Agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kehancuran bagi 
negara ini:

1. Komisi Kejaksaan harap periksa setiap masalah yang ditangani oleh kejaksaan

2. Komisi kepolisian juga harus periksa setiap masalah yang ditangani oleh 
Kepolisian (karena tidak menutup kemungkinan dengan kewenangan yang dimiliki, 
ada peluang terjadinya penyalahgunaan kewenangan)

3. perlu aturan yang jelas agar aparat kejaksaan dan kepolisian tidak dapat 
semena2 memanggil orang untuk diperiksa, apalagi jika motif memeriksa ternyata 
untuk membuat orang susah dan akhirnya mau tidak mau harus setor uang.

4. dalam UU yang baru tentang badan pemeriksa keuangan, apakah memang betul 
sudah diatur bahwa dalam proses pembangunan, BPK mengaudit semua pembiayaan 
pembangunan.. dengan aturan yang jelas bahwa jika diaudit oleh pengawas dan  
pemeriksa keuangan (mulai tingkat bawah sampai atas) Jika ada kerugian negara 
barulah boleh aparat hukum turun.

Ini pertanyaan sekaligus usul, agar proses pembangunan tidak mandeg karena ulah 
oknum2 nakal (mulai pimpinan sampai anak buah... hehehe kalau ini sih sudah 
bukan oknum lagi tapi pemerasan ber-jama'ah)

Untuk itu kepada ahli hukum dan yang berkompeten mungkin ada jawaban.

dan yang memang berwenang punya kemauan untuk menindaklanjuti

Yang penting agar aparat tidak sewenang2 dan pemberantasan korupsi tetap harus 
digalakkan..

akhir kata, ditengah badai... masih ada harapan untuk bangkitnya negeriku 
tercinta






Dari: putra wardana <[EMAIL PROTECTED]>
Tanggal: Sun, 31 Aug 2008 12:11:40 -0700 (PDT)
Topik:  Yang Benar Kantor Kejaksaan Adalah Sarang Penjahat

                             Kantor Kejaksaan itu kantornya para penjahat...

disana bamyak maling..
disana banyak pemeras..
disana banyak perampok..
disana banyak tukang copet..
disana banyak tukang todong..
disana banyak pencuri..
disana banyak koruptor..

Modus Konvensional (ketinggalan zaman/ tapi masih sangat sering dipakai):

mereka yang disangka melakukan kejahatan, ditekan agar memberi setoran

untuk kasus dimana jaksa langsung sebagai penyidik sejak awal, jika tidak setor 
uang, maka diancam kasus akan diteruskan (meski mungkin kasus tidak layak untuk 
diteruskan ke sidang pengadilan). jika cocok setoran bisa saja kasus dihentikan 
ditengah jalan dengan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Atau  jika 
memang kasus layak  diteruskan dan sudah  jadi sorotan, maka pengaturan adalah 
lewat pengaturan penuntutan, jika setor, bisa saja penuntutan diarahkan pada 
tuntutan minimal, sehingga hukuman akan minimal. Atau yang sering jaksa 
menggunakan tuntutan yang ngambang/tidak jelas, karena memakai pasal hukum yang 
salah, sehingga yang dituntut bisa bebas.

Untuk kasus dimana jaksa hanya sebagai penyidik lanjutan (dalam hal ini jika 
peran jaksa adalah menerima berkas pemeriksaan dari polisi, dimana jika tidak 
meneruskan akan menimbulkan pertanyaan dari polisi) jika tidak setor uang akan 
dituntut maximal, jika setor uang bisa diatur akan dituntut minimal. Bahkan 
jika memungkinkan, jika setorannya cocok, bisa saja terbit Surat penghentian 
penyidikan dengan alasan bukti kurang, atau terus menerus mengembalikan berkas 
pemeriksaan kepada polisi, dengan alasan itu. Sehingga lama2 kasus masuk peti 
es. Aatau seperti modus diatas.

pada prinsipnya pada pola yang konvensional ini kebanyakan memang  berhadapan 
dengan orang yang bermasalah/ diduga bersalah. Yang terjadi adalah pemerasan.
 Salah satu contoh kasus dalam pola ini adalah kasus BLBI, yang melibatkan Ayin 
dsb, juga narkoba dsb.


Modus yang Mutakhir (sering tidak muncul ke permukaan, tapi sudah jadi 
kebiasaan):

Ini korbannya belum tentu orang yang bisa dianggap bersalah. andapun suatu saat 
mungkin akan pernah mengalaminya..

Dalam proses pembangunan disegala bidang, baik proses pembangunan fisik, maupun 
pengadaan barang dan jasa 
para jaksa akan mempelototi-nya dengan alasan untuk memberantas korupsi.
Ini sungguh bagus, tapi dalam prakteknya dengan kewenangannya, malah mendorong 
terjadinya tindak pidana korupsi.

Sebaik apapun pelaksana pembangunan, dan bahkan meskipun mungkin tidak ada 
tindak pidana korupsi  didalam proses itu, akan tetap dicari kesalahan atau 
minimal direpotkan dengan pemanggilan terus menerus oleh jaksa.

Apa yang dilakukan para jaksa?
mereka akan selalu memanggil pelaksana pembangunan ataupun pelaksana pengadaan 
barang dan jasa.. meskipun mereka tidak memiliki bukti awal/ tidak memiliki 
alasan untuk memanggil.
jadi instansi pemerintah mereka panggil
pemborong atau suplier mereka panggil untuk diperiksa...
ini pada semua moment pembangunan....

jadi dalam setiap ada pembangunan atau pengadaan barang dan jasa, jika para 
jaksa mendengar, maka mereka akan memanggil dan memeriksa, meskipun para jaksa 
itu sama sekali tidak memiliki bukti awal selembar kertas-pun...
Bukti baru akan mereka dapatkan setelah instansi atau pelaksana pekerjaan itu 
disuruh menghadap untuk diperiksa dan harus membawa berkas pekerjaan secara 
keseluruhan.
jadi secara tidak langsung dalam setiap pekerjaan, instansi pemerintah dan 
pemborong  maupun suplier  harus lapor pada kejaksaan...

apa alasan para jaksa memanggil???
biasanya dalam pemanggilan itu mereka selalu mencantumkan harap menghadap 
pemeriksa di kantor kejaksaan, karena dugaan korupsi pada pelaksanaan pekerjaan 
tertentu... dan diharuskan membawa seluruh berkas pekerjaan tersebut
ketika yang diperiksa bertanya, ada data apa pak, kok kami dipanggil untuk 
diperiksa,
jaksa selalu menjawab... ada deh, atau ada laporan masyarakat,
ternyata sudah menjadi rahasia umum:
1. bahwa laporan masyarakat, seringkali hanya jadi alasan, karena sering tidak 
otentik dan sering tanpa data, yang penting ada laporan bahwa dalam pembangunan 
atau pengadaan barang dan jasa disuatu tempat diduga bermasalah.
2. seringkali laporan itu hanya singkat seperti tersebut diatas berasal dari 
LSM atau lembaga tertentu, yang setelah dirunut ternyata berasal dari LSM 
bentukan atau rekan baik (anak buah) jaksa yang bertugas mencari info  dimana 
ada proyek pembangunan dan pengadaan barang/jasa. jika jaksa tidak mendapat 
bagian fee atau setoran dari proyek tersebut, maka LSM tersebut digerakkan 
untuk mengadukan.
3. Juga laporan seringkali dilakukan LSM yang digerakkan atau bentukan itu, 
jika ada pemborong atau suplier yang merupakan rekan baik (anak buah) jaksa itu 
tidak mendapat pekerjaan dari instansi tertentu. Karena rekanan baiknya tidak 
mendapat pekerjaan atau kalah bersaing, maka jaksa tidak mendapat setoran.

Setelah dipanggil, biasanya yang diperiksa selalu diminta data secara lengkap, 
karena memang para jaksa sebelumnya tidak punya data sama sekali.
Datanya hanya secarik kertas yang berisi pengaduan dari LSM bentukan mereka 
sendiri atau yang dibentuk oleh pengusaha yang merupakan teman dekat para 
jaksa, tapi kalah bersaing sehingga tidak mendapat pekerjaan pembangunan atau 
pengadaan barang/jasa.

Setelah itu barulah dipelototi data itu dan terus menerus  melakukan 
pemanggilan untuk diperiksa,
ini sudah merupakan teror tersendiri, 
akhirnya meski proses sudah benar, tidak ada kerugian negara dsb.. jika tidak 
setor pada jaksa ya akan tetap dipanggil, kesalahan administrasi atau salah 
ketik bisa jadi masalah dan bisa dikategorikan atau dituduh ada tindak pidana 
didalamnya.
Bahkan meskipun sudah diperiksa beberapa kali meski administrasi dan sebagainya 
sudah benar dan tidak ada kerugian negara... tetap akan dipanggil... sampai 
yang bersangkutan setor uang... kalau tidak, maka sering terjadi pejabat 
tertentu dipanggil untuk masalah A, ternyata kemudian diperiksa untuk masalah 
yang lain.

Saking lucunya...
sebuah proyek kecil misalnya dibawah 200juta, yang seharusnya dipanggil oleh 
pemeriksa tingkat kabupaten (kejaksaan negeri),
Tapi jika itu dipandang oleh oknum di kejaksaan tinggi (tingkat propinsi), 
bahwa itu merupakan rejekinya, maka kasus kecil akan dipanggil oleh kejaksaan  
tinggi.
sekalian teror, karena orang yang diperiksa harus jauh2 datang kekantor 
kejaksaan tinggi yang letaknya mungkin puluhan kilometer bahkan ratusan 
kilometer, dari tempat tinggal atau kantor instansi yang bersangkutan.


Apa akibat dari semua ini???

1. menurut berita media massa, bamyak anggaran pembangunan yang tidak terserap 
atau tidak digunakan untuk melakukan pembangunan.
hal ini terjadi karena adanya ketakutan melaksanakan pembangunan.
Bahkan di beberapa daerah, ada anggaran pembangunan yang terserap yang dipakai 
hanya dibawah 20%, artinya pembangunan mandeg...
uang kembali pada kas negara atau kas daerah.. dan tidak dipakai untuk 
membangun..
maka jangan heran... sekarang ini... banyak jalan rusak, sarana umum dsb.
karena jika anda tidak korupsi, maka anda tidak bisa kasih setoran pada jaksa, 
jika tidak kasih setoran pada jaksa, maka anda akan direpotkan sebagai sasaran 
tembak jaksa.
anda tidak korupsi dan  bisa kasih setoran pada jaksa, maka anda akan kerja 
bakti.
anda korupsi agar bisa kasih setoran pada jaksa, ya tetap belum tentu selamat, 
karena dengan itu anda sudah punya celah untuk dituntut dan dijatuhi hukuman, 
karena pikiran masing2 jaksa berbeda... kalau yang baik, anda punya untung 50 
juta dia akan minta 10 juta. tapi banyak juga jaksa yang tau anda hanya untung 
50juta tapi dia minta 200juta dengan ancaman jika tidak memenuhi kasus jalan 
terus.
repot kan...
akhirnya fenomena yang ada adalah...ekonomi macet...
pembangunan macet...
banyak pegawai instansi sekarang menghindar jika ditunjuk untuk melaksanakan 
proyek
akhirnya ... banyak rencana pembangunan terbengkelai... dan dana pembangunan 
yang sudah dipersiapkan tidak terserap/tidak dipakai
Maka sekarang muncul fenomena baru... banyak dana APBD (anggaran pendapatan dan 
belanja daerah) tidak terserap, malah ada yang ditaruh di Bank Indonesia...
Tapi buat kita2 ini... yang  jelas adalah merasakan jalan yang rusak yang tidak 
kunjung diperbaiki, fasilitas dan pelayanan umum tidak maximal dsb...

2. Para pejabat instansi pemerintah dan pemborong atau suplier , sebelum 
melaksanakan pekerjaan tertentu selalu konsultasi dengan kejaksaan... intinya 
ya biar selamat.
Dalam banyak kasus dengan konsultasi itu, instansi ditekan agar memakai 
pemborong atau suplier tertentu... atau ada kesepakatan dalam proyek itu jaksa 
mendapat setoran berapa dari pemborong/ suplier/ instansi pemerintah...
akibatnya... karena kantor jaksa minta setoran... mau tidak mau ya akan terjadi 
korupsi...
akibatnya pembangunan tidak maksimal...
maka bisa dilihat... ada jalan baru dibangun sudah rusak lagi... dsb

3. Akhirnya bisa kita lihat... hampir tiap hari dimedia massa... betapa 
instansi pemerintah tidak ngurusi pelayanan publik, karena direpotkan dipangill 
oleh kejaksaan..





        
     
                                       
  
       
---------------------------------
  Dapatkan nama yang Anda sukai!  
Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com.

Reply via email to