one liner  7/4-2008
insya-Allah akan diposting hingga no.800
no.terakhir 822
==============================

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
005. Sains yang Otonom dan Polos Perlu Diredefinisi 
Secara gampangnya sains itu adalah proses penafsiran alam semesta yang dapat 
ditangkap/dideteksi oleh pancaindera, biasanya dengan bantuan instrumen, yang 
kemudian penafsiran itu harus diujicoba juga dengan bantuan instrumen. Jadi 
dalam sains obyek ilmu yakni alam sekitar dideteksi dahulu, lalu ditafsirkan, 
dan langkah terakhir diujicobalah penafsiran itu dengan instrumen pula. Atau 
dengan gaya redaksional yang sedikit lebih canggih: Sains meliputi pengungkapan 
hukum alam (ini istilah sekuler) tentang alam nyata dan perumusan 
hipotesa-hipotesa sepanjang belum dapat diujicoba secara eksperimen, yang 
memungkinkan orang dapat memprediksi peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala 
alamiyah dalam kondisi-kondisi tertentu. Para pakar di bidang sains dengan 
demikian berurusan dengan penelitian dan pengungkapan fakta-fakta tentang sifat 
alamiyah dari alam semesta. 

Definisi di atas itu kelihatannya menurut apa yang difahami selama ini adalah 
polos, tanpa nilai. Atau dengan permainan kata-kata yang lebih canggih: 
mempunyai nilai tersendiri yaitu nilai ilmiyah dengan ciri khasnya yang otonom. 
Dikatakan kelihatannya, oleh karena pada hakekatnya sains itu sesungguhnya 
memihak, jadi tidak otonom, seperti yang akan dibahas berikut ini: 

Manusia berdasarkan sikapnya terhadap Tuhan, dapat diklasifikasikan dalam empat 
golongan, yaitu: 
a) Golongan yang percaya akan adanya Tuhan sebagai Pencipta dan Pengatur alam 
semesta. Artinya setelah Tuhan mencipta, lalu disertai tindak lanjut dengan 
memberikan petunjuk kepada manusia dengan menurunkan wahyu kepada manusia 
pilihan yang disebut Nabi, yang akan meneruskan petunjuk itu kepada ummat 
manusia. Golongan ini disebut dengan Theist. 
b) Golongan yang percaya akan adanya Tuhan hanya sebagai Pencipta saja. Wahyu 
tidak ada. Manusia cukup mengatur dirinya dengan akalnya saja. Sikap yang 
berpikir demikian itu disebut sekuler. Golongan yang kedua ini disebut dengan 
Deist. Adalah logis bahwa golongan ini walaupun sudah percaya kepada Tuhan Yang 
Maha Esa, tetapi belum menganut sesuatu agama. 
c) Golongan yang tidak mau tahu tentang adanya Tuhan. Adanya Tuhan atau tidak 
adanya Tuhan, bukanlah sesuatu yang penting benar untuk dipikirkan, hanya 
membuang-buang energi saja. Golongan ini disebut dengan Agnostik. Barangkali 
perlu menyebut nama orang dari golongan ini, satu laki-laki dan satu perempuan 
yaitu: Betrand Russel dan Madam Blavatsky. 
d) Golongan yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Golongan ini disebut dengan 
Atheist. 

Semua ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum, apalagi sains adalah memihak 
kepada golongan [b], [c] dan [d]. Dalam ilmu-ilmu itu tersebut, cobalah 
diingat-ingat pernakah di sebut-sebut nama Tuhan? Menyebut nama Tuhan dalam 
sains berarti hilanglah otonomi sains itu. Akan tetapi dapatkah otonomi atau 
kepolosan itu tetap dipertahankan? Polos atau otonom artinya tidak memihak. 
Padahal dengan tidak mau tahu tentang Tuhan di dalam sains, berarti sains sudah 
memihak kepada golongan [b], [c] dan [d] tersebut itu. Artinya apa yang dikenal 
selama ini bahwa nilai ilmiyah itu otonom, atau dengan ungkapan sederhana tanpa 
nilai, sebenarnya adalah pernyataan yang palsu. Walhasil, karena tidak mungkin 
ilmu itu tidak memihak di antara keempat golongan itu, maka tentu saja bagi 
yang berpikiran sehat, akan memilih golongan pertama tempat ilmu itu memihak. 
Maka dengarlah firman Allah di bawah ini: Inna fiy khalqi sSama-wa-ti wa lArdhi 
wa-khtilaafi lLayli wa nNahaari laa-ya-tin liUli lAlbaab. Alladziena 
yadzkuruwna Lla-ha qiyaaman wa qu'uwdan wa 'ala- Junuwbihim wa yatafakkaruwna 
fiy khalqi sSama-wa-ti wa lArdhi Rabbanaa maa khalaqta ha-dzaa baathilan 
subha-naka faqinaa 'adzaaba nNaar (S. Ali 'Imraan, 190), artinya: Sesungguhnya 
dalam proses penciptaan benda-benda langit dan bumi, dan pergantian malam 
dengan siang menjadi keterangan bagi ululalba-b. Yaitu mereka yang ingat kepada 
Allah dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring, lalu mereka berkata; 
Wahai Yang Maha Pengatur kami, tidaklah Engkau menciptakan semuanya ini dengan 
sia-sia, maka peliharalah kami dari azab neraka (3:190). 

Kesimpulannya, perlu redefinisi sains, yaitu dengan mentransfer pemihakan itu 
dari golongan [b], [c] dan [d] kepada golongan yang pertama, bunyinya seperti 
berikut: Sains meliputi pengungkapan TaqdiruLlah (hukum-hukum Allah) tentang 
alam syahadah yang ciptaan Allah sebagai Maka Pencipta (Al Khaliq) dan Maha 
Pengatur (Ar Rabb), dan perumusan hipotesa-hipotesa sepanjang belum dapat 
diujicoba dengan eksperimen, yang memungkinkan orang dapat mentakwilkan 
peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala alamiyah dalam kondisi-kondisi tertentu. 
Para pakar di bidang sains berurusan dengan penelitian, pengungkapan 
fakta-fakta tentang sifat alamiyah dari alam semesta. WaLlahu a'lamu 
bishshawab. 
*** Makassar, 17 November 1991
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/005-sains-yang-otonom-dan-polos-perlu.html


[]

Kirim email ke