"Batu yang dibuang oleh tukang bangunan telah menjadi batu penjuru" (2Ptr 1:1-7; Mrk 12:1-12)
"Lalu Yesus mulai berbicara kepada mereka dalam perumpamaan: "Adalah seorang membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Dan ketika sudah tiba musimnya, ia menyuruh seorang hamba kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima sebagian dari hasil kebun itu dari mereka. Tetapi mereka menangkap hamba itu dan memukulnya, lalu menyuruhnya pergi dengan tangan hampa. Kemudian ia menyuruh pula seorang hamba lain kepada mereka. Orang ini mereka pukul sampai luka kepalanya dan sangat mereka permalukan. Lalu ia menyuruh seorang hamba lain lagi, dan orang ini mereka bunuh. Dan banyak lagi yang lain, ada yang mereka pukul dan ada yang mereka bunuh. Sekarang tinggal hanya satu orang anaknya yang kekasih. Akhirnya ia menyuruh dia kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi penggarap-penggarap itu berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, maka warisan ini menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan membunuhnya, lalu melemparkannya ke luar kebun anggur itu. Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan kebun anggur itu? Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain. Tidak pernahkah kamu membaca nas ini: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita." Lalu mereka berusaha untuk menangkap Yesus, karena mereka tahu, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya dengan perumpamaan itu. Tetapi mereka takut kepada orang banyak, jadi mereka pergi dan membiarkan Dia."(Mrk 12:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan- catatan sederhana sebagai berikut: Orang yang sedang berkuasa, gila kuasa, hormat dan harta pada umumnya cenderung untuk menyingkirkan atau membungkam `kader- kader atau tokoh-tokoh' yang dinilai mengancam kedudukan dan kuasanya, sebagaimana pernah terjadi di negeri kita, di masa Orde Baru. Orang-orang baik, jujur, cerdas dan berwawasan kebangsaan disingkirkan dan dibungkam atau dibuang melalui berbagai cara dan usaha oleh penguasa. Itulah yang juga terjadi zaman Yesus: Ia tampil di masyarakat menjadi saingan bagi para pemimpin/tokoh bangsa Yahudi, dan mereka berusaha untuk menyingkirkanNya. "Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita". Orang benar, baik dan jujur pada masa kini memang mudah tersingkir dari percaturan politik atau hidup berbangsa dan bernegara, namun kami berharap agar siapapun yang sungguh benar, baik dan jujur untuk tetap berjuang meskipun harus menghadapi aneka tantangan dan hambatan. Ingatlah pepatah "mati satu tumbuh seribu", pengorbanan diri orang benar, baik dan jujur akan menjadi pupuk bagi banyak orang untuk tumbuh berkembang dalam kebenaran, kebaikan dan kejujuran. Sejarah telah membuktikan bahwa mereka yang disebut `nabi', pejuang kebenaran, kebaikan dan kejujuran, yang harus mati karena perjuangannya, telah menjadi acuan, panutan serta teladan banyak orang tanpa gentar dan takut terus memperjuangkan kebenaran, kebaikan dan kejujuran. "Kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang"(2Pet 1:5-7), demikian nasihat Petrus. Jika kita mengaku beriman kiranya nasihat ini layak kita laksanakan atau hayati. Kita dipanggil untuk mengasihi semua orang, agar dapat mengasihi semua orang berturut-turut kita harus menambahkan pada iman kita keutamaan-keutamaan kebajikan, pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan dan kasih. Pertama-tama marilah kita menghayati keutamaan kebajikan antara lain dimanapun dan kapanpun senantiasa berbuat baik kepada orang lain atau melakukan apa yang baik. Selanjutnya kita harus belajar terus menerus lebih-lebih dari pengalaman berbuat baik maupun dari aneka saran dan nasihat maupun kritik dari sesama kita, dengan demikian kiranya kita akan dapat menguasai diri, tekun maupun saleh. Hendaknya jangan menyia-nyiakan kesempatan dan kemungkinan untuk berbuat baik atau melakukan apa yang baik di dalam hidup kita sehari- hari, sekecil atau sesederhana apapun. Kita mulai dengan melakukan apa yang baik meskipun kecil dan sederhana; dari yang kecil dan sederhana pelan-pelan tumbuh berkembang menuju ke yang besar dan berbelit-belit. Ingatlah dan sadari bahwa yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari adalah apa-apa yang kecil dan sederhana, bukan yang besar, sulit dan berbelit-belit. "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku."(Mzm 91:14-16). Jakarta, 2 Juni 2008