"Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah" (1Sam 1:24-28; Luk 1:46-56)
"Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai- beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya"(Luk 1:46-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan- catatan sederhana sebagai berikut: Memperoleh pujian dari Elisabet, saudarinya, Maria tidak menjadi sombong melainkan menjadi rendah hati dan penuh syukur dengan mengidungkan `Kidung Magnificat', kidung pujian dan syukur bagi orang yang terpilih atau dipanggil oleh Tuhan untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya. Kidung ini juga menjadi bagian doa/ibadat harian para anggota lembaga hidup bakti dan klerus serta para anggota Legio Mariae. Dengan mengidungkan "Magnificat" ini kita berkehendak untuk meneladan Bunda Maria, yang rendah hati, bersyukur atas karya agung Allah dalam dirinya yang hina dina. "Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan namaNya adalah kudus", demikian pengakuan dan penghayatan iman yang layak menjadi pegangan hidup kita. Perbuatan besar Allah telah mengangkat mereka yang rendah hati untuk berpatisipasi dalam karya penyelamatanNya serta memporak-porandakan mereka yang sombong serta materialistis. Maka baiklah dengan ini saya mengingatkan siapapun yang sombong, congkak hati serta materialistis untuk bertobat dan memperbaharui diri, sebagai persiapan menyambut kedatangan/kelahiran Penyelamat Dunia, sebaliknya mereka yang rendah hati saya ajak untuk semakin memperdalam dan meningkatkan keutamaan kerendahan hati agar semakin layak menyambut kedatanganNya, kelahiranNya di kandang domba yang kotor. Ia yang kita sambut kedatanganNya telah `melepaskan kebesaran/ke-Allah-anNya ` dengan menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Rendah hati antara lain senantiasa siap sedia dan rela untuk diperlakukan apapun dan oleh siapapun, tentu saja terutama diperintah dan dituntun oleh Allah , antara lain melalui mereka yang berkehendak baik di sekitar kita, tidak mengeluh, menggerutu atau marah-marah ketika menerima perlakuan atau mengalami situasi yang kurang/tidak enak, tidak sesuai dengan selera pribadi. "Mohon bicara tuanku, demi tuanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku untuk berdoa kepada TUHAN. Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN."(1Sam 1:26-28), demikian kata Hana kepada nabi Elia. Kata-kata Hana kepada Elia ini selayaknya menjadi permenungan bagi para orangtua, khususnya para ibu. Ingatlah dan hayatilah bahwa anak adalah anugerah Allah dan harus dirawat, didampingi, dididik, dibesarkan sesuai dengan kehendak Allah: serahkanlah anak-anak kepada Allah. Dengan kata lain hendaknya merawat, mendampingi, mendidik dan membesarkan anak dengan atau dalam semangat cintakasih dan kebebasan Injili. Cintakasih itu bebas alias tanpa batas, sedangkan kebebasan hanya dapat dibatasi oleh cintakasih, maka hendaknya tidak melecehkan atau merendahkan anak, entah dengan memarahi yang tidak pada tempatnya atau `mengurungnya' alias memanjakan dengan berbagai macam sarana-prasarana duniawi atau harta benda dan uang. Per-hati-kanlah anak-anak secara memadai, artinya berilah hati, bukan harta benda atau uang. Secara khusus saya berharap agar masa balita anak-anak sungguh memperoleh perhatian dan cintakasih dari orangtuanya, maklum ada kecenderungan banyak orangtua kurang memperhatikan masa balita anak-anaknya antara lain dengan menyerahkan kepada para perawat atau pembantu atau mertua, yang cenderung memarahi atau memanjakan. Kepada para ibu saya berharap menyusui anak-anaknya secara memadai dan tidak dengan mudah memberi susu instant. Menyusui bayi memiliki "aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan." "TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana. TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga" (!Sam 2:6-7) Jakarta, 22 Desember 2007