“Yusuf yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum” (Yer 23:5-8;Mat 1:18-24) “Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" -- yang berarti: Allah menyertai kita. Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya” (Mat 1:18-24), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Pada hari ini ditampilkan kepada kita tokoh Yusuf, sebagai tanda bahwa janji Allah segera terwujud, Penyelamat Dunia lahir di tengah-tengah kita. Yusuf dikenal sebagai ‘yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum’. Dalam hal ini kiranya rekan-rekan kaum laki-laki, entah yang sedang berpacaran, tunangan atau sudah berkeluarga dapat mawas diri. Anda dapat membayangkan bagaimana perasaan anda ketika ‘pasangan anda’ hamil bukan karena hubungan kasih/seksual dengan anda sendiri, melainkan dengan orang lain, entah siapa. Kami yakin anda akan marah-marah: yang sedang pacaran atau tunangan segera memutuskan hubungan, sedangkan yang sudah berkeluarga tergerak untuk menceraikan isterinya, dengan kata lain ‘mencemarkan pasangan di muka umum’. Memang perempuan menyeleweng dengan mudah ketahuan, sementara laki-laki menyeleweng berkali-kali dapat menyembunyikan penyelewengannya, karena dampak hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan lebih kentara buahnya pada pihak perempuan. Belajar dari dan meneladan Yusuf, saya mengajak kita semua, entah laki-laki atau perempuan, marilah kita tidak mencemarkan nama baik sesama kita di muka umum, antara lain dengan menceriterakan kelemahan dan kekurangannya ke mana-mana dan di mana saja. Jika kita berbuat demikian berarti kita mewartakan kabar jelek alias bekerjasama dengan setan/roh jahat, menjadi hamba setan/roh jahat. Dengan tidak mencemarkan nama sesama kita maka damai sejahtera terwujud atau menjadi nyata dalam kehidupan bersama kita. Jika kita cermat mawas diri maupun melihat sesama kita, kiranya lebih banyak kebaikan daripada kejelekan, kelebihan daripada kekurangan, keutamaan daripada kebejatan moral, dst.., maka marilah kita wartakan kebaikan, kelebihan dan keutamaan-keutamaan diri kita sendiri maupun sesama kita, sehingga kita tidak saling mencemarkan nama di muka umum. · “Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri” (Yer 23:5), demikian janji hiburan Yeremia kepada bangsanya, kepada kita semua. Dia yang kita nantikan adalah Penyelamat Dunia ‘yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di dalam negeri’. Rasanya untuk menyambut kedatanganNya kita sendiri juga harus senantiasa bertindak bijak serta melakukan kebenaran-kebenaran di dalam hidup sehari-hari. Apa yang bijak dan benar senantiasa menyelamatkan, mensejahterakan dan membahagiakan semua orang. Kebijakan dan kebenaran sejati diri kita adalah manusia yang “diciptakan untuk memuji, menghormati serta mengabdi Allah Tuhan kita, dan dengan itu menyelamatkan jiwanya. Ciptaan lain di atas permukaan bumi diciptakan bagi manusia, untuk menolongnya dalam mengejar tujuan ia diciptakan. Karena itu manusia harus mempergunakannya, sejauh itu menolong untuk mencapai tujuan tadi, dan harus melepaskan diri dari barang-barang tersebut sejauh itu merintangi dirinya” (St.Ignatius Loyola, LR no 23). Godaan yang senantiasa merayu kita untuk berbuat dosa pada masa kini kiranya ‘barang-barang atau harta benda dan uang’, yang menggerogoti kebijakan maupun mengaburkan atau memporak-porandakan kebenaran-kebenaran. Karena barang, harta benda atau uang orang dapat saling menjatuhkan, melecehkan dan mencemarkan nama sesamanya. Marilah kita ‘back to basic’ pada kebijakan dan kebenaran sebagaimana dikatakan oleh St.Ignatius Loyola di atas, agar damai sejahtera di bumi segera menjadi nyata, dihayati oleh semua manusia. “Ia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin” (Mzm 72:12-13) Jakarta, 18 Desember 2007
____________________________________________________________________________________ Never miss a thing. Make Yahoo your home page. http://www.yahoo.com/r/hs