Vegetarian: Jalan ”Bebas” Flu Burung 
   
  KETIKA berbagai wabah menimpa hewan ternak akhir-akhir ini, celetukan semacam 
ini banyak muncul. Mau makan ayam takut flu burung. Pilih daging sapi nanti 
kena antraks. Jadi, amannya makan apa dong?
   
  Gelombang kekhawatiran ini, sama sekali tidak menerpa sekelompok orang. 
Mereka adalah komunitas vegan atau lebih dikenal sebagai vegetarian. Mereka 
yang memilih hanya makan sayur-sayuran dan buah-buahan serta mengharamkan 
makanan yang bernyawa. 
  Setidaknya, itulah yang diakui Yan Sudono (60), vegetarian sekaligus pemilik 
restoran makanan khusus vegetarian "Ahimsa". "Daripada takut kena flu burung 
atau antraks, rasanya lebih aman memilih menjadi vegetarian," kata Yan, 
walaupun ketika ia memilih jalan hidupnya sebagai vegetarian, dua penyakit 
hewan yang menular ke manusia itu belum diketahuinya. 
   
  Sejak kecil, Yan memang tidak doyan daging sapi atau ayam. Pilihannya menjadi 
seorang vegetarian sejati semakin diyakininya, ketika ia bergabung dengan satu 
komunitas meditasi. Ajaran meditasi itu, antara lain adalah menghindari makan 
makanan yang berjiwa. Buah dari pilihannya ini adalah kenyataan bahwa Yan 
jarang sakit. Sehat adalah efek samping yang diperoleh Yan sebagai vegetarian. 
   
  Sebaliknya, Hendra Gunawan menjadikan sehat sebagai target utamanya menjadi 
vegetarian. Ketika masih hobi mengonsumsi daging-dagingan, kolesterol di tubuh 
Hendra mencapai lebih dari angka 300. Ingin sehat, Hendra menguatkan niatnya 
menjadi seorang vegetarian. "Kini, kolesterol saya tidak lebih dari 200," 
cerita Hendra senang.
  Beberapa orang menjadi vegetarian tanpa merencanakannya sama sekali. Adalah 
Rachmat (44) dan Dendi Sundayana (41) yang tiba-tiba saja mendapati diri mereka 
menjadi seorang vegetarian. 
   
  Sampai usia remaja, 15 tahun, Rachmat masih menyantap daging, ayam atau sea 
food. Sampai suatu ketika di salah satu kantin, ia melihat orang menyantap 
ayam. "Saya melihat ayam goreng masih ada darahnya," cerita Rachmat. 
   
  Sejak itu, Rachmat kapok makan ayam dan merambat pada jenis makanan bernyawa 
lainnya. Trauma masa lalu menimpa Dendi lewat pengalaman masa kecilnya. "Waktu 
itu, saya melihat apa yang dimakan ikan di sungai saat orang buang air besar... 
"kata Dendi. Sedangkan Roni (20), memutuskan segera menjadi vegetarian setelah 
melihat acara pemotongan hewan. 
   
  **
  Menjadi minoritas di dalam kelompok masyarakat, terkadang membuahkan 
pengalaman tak enak. Rachmat misalnya, sering merasa tak enak hati ketika 
teman-teman di pengajiannya bingung akan menyuguhkan makanan apa baginya. 
  "Padahal, bagi saya gampang aja kok, sekadar minum air atau makan buah-buahan 
sebagai cuci mulut pun sudah cukup," kata Rachmat.
   
  Umumnya kaum vegetarian ini memang tak pernah kesulitan dalam memilih 
makanan. Selalu ada makanan yang bisa ditemukan oleh mereka dalam setiap 
kesempatan, baik di kantin, di rumah orang, maupun pesta-pesta, entah 
buah-buahan atau salad sayuran.
  Justru yang repot orang-orang di sekitarnya. Seperti yang diakui oleh Diah 
Suhandi, public relation Hotel Savoy Homann Bandung. "Teman-teman sering 
bingung kalau mau ngajak aku makan. Padahal, aku sudah yakinkan mereka kok 
bahwa aku pasti baik-baik saja dan bisa mendapatkan sesuatu yang cocok di 
tempat yang mereka tuju," tegas Diah.
   
  Selain atensi teman-temannya, Diah terkadang menerima kejahilan mereka. Suatu 
ketika tanpa sepengetahuannya, beberapa teman mencoba "menjebak" Diah. Mereka 
membuat tahu isi alias gehu. Biasanya gehu diisi dengan sayur, khusus untuk 
Diah mereka membuat tahu isi ayam. 
   
  "Tapi, feeling-ku sebagai vegetarian sudah so good. Tiba-tiba sebelum sampai 
di mulut, gehu itu aku simpen lagi di piring. Teman-teman lalu tertawa dan 
memuji instingku itu," kata Diah geli.
   
  Terbiasa menjauhi yang "anyir-anyir", menurut Aswandi, salah seorang aktivis 
"Indonesia Vegetarian Society" (IVS) satu wadah bagi komunitas vegetarian di 
Bandung, membuat penciuman seorang vegetarian berjalan bagus. "Karena terbiasa, 
mereka akan bisa "membaui" mana yang mengandung makanan bernyawa, mana yang 
tidak," kata dosen Itenas Bandung ini.
   
  Menjadi vegetarian bukan berarti bebas dari segala penyakit. Menurut Diah, 
karena menjadi vegetarian ia mengidap anemia. Sedangkan Dendi dan Rachmat, 
anehnya pernah mengalami tekanan darah tinggi. 
   
  Menurut Aswandi, segala sesuatu yang berkaitan dengan vegetarian perlu 
mendapat penjelasan yang benar. "Anemia mungkin disebabkan karena asupan yang 
tidak benar," ujar Aswandi. 
   
  Sebaliknya, ketika mereka mengidap tekanan darah tinggi, bisa jadi karena 
stres atau pola makan sayur yang salah. Misalnya terlalu banyak makan 
goreng-gorengan. Menurut Aswandi, menjadi seorang vegetarian, "Indurance" atau 
ketahanan tubuh seseorang akan lebih tinggi. "Secara logis penjelasannya bahwa 
penyerapan protein nabati oleh tubuh, jauh lebih mudah dibanding penyerapan 
protein hewani," kata Aswandi.
   
  Suatu mitos yang salah beredar juga tentang kaum vegetarian ini. Jika seorang 
calon ayah banyak makan sayuran, maka ia cenderung memiliki anak perempuan. 
Kalau menginginkan anak lelaki, maka ia harus banyak makan daging-dagingan. 
Mitos tersebut dipatahkan oleh beberapa contoh. Aswandi, misalnya, seorang 
vegetarian murni memiliki sepasang anak, laki-laki dan perempuan. "Bahkan, 
teman saya yang vegetarian tiga anaknya laki-laki semua," katanya tertawa. 
   
  Informasi dan sharing antaranggota inilah yang diperlukan oleh kaum 
vegetarian. Di Bandung, IVS adalah wadah penganut vegetarian yang bersifat 
umum. Kendati berkantor di salah satu vihara, namun anggotanya bukan hanya 
untuk kaum Buddha. Secara resmi komunitas di IVS hanya berjumlah 100 orang. 
Namun, di luar itu banyak vegetarian yang berdiri sendiri.
   
  Sadar akan banyak anggota komunitas itu, anggota ini saling mendukung. Bisnis 
restoran vegetarian bukanlah bisnis yang menguntungkan, namun mereka berusaha 
mengadakannya. Di Bandung, hanya ada sekitar 8 restoran dan penyedia jasa boga 
yang menyediakan makanan khusus vegetarian, di antaranya Kantin Happy 
Vegetarian di Jln. Kebon Sirih dan Ahimsa di Kompleks Luxor Permai Kebon Jati. 
"Makanan vegetarian ini dibentuk dan dibuat seperti aslinya. Ini dilakukan 
pemancing selera pemula," cerita Aswandi.
   
  Pemancing selera ini berupa sate ayam, belut sambal balado, paha ayam, bebek 
barbeque, dan sebagainya. Nama-namanya sengaja dibuat seperti aslinya. Padahal, 
semuanya terbuat dari sayuran atau buah. Sate ayam yang terasa begitu kenyal 
dan nikmat di lidah itu ternyata dibuat dari terigu atau glutten. Sementara, 
Paha ayam dengan batang sereh sebagai tulangnya, asli terbuat dari jamur. 
Sedangkan ikan sambel balado adalah rekayasa dari tahu. (Uci Anwar)***
   
  Source: http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/062007/29/1001.htm


"Out beyond ideas of wrongdoing and rightdoing there is a field. I'll meet you 
there.'"
~ Rumi

Eduard de Grave is a member of : The Mayapada Prana mailing list
Forum nge-Junkz dan OoT-nya si brewok!   

       
---------------------------------
Shape Yahoo! in your own image.  Join our Network Research Panel today!

Kirim email ke