin: melamun, menghayal, rencana, sakit mulai aku mengerti. Terkadang kalau lelah, aku tak mengikuti session meditasi pagi, tapi langsung sarapan di ruang makan jam 5.30 pagi. Setelah itu, mengikuti pindapata yang dipimpin langsung U Tejaniya Sayadaw. Tiga minggu aku di Shwe Oo Min center keadaan center mulai tak kondusif, karena mendekati tahun baru Myanmar, center dipenuhi orang-orang Myanmar. Ini merupakan tradisi turun-menurun, mungkin seperti umat Islam di Indonesia mengikuti pesantren kilat saat liburan. Mereka bisa masuk center sekeluarga. Bapaknhya ditabis jadi biku, anaknya karena dibawah 20 tahun ditabis jadi samanera, lalu ibunya jadi siale/samaneri. Itu hanya penabisan sementara, bisa seminggu, dua minggu dan 3 bulan. Dan ini bisa berlangsung tiap tahun menjelang tahun baru Myanmar. Jadi jangan heran kalau rata-rata orang Myanmar pernah menjalani kehidupan sebagai biku kilat, umumnya berkali-kali. Cukur, lepas jubah. Cukur, lepas juba. Etc. Karena banyak yang masuk center, kami pun harus berbagi kamar, yang dulunya 1 orang jadi 2 orang. Karena kondisi yang mulai tak nyaman ini, rekan-rekan biku dari negara lain berencana sementara pindah ke center lain. Aku akhirnya juga memilih sementara keluar center. Saat kembali ke Indonesia, aku sudah sedikit mengerti Vipassana, setidaknya tentang Mind. Begitu aku sadar sedang melamun, mencatat âmelamunâ⦠treetttttt⦠tiba-tiba seperti sesuatu berputar menyedot di dalam kepala dan lamunan itu lenyap. Saat aku âberangan-anganâ dan menyadarinya mencatat :âberangan-anganâ.. treeeettt⦠ada sesuatu, udara menggulung di dalam kepala menyedot habis rangkaian âangan-anganâ. Cukup menyenangkan juga âmainanâ baru ini. Jadi aku suka duduk sendiri di depan tv kecil di lantai 4 yang panas dan sepi di Vihara Ekayana. Tak masalah âpanasâ, catat âpanasâ lalu treetâ¦. beres. Saat âsenangâ catat: âsenangâ..treeettâ¦. the mind is gone, kepalaku jadi ringan, plong. Batavia, 30 , Januari 2009 (2.14am) Harpin Sumber: http://harpin.wordpress.com