"Betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang 
perlu untuk damai sejahteramu"
(1Mak 2:15-29; Luk 19:41-44)

"Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, 
kata-Nya: "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau 
mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal 
itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa 
musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau 
dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan 
membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu 
mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas 
batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah 
melawat engkau." (Luk 19:41-44), demikian kutipan Warta Gembira hari 
ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini serta mengenangkan pesta 
St.Sesilia, perawan dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-
catatan sederhana sebagai berikut:
•       Yerusalem adalah `kota suci' atau `kota idaman', namun di 
kota ini sering terjadi peperangan dan pembunuhan karena egoisme 
orang atau kelompok tertentu yang ingin menguasa kota tersebut untuk 
menjadi miliknya. Bagi kita masa kini yang menjadi `kota suci atau 
idaman' kiranya keluarga/komunitas atau tempat kerja/kantor kita 
masing-masing, tempat dimana kita `mempersembahkan diri' bagi orang 
lain atau sesama. Namun sayang di dalam keluarga/komunitas atau 
tempat kerja/kantor sering terjadi aneka macam percekcokan atau 
permusuhan yang lahir karena kesalah-fahaman atau egoisme, sehingga 
suasana menjadi gerah dan mendorong orang untuk mudah marah. Dengan 
kata lain ada kecenderungan setan lebih melawati keluarga/komunitas 
atau tempat kerja/ kantor, bukan Allah yang melawati. Jika demikian 
maka kehidupan bersama di dalam keluarga/komunitas atau tempat 
kerja/kantor akan segera runtuh, hancur berantakan. Memang untuk 
setia pada iman, panggilan dan tugas perutusan pada masa kini 
merupakan salah satu bentuk kemartiran. Maka pada pesta St.Sesilia, 
perawan dan martir, hari ini, marilah kita mohon doa dan restunya 
agar kita setia pada iman, panggilan dan tugas perutusan di tengah-
tengah ancaman dan terror maupun provokasi yang mencemaskan saat 
ini. Aneka macam bentuk ancaman, terror dan provokasi telah 
meruntuhkan atau menghacurkan ikatan hidup berkeluarga, janji 
imamat, membiara maupun janji kepegawaian, sehingga terjadilah 
perceraian suami isteri, penyelewengan hidup imamat maupun membiara 
serta korupsi di tempat kerja. "Allah melawati keluarga/komunitas 
dan tempat kerja atau kantor kita", marilah kita imani dan hayati 
kehadiran Allah ini, agar kita dapat setia pada panggilan, tugas 
perutusan dan pekerjaan kita. Bersama dan bersatu dengan Allah kita 
mampu mengalahkan aneka macam godaan roh jahat/setan yang melayang-
layang di permukaan bumi, di dunia ini. Marilah kita imani dan 
hayati kehadiran Allah di tengah-tengah kita agar kita hidup damai 
dan sejahtera. 
•       "Kalaupun segala bangsa di lingkungan wilayah raja mematuhi 
seri baginda dan masing-masing murtad dari ibadah nenek moyangnya 
serta menyesuaikan diri dengan perintah-perintah seri baginda, namun 
aku serta anak-anak dan kaum kerabatku terus hendak hidup menurut 
perjanjian nenek moyang kami. Semoga Tuhan mencegah bahwa kami 
meninggalkan hukum Taurat serta peraturan-peraturan Tuhan.Titah raja 
itu tidak dapat kami taati dan kami tidak dapat menyimpang dari 
ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri!"(1Mak 2:19-22), demikian 
kata Matatias menanggapi ajakan untuk meninggalkan Tuhan. Para raja, 
pemimpin, pejabat atau tokoh dunia ini memang sering, entah dengan 
kekerasan atau rayuan, berusaha untuk mengajak rakyat/umat meniru 
cara bertindaknya yang sombong, serakah dan bengis serta munafik. 
Dengan atau karena alasan keindahan, ketertiban dan keteraturan 
mereka sering melupakan unsur kemanusiaan, iman dan cintakasih dalam 
hidup dan sepak terjang serta kebijakannya. Maka baiklah ketika kita 
menghadapi pemimpin, pejabat atau tokoh masyarakat macam ini, tanpa 
gentar dan takut berani melawannya dengan rendah hati: kita tetap 
setia pada iman kepercayaan kita. Sebaliknya kepada para pemimpin, 
pejabat dan tokoh masyarakat kami berharap mereka dapat menjadi 
teladan atau contoh dalam beribadah kepada Allah dalam hidup sehari-
hari, yang menjadi nyata atau terwujud dalam cara bertindak yang 
berbudi pekerti luhur, jangan menjadi batu sandungan atau bahkan 
mengajak rakyat/umat untuk berdosa atau berbuat jahat. 
Jadikanlah `tempat kerja atau masyarakat' ini bagaikan tempat 
ibadat, sehingga masing-masing pribadi bersikap dan bertindak 
seperti ketika sedang beribadat serta merawat aneka macam sarana-
prasarana hidup dan kerja bagaikan merawat sarana-prasarana ibadat. 
Bukankah dalam `tempat ibadat' kita senantiasa bersyukur dan 
berterima kasih? Marilah kita ungkapkan dan wujudkan syukur dan 
terima kasih dalam hidup dan kerja kita setiap hari. 

"Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi, yang mengikat perjanjian 
dengan Aku berdasarkan korban sembelihan!" Langit memberitakan 
keadilan-Nya, sebab Allah sendirilah Hakim….Persembahkanlah syukur 
sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang 
Mahatinggi! Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan 
meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." (Mzm 50:5-6.14-
15)

Jakarta, 22 November 2007


Kirim email ke