"Sekarang giliranmu." kata mbah Warno sambil menyodorkan secangkir
minumkan ke Supri. "Tidak terima kasih Mbah. Saya tidak minum" jawab
Supri. "Pemuda kayak apa kau? minum gak suka, main gak mau, nglonte
nggak doyan" kata Yakob teman Mbah Warno setengah emosional karen
dipengaruhi oleh minuman keras. "Dasar bujangan tahi!" tambahnya
mengejek Supri. Lalu Supri pun cepat-cepat meninggalakan kerumunan
temannya yang lagi minum.
Supri malam itu kebetulan pulang dari jalan-jalan mau menuju ke
kontrakannya. Dia melihat teman-temannya berkumpul di sebelah
warteg(warung tegal) langganannya. Sebagai teman nggak enak rasanya
kalau ia gak datang dan sekedar basa-basi menyapanya. Ternyata
teman-temannya pada mlitur (jawa=minum). "Mabuk lagi, mabuk lagi.
Kayak gak ada kerjaan yang bermanfaat aza." pikir Supri. "Itu juga
Mbah Warno sudah tua, malah ngajak anak-anak muda minum"pikirnya pula.
Di kalangan pemabuk itu memang ada Mbah Warno, teman kerja Supri yang
paling sepuh (senior). Dia memang paling doyan minum dan selalu ngajak
anak-anak teman kerjanya yang lain untuk minum bareng. "Maaf saya
pamit dulu. Ngantuk." kata Supri setelah melihat teman-temannya pada
minum. Supri memang nggak doyan minum, haram menurut ajaran agamanya,
dan dia bisa dimarahi oleh orang tuanya.
"Mengapa sih orang-orang pada doyan minum. Apalagi umur sudah pada
tua-tua dan sudah pada berkeluarga. Apa nggak sayang duit dibuang buat
minum-minum aza? apa nggak takut dosa? apa nggak takut sakit?" gerutu
Supri dalam kamarnya dan ia pun siap-siap tidur. "Mbah Warno umur udah
tua malah doyan mabok, ngajak-ngajak lagi". Pikiran Supri pun
menerawang jauh mencari jawaban pertanyaan itu, hingga tak terasa ia
pun tertidur.
Mbah Warno memang salah satu yang paling tua dari kumpulan
teman-temannya yang doyan mabuk. Ia memang dikenal sebagai jagoan
dalam hal minuman keras. Sepanjang malam, sepanjang hari, sepanjang
waktu mbah Warno tak pernah lepas dari botol minuman. "Membunuh
kesepian malam. Hangatkan badan. Dan Malam ini indah, Mabuk lagi,
kelakuan kucing garong, betapa Ku mencintaimu, Andai ku tahu, oh
bukankah kupernah mengenal bintang, bidadari datanglah malam ini,
tuhan kirimkan aku kekasih, ....." begitulah ocehan, nyanyian dan
puisi yang diucapkan Mbah Warno ketika mabuk. "Yang penting enjoy,
nikmati hidup ini, jangan seperti Supri. Bujangan tahi! gak doyan
mabuk, gak doyan perempuan. Lalu doyannya apa? Cuma bengeng aza di
kamar. Lagi ngloco" katanya kalau tiba-tiba kepingin ngledek si Supri
temannya seprofesi yang tak mau ikutan mabuk. Tapi sayangnya Supri
telah tertidur.
"Supri ayo bangun. Ayo mabuk. Menyanyi, menari dan bergoyang. Masa
mudamu harus kau nikmatin. Goblok kamu" teriak Mbah Warno yang sudah
mulai teler berat. "Hahahaha.....betul itu mbah. Supri emang banci.
Ayo tambah lagi mbah. Malam belum berakhir dan minuman belum habis
nih. Kalau habis beli lagi. Syik asyik....."kata teman-teman Mbah
Warno ngegongin ulah mbah Warno yang teler berat. Hingga  akhirnya 
suasana menjadi sepi, entah mengapa? Hanya terdengar langkah kaki yang
berat berjalan ke rumahnya masing-masing. Mungkin mereka pulang atau
mungkin mereka diusir oleh pak RT karena mengganggu ketertiban kampung.
Malam semakin menuju pagi, sayup-sayup suara ayat suci berkumandang
dari sebuah mushola kampung. Subuh pun akan masuk. Supri pun bangun,
cepat-cepat ke kamar mandi. Kebelet kencing sekalian mandi buat sholat
subuh. Entah sadar atau tidak ketika mau masuk kamar mandi tiba-tiba
dia melihat seorang manusia  yang tak lain  adalah mbah  Warno tidur
di kamar mandi sedang  badannya dipenuhi dengan kotoran muntahan serta
tahi manusia. "Dasar pemabuk. Badannya penuh kotoran sampai gak sadar.
Hoeek...hoeek." Supri pun segera menutup hidung dan muntah melihat
pemandangan jorok tersebut.
 
"Mbah. Mbah. Bangun" Seru Supri sambil mengguyur badan Mbah Warno
dengan seember air.  "Mbah eling. Ingat" teriak Supri sambil mengguyur
badan Mbah Warno lagi. "Ada apa Pri? Kok saya di kamar mandi? badan
saya kotor dan bau" tanya Mbah Warna yang sudah mulai bangun dan
sadar. "Mbah habis mabok. Cepat mandi sana. Bau badannya. Sekalian
bersihkan kamar mandinya" pinta Supri ke mbah Warno. "Ya Pri" kata
mbah Warno sambil menutup pintu. Tak lama suara guyuran air terdengar
di dalam kamar mandi.
Supri nyari kamar mandi yang lain.  Segera mandi dan  siap-siap sholat
subuh.  Sesudah sholat subuh. "Supri aku boleh masuk kamarmu? aku mau
tidur dulu di kamarmu? maafin aku pri? kata Mbah Warno yang
mengagetkan Supri yang asyik dzikir. "Baiklah mbah" jawab Supri. "Oh
Tuhan kenapa aku punya teman seorang pemabuk? Aku takut suatu saat
kalau imanku tak kuat aku akan ikut ajakannya dan menjadi pemabuk"
rintih Supri dalam doanya.  "Oalah memang apes nasibku punya teman
seperti mereka, tapi ya gimana lagi? begitulah adanya" gerutu Supri
sambil melihat mbah Warno yang tertidur dan mendengkur keras di
kamarnya. Baring teeth


Reply via email to