Note: forwarded message attached.
       
---------------------------------
Looking for last minute shopping deals?  Find them fast with Yahoo! Search.
--- Begin Message ---
Maka ketika sekelompok orang merusak mesjid dan mengintimidasi orang-
orang  Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat dan kemudian  menganggap 
mereka sesat, para perusak itu sebenarnya sudah melampaui wewenang 
Allah. Tafsir dibalas dengan tafsir, teks dibalas teks. Mereka 
merasa tafsir dan teks mereka tentang kesesatan dan juga tentang 
ketidaksesatan adalah yang paling benar sembari melupakan ayat bahwa 
kebenaran hanya milik Allah.

Oleh Rusdi Mathari
BATU itu dilempar oleh Syekh Junaidi r.a ke arah sebatang tubuh yang 
sudah diikat pada kayu kering. Namun sebelum batu dilemparkan, 
Junaidi lirih berseruh, "Maafkan aku Ibn Mansur. Aku hanya mengadili 
sikap lahirmu. Adapun mengenai apa yang tersembunyi di  dalam 
batinmu, yang tak seorang pun tahu selain dirimu dan Allah semua 
adalah urusanmu. Maafkan aku kawan." "Buk" batu itu mengenai dada 
Ibn Mansur (lihat Syekh Siti Jenar, Pergumulan Islam-Jawa, Abdul 
Munir Mulkan 1999). 

Lelaki yang dilempar dengan batu itu sebenarnya adalah murid 
Junaidi. Dia popular dengan nama Al Hallaj yang dipersalahkan dan 
kemudian dihukum karena telah mengaku sebagai Allah (ana'l Haq). Al 
Hallaj dipandang sesat dan Junaidi sebagai gurunya diminta untuk 
ikut mengadilinya. Sesaat setelah dirajam, Al Hallaj dipancung oleh 
algojo dari rezim Muqtadir Billah.

Syariat dan hakikat mestinya memang berpadu seperti bersatunya jasad 
dan ruh. Jasad tanpa ruh adalah bangkai dan sia-sia sementara ruh 
tanpa jasad bisa sangat menakutkan. Dalam kasus Al Hallaj, ruh 
hakikat tampaknya berjalan tanpa jasad syariat, kendati sebagai 
guru, Junaidi jauh-jauh hari sudah meminta Al Hallaj menyimpan semua 
perkataan tentang rahasia Allah.

Dalam semua hal dan semestinya juga pada seluruh aspek ajaran Islam, 
syariat dan hakikat berprinsip sama dan mutlak menyangkut ajaran-
ajaran pokok agama atau ushuliyah. Doktrin "laa tusyrik billah" 
tidak menyekutukan Allah dan Muhammad sebagai Rasul Allah adalah 
sebuah sikap yang tidak mungkin dan tidak bisa ditawa-tawar.

Namun apa yang dipandang sesat secara lahiriah oleh syariat bisa 
sangat berbeda dengan pandangan sesat dalam hakikat. Syariat bisa 
dengan mudah menyebutkan sesat dan kesesatan hanya karena apa yang 
dilihat dan didengar. Pengakuan dari seseorang sebagai Nabi karena 
itu akan masuk sebagai perbuatan sesat secara syariat, karena memang 
terdengar secara lisan dan terlihat oleh mata. Jika orang yang 
mengaku nabi kemudian mengaku bertaubat lalu mengatakan kembali 
kepada ajaran Al Quran dan Nabi, secara syariat pula bisa dibenarkan 
pengakuan itu.

Syariat adalah koridor hukum yang memang harus ditegakkan untuk 
agama Allah dan ajaran Rasul-Nya. Maka segala sesuatu yang secara 
syariat dinilai menyimpang dan mengada-ada, pastilah akan dinilai 
sesat. Di  dalam kitab Ad Dur An Nafis dikatakan oleh Syekh Muhammad 
Nafis Al Banjari, hukumnya adalah kafir zindiq jika syariat tidak 
dijalankan. "Dan barang siapa yang kufur terhadap Allah dan para 
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan hari akhirat maka 
sesatlah dia dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya (dari kebenaran)"

Secara  hakikat apa yang disebut sesat dan kesesatan bisa lebih 
spesifik dan niscaya jauh lebih berat "hukum syariatnya" dibanding 
sesat dan kesesatan secara syariat. Karena apa yang dikatakan sesat 
secara hakikat adalah mengada-adakan selain Allah. Atau dengan 
kalimat lain secara hakikat semua adalah tidak ada melainkan Allah.

Ibn Arabi pernah menjelaskan wujud makhluk yang bertebaran di alam 
semesta pada hakikatnya hanya sebagai dzil-dzilullah (bayang-bayang 
Allah) atau madzhar-Nya (bagian dari perwujudan-Nya) sehingga wujud 
makhluk bersifat majazi sedangkan wujud Allah bersifat hakiki. 
Sandarannya adalah ayat 88 pada surat Al Qashash yang 
menjelaskan, "Tiap-tiap sesuatu (pada hakikatnya) binasa (tidak 
ada), kecuali Allah. bagi-Nya segala penentuan dan hanya kepada-Nya 
kamu dikembalikan." 

Jangankan ada manusia yang mengaku Allah atau mengaku nabi, mengaku 
diri adalah ada, bagi para ahli hakikat adalah sesat dan 
menyesatkan. Dalam tataran yang paling sederhana sekalipun, seumpama 
ada pengakuan, seperti merasa bisa taat beribadah, merasa bisa 
beramal, merasa bisa berusaha dan merasa merasa yang lainnya, pada 
hakikatnya akan dipandang sesat oleh para ahli hakikat. 

Hakikat memang mengutamakan dzuq (rasa) namun pengakuan atau klaim 
apapun bahkan jika itu hanya ada pada rasa adalah perbuatan yang 
menyimpang dan mengada-ada (bidah). Hukumnya syirik dan niscaya 
tidak akan sampai kepada Allah melainkan penolakan. Mereka yang 
sampai atau sudah mengenal Allah sesungguhnya adalah mereka yang 
tidak pernah mengaku ada kecuali hanya Allah. Kisah-kisah para rasul 
dan nabi, dan orang-orang suci lainnya adalah kisah tentang orang-
orang yang sepanjang desahan nafas dan detak jatung mereka adalah 
Allah sementara perilaku lahiriahnya menurut adab syariat.

Tak lalu dengan semua pemahaman tersebut, manusia mengetahui tentang 
apa yang disebut sesat. Di dalam Al Qalam ayat 1 hingga 9 Allah 
menegaskan otoritas tertinggi yang menentukan tentang siapa yang 
sesat dan siapa yang tidak sesat adalah hanya Allah yang 
tahu. "Nuun... Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang 
kafir) pun akan melihat, siapa di antara kamu yang gila. 
Sesungguhnya Rabb-mu, Dia-lah yang paling mengetahui siapa yang 
sesat dari Jalan-Nya; dan Dia-lah yang paling Mengetahui orang-orang 
yang mendapat petunjuk. Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang 
mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu 
bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)." 

Maka ketika sekelompok orang merusak mesjid dan mengintimidasi  umat 
Ahmadiyah di Kuningan dan menganggap mereka sesat, mereka sebenarnya 
sudah melampaui wewenang Allah. Tafsir dibalas dengan tafsir, teks 
dibalas teks. Mereka merasa tafsir dan teks mereka tentang kesesatan 
dan juga tentang ketidaksesatan adalah yang paling benar sembari 
melupakan ayat bahwa kebenaran hanya milik Allah.

*Artikel lain bisa dibaca di http://www.rusdimathari.wordpress.com






 



























--- End Message ---

Kirim email ke