"Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis" (Sir 48:1-4.9-11; Mat 17:10-13)
"Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?" Jawab Yesus: "Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka." Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis" (Mat 17:10-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan- catatan sederhana sebagai berikut: Seorang nabi pada umumnya berjuang sendirian dalam rangka membawakan atau mewartakan kebenaran-kebenaran atau kehendak Allah serta mengalami dan menghadapi berbagai tantangan, hambatan atau perlakuan semena-mena dari orang lain. Pengalaman yang demikian ini rasanya telah terjadi dalam beberapa tokoh pejuang kebenaran di Indonesia: jika mereka pejabat pasti akan segera disingkirkan alias diganti sedangkan jika mereka bukan pejabat diupayakan dihabisi seperti kasus Munir dll. Memang menjadi nabi atau pejuang dan pembela kebenaran di tengah-tengah kehidupan bersama ini tidak akan terlepas dari derita, hambatan bahkan kematian. Cukup banyak penegak hukum, entah organisatoris maupun pribadi, telah tercemar oleh berbagai kolusi, manipulasi dan korupsi dan KUHP (Kitab Undang- undang Hukum Pidana atau Perdata) menjadi Kasih Uang Harap Pemenang) sedangkan HAKIM menjadi Hubungi Aku Kalau Ingin Menang alias beri uang pelicin atau pemenang. Maka marilah di masa advent, masa pengaharapan dan penantian ini, kita lebih mengharapkan dan menantikan kebenaran menjadi pemenang bukan uang, dan untuk itu dari diri kita sendiri harus senantiasa bertindak benar, jujur dan adil. Dalam hidup dan kerja atau kesibukan senantiasa lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia, mengusahakan lingkungan hidup dan kerja lebih manusiawi, sehingga terbuka pada Yang Ilahi, Kebenaran Sejati. Dengan demikian kita sungguh menanti-nantikan kedatangan Penyelamat Dunia, yang datang untuk menjadi damai di bumi, dan damai bagi semua orang yang berkehendak baik. Marilah tetap bergairah, tegar, gembira dan bersemangat dalam menghayati dan memperjuangkan kebenaran, meskipun harus menghadapi aneka tantangan, hambatan dan penindasan. Kami berharap kepada para penegak hukum, entah yang bekerja di berbagai proses pengadilan maupun dijalanan seperti para polisi lalu lintas untuk senantiasa bertindak benar dan memperjuangkan kebenaran- kebenaran. "Dalam olak angin berapi engkau diangkat, dalam kereta dengan kuda-kuda berapi. Engkau tercantum dalam ancaman-ancaman tentang masa depan untuk meredakan kemurkaan sebelum meletus, dan mengembalikan hati bapa kepada anaknya serta memulihkan segala suku" (Sir 48:9-10) , demikian kata-kata yang dikenakan pada nabi Elia. Kata-kata ini kiranya baik menjadi permenungan bagi para penegak hukum maupun pejuang kebenaran di manapun dan kapanpun. Benih-benih kemurkaan tumbuh berkembang dalam diri para koruptor atau orang yang bermental materialistis, sehingga ketika benih tersebut menjadi besar dan berbuah alias tindakan korupsi dan keserakahan terjadi maka porak-porandalah kehidupan bersama, dan anak-anak yang tak berdosa menjadi korban. Apa yang kita kerjakan saat ini atau masa kini memang menentukan masa depan kita sendiri maupun anak-cucu atau generasi yang akan datang. Marilah kita cegah jangan sampai kemurkaan meletus dan kita kembalikan hati bapa kepada anak-anaknya: para tokoh masyarakat yang berpengaruh hendaknya menjadi motor pemadam kemurkaan, sedangkan para bapa, petinggi, atasan atau pemimpin hendaknya sungguh memperhatikan anak, bawahan, anggota atau anak buahnya. Yang kita nanti-nantikan kedatangannya adalah "Allah yang melepaskan kebesaran ke Allah-anNya dengan menjadi sama seperti manusia kecuali dalam hal dosa", maka sebagai orang yang menanti- nantikan kedatanganNya kiranya kita harus bersikap seperti Yang kita nantikan, yaitu rendah hati dan berani melepaskan `kebesaran atau atribut' demi kebahagiaan atau kesejahteraan bersama. Para tokoh masyarakat, petinggi, pejabat atau `bapa' hendaknya `turba', turun ke bawah, menyatu dan bersama-sama dengan rakyat, anak buah atau anak-anak dalam melangkah menuju ke masa depan. Ingatlah bahwa jabatan atau kedudukan bersifat sementara atau sesaat saja, marilah kesempatan yang tidak banyak tersebut kita maanfaatkan untuk `meredakan kemurkaan sebelum meletus, dan mengembalikan hati bapa kepada anaknya serta memulihkan persaudaraan segala suku'. "Kiranya tangan-Mu melindungi orang yang di sebelah kanan-Mu, anak manusia yang telah Kauteguhkan bagi diri-Mu itu, maka kami tidak akan menyimpang dari pada-Mu. Biarkanlah kami hidup, maka kami akan menyerukan nama-Mu " (Mzm 80:18-19) Jakarta, 15 Desember 2007