Menumbuhkan Budaya Amanah

Dalam Bahasa Arab, kalimat amanah dapat diartikan sebagai titipan, 
kewajiban, ketenangan, kepercayaan, kejujuran, dan kesetiaan, Dalam 
al Qur'an amanah disebut dalam beberapa konteks, pertama: sebagai 
tanggung jawab pengelolaan (Q/33:72), sebagai hutang atau janji yang 
harus ditunaikan (Q/2:283), sebagai tanggung jawab ke­adilan pemegang 
kekuasaan (Q/4:58), sebagai kesetiaan kepada tugas yang diemban 
(Q/8:27), sebagai karakter pribadi yang penuh kejujur­an dan 
tanggungjawab (Q/23:8). Dalam hadis pernikahan, amanah disebut dalam 
kontek komitmen suci dalam kontrak perjanjian. Kata dasar amanah 
mempunyai pertalian dengan kata iman dan aman.

Dari pengertian bahasa dan dari pemahaman tematik al Qur'an dan 
hadis, amanah dapat difahami sebagai sikap mental yang dida­lamnya 
terkandung unsur kepatuhan kepada hukum, tanggung jawab kepada tugas, 
kesetiaan kepada komitmen, keteguhan dalam meme­gang janji, kesucian 
dalam tekad dan kejujuran kepada diri sendiri. Sikap mental amanah 
harus berdiri diatas pondasi keimanan, dan dengan itu akan tumbuh 
rasa aman, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi orang lain.
Budaya amanah adalah perilaku yang bersendikan kepatuhan kepada 
moralitas agama, kepada moralitas hukum, tanggung jawab vertikal dan 
horizontal dan kejujuran kepada diri sendiri, serta keasadaran atas 
implikasi dari suatu keputusan.

Kebudayaan adalah nilai-nilai, norma dan konsep yang dimiliki 
masyarakat , yang dijadikan sebagai acuan mereka dalam berkehidupan 
sehari-hari, menyangkut ekonomi, politik , sosial dan budaya dari 
suatu masyarakat. Kebudayaan ada yang dianut oleh entitas sosial yang 
sempit tetapi ada juga kebudayaan yang dianut oleh suatu bangsa dan 
ada yang dianut oleh masyarakat international.

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, etnik, bahasa dan budaya 
yang kemudian menyatukan diri dalam ikatan kebangsaan dengan tetap 
menghormati kebudayaan masing-masing, disebut Binneka Tunggal Ika. 
Dalam perjalanan sejarahnya, komitmen Binneka Tunggal Ika tidak 
selalu dihormati. Pada masa Orde Baru misalnya kecenderungan 
Pemerintah untuk menyeragamkan kebu­dayaan bangsa telah meruntuhkan 
fungsi keragaman budaya sebagai kekuatan persatuan. Akibatnya ketika 
orde bare tumbang, keragaman budaya yang semula menjadi pemersatu 
berubah menjadi ancaman disintegrasi.

Ketika bangsa mengalami krisis kepemimpinan nasional, ketika 
infrastruktur kebudayaan yang konvensional tidak lagi efektip 
digunakan, ketika semua teori tidak lagi relefan untuk menganalisis 
persoalan, ketika kebuntuan melanda hampir seluruh saluran peme­cahan 
masalah, diperlukan satu langkah terobosan yang menyentuh simpul-
simpul yang tepat.

Masyarakat Indonesia, betapapun adalah masyarakat yang reli­gious. 
Telah teruji berkali-kali, setiap kali bangsa berada di tubir 
kehancuran, kesadaran beragama menyeruak ke atas dengan berbagai 
simbolnya. Zaman keterbukaan memberi peluang kepada seluruh lapisan 
masyarakat mengemukakan ekpressi pemikirannya. Situasi ini memberi 
peluang sifat religiousitas masyarakat untuk bertemu dalam titik 
kesamaan dengan tetap menghargai perbedaan. Karakteristik amanah 
adalah satu diantara sedikit hal yang bisa mempersatukan kiblat 
bangsa, karena amanah bersifat universal. Oleh karena itu mem­bangun 
kembali bangsa Indonesia dengan membudayakan amanah merupakan gagasan 
yang sangat relevan.

Proses pembudayaan suatu nilai lazimnya membutuhkan wak­tu yang 
panjang dan proses yang alami, tetapi dalam keadaan dimana masyarakat 
dalam keadaan bingung dan membutuhkan alternatif, pembudayaan suatu 
nilai dapat dilakukan dengan metode Gerakan.

Wassalam,
agussyafii

==============================================
 Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui 
 http://mubarok-institute.blogspot.com dan [EMAIL PROTECTED]
==============================================



Reply via email to