--- On Mon, 9/29/08, mas Paimin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 

 
Mencermati Pesan Ganda Iran Menjelang Ramadhan 
  
Oleh Musthafa Luthfi * 
  
  
Di saat bangsa Indonesia sibuk lomba balap karung, Iran justru meluncurkan 
satelit. Fase baru perkembangan sebuah perang dingin 

  
Tradisi menyambut bulan puasa khususnya di dunia Arab telah berubah terutama 
sejak maraknya stasion-stasion TV satelit dalam rentang waktu dua dekade 
belakangan ini yang lebih menonjolkan hiburan-hiburan di layar kaca untuk 
menunggu waktu sahur. 
  
Tradisi lainnya yang hampir menyeluruh di seluruh dunia Islam adalah 
meningkatnya kebiasaan komsumtifisme yang terkesan berlebihan. Stasion-stasion 
TV satelit menjadi sarana iklan besar-besaran bagi produk makanan menjelang 
bulan Ramadhan tiba. 
  
Karena itu, biasanya sebelum sebelum Ramdhan tiba, bau puasa demikian terasa di 
negara-negara Arab dengan maraknya iklan-iklan sinetron terbaru menarik yang 
siap ditayangkan terutama di malam Ramadhan hingga menjelang sahur agar mata 
siap melek sepanjang malam. 
  
Demikianlah, tradisi yang makin sulit untuk dihilangkan bahkan cenderung makin 
“meriah” yang menyebabkan tujuan puasa La’allakum Tattaquun (menjadi 
hamba-hamba yang bertakwa) makin sulit tercapai. Puasa akhirnya tak lebih 
sebatas menahan lapar dan dahaga. 
  
Menjelang puasa kali ini, ada kejadian penting yang patut dicermati kaum 
Muslimin terlepas dari mazhab dan aliran yang dianutnya. Sekitar dua pekan 
menjelang bulan suci tiba, Iran telah menyebarkan dua pesan ganda, pertama 
ditujukan kepada dunia Barat dan kedua sebagai risalah (pesan) buat kaum 
Muslimin terutama kalangan pakar dan cendekiawan. 
Sekitar pertengahan bulan Sya`ban yang lalu bertepatan dengan bulan Agustus , 
Iran berhasil menguasai teknologi luar angkasa dengan meluncurkan satelit 
buatan sendiri. Teknologi ini tidak kalah pentingnya dengan penguasaan 
teknologi nuklir untuk tujuan damai yang telah dicapai sebelumnya. 
  
Secara kebetulan peluncuran satelit pertama negeri Mullah itu bertepatan dengan 
hari Minggu, 17 Agustus 2008 yang bertepatan dengan peringatan 63 tahun 
kemerdekaan RI yang hampir setiap tahun dimeriahkan dengan berbagai acara yang 
terkesan “hura-hura” yang sudah banyak ditinggalkan negara lain seperti negeri 
jiran kita, Malaysia. 
  
Pada saat bangsa Indonesia sedang asyik dengan aneka hiburan pesta rakyat 
seperti upaya pemecahan rekor panjat pinang, lari karung dan “dangdutan”, Iran 
secara mengejutkan mengumumkan peluncuran satelit pertama sehingga 
memasukkannya dalam daftar 10 negara produsen satelit di dunia disamping AS, 
Rusia, sejumlah negara Eropa, China, Jepang dan India . 
Meskipun teknologi luar angkasa negeri Persia itu masih tahap pemula 
dibandingkan negara-negara maju lainnya, namun yang perlu dicatat adalah, 
keberhasilan tersebut berlangsung pada saat Iran diembargo secara ketat oleh 
Barat sejak sekitar 30 tahun yang lalu. 
  
Iran saat ini mampu menempatkan satelit di orbit seputar bumi dengan ketinggian 
sekitar 600 km. Teknologi balastik yang digunakan untuk membawa satelit ke 
angkasa juga bisa digunakan untuk meluncurkan senjata, namun Teheran menyatakan 
tidak berencana melakukan hal tersebut. 
  
Meskipun demikian, Iran tidak akan ragu-ragu menggunakan kemampuan balastiknya 
guna mempertahankan diri atau untuk membalas serangan luar baik dari Israel 
maupun AS. Komandan Garda Revolusi Iran , Jenderal Ali Ja`fari Rabu (27/8) 
menegaskan tentang hal tersebut. 
  
“Evaluasi strategi yang kita lakukan mengisyaratkan kemungkinan pemerintah 
Zionis (Israel ) melakukan serangan sendiri atau dengan bantuan AS. Bila 
terjadi maka seluruh kawasan terancam sebab Israel tidak memiliki kedalam 
startegis karena berada dalam jangkauan rudal-rudal Iran ,” paparnya. 
  
Pesan kepada Barat 
  
Pesan pertama kepada Barat bahwa Iran secara jelas telah berhasil melepaskan 
diri dari berbagai upaya dan belenggu Barat untuk tetap menjadikan negeri 
Mullah itu sebagai salah satu negara terbelakang di dunia ketiga. 
  
Embargo teknologi secara ketat yang dilakukan Barat akhirnya terbukti tidak 
mampu menghentikan usaha keras negeri kaya minyak Teluk itu untuk menguasai 
teknologi super canggih seperti teknologi luar angkasa yang selama ini hanya 
monopoli negara-negara besar. 
  
Masih teringat pada tahun 80-an dan 90-an abad 20 lalu, ketika Indonesia 
akhirnya urung menjual sejumlah helikopter produk IPTN saat itu ke Iran atas 
desakan AS karena dikhawatirkan dimanfaatkan untuk tujuan militer. 
Negara-negara di dunia yang berada dibawah ketiak Washington pun melakukan 
embargo serupa. 
  
Segala kesulitan yang dihadapi oleh negeri itu tidak membuatnya putus asa 
bahkan saat ini berhasil memproduksi pesawat-pesawat tempur dengan jarak 
jelajah 3 ribu kilo meter non stop tanpa memerlukan pengisian bahan bakar di 
udara. 
  
Ketika TV Iran menayangkan peluncur roket mutakhir yang dapat membawa satelit 
ke orbit, nampak para pemimpin Barat dalam keadaan penuh kekhawatiran dan sikap 
kecewa yang berlebihan. Tidak ada yang tersisa dari Barat untuk mencoba kembali 
menggoyang negeri Persia itu kecuali dengan memutar kembali kampanye sebelumnya 
tentang keanggotaan Iran sebagai poros jahat yang mendukung terorisme. 
  
Di lain pihak sebagian kekuatan Eropa terutama Rusia ditambah Cina, Jepang dan 
India mulai bersikap menerima anggota baru dalam klub nuklir dan teknologi 
angkasa luar. Karena dengan kemampuan Iran ``berswasembada` ` teknologi 
mutakhir, sudah tidak ada lagi manfaatnya untuk mengganjal negeri itu menguasai 
teknologi nuklir dan luar angkasa. 
  
Sedangkan pesan kedua adalah ditujukan kepada negara-negara terkemuka di dunia 
Islam seperti Indonesia , Turki, Mesir , Pakistan dan Saudi Arabia . Pesan ini 
juga ditujukan kepada dunia ketiga di negara-negara Amerika Latin, Afrika dan 
Asia . 
  
Negara-negara tersebut sebenarnya dapat bangkit dengan kemampuan kolektif yang 
mereka miliki selama memiliki political will (kehendak politik) untuk 
menentukan nasib sendiri. Dunia Islam harus segera melepaskan kendala pisikis 
dan semangat juang yang lembek selama ini akibat belenggu Barat. 
  
Dunia Islam terutama negara-negara Arab sebenarnya memilki sumber daya manusia 
(SDM) yang handal di bidang penguasaan teknologi mutakhir. Namun karena situasi 
politik dalam negeri masing-masing yang tidak kondusif, menyebabkan mereka 
lebih memilih dunia Barat sebagai tempat mengamalkan kemampuannya sehingga 
hanya dimanfaatkan untuk kepentingan Barat. 
  
Sudah menjadi rahasia umum sejak lama bahwa lebih dari separo pakar-pakar 
terkemuka di berbagai bidang sains di dunia Barat berasal dari keturunan 
negara-negara dunia ketiga. Dalam konteks ini Iran sering menegaskan tekadnya 
untuk menjadikan kemampuan teknologi yang dimilikinya untuk kepentingan dunia 
ketiga terutama negara-negara Islam. 
  
Persekutuan baru 
  
Prestasi Iran tersebut yang dibarengi dengan perkembangan penting di kawasan 
Laut Hitam terutama “unjuk otot” Rusia di Georgia menghadapi AS dan Barat 
memunculkan wacana persekutuan baru. Bahkan sebagian analis menyebutnya sebagai 
kembalinya perang dingin dalam bentuk lain. 
Seperti dimaklumi rezim Georgia pimpinan Presiden Mikhail Saakashvili adalah 
antek AS yang berusaha untuk menggabungkan negaranya dengan Organisasi 
Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa (EU). Dengan demikian konflik di 
Georgia soal Ossetia Selatan seperti perang antara Rusia dan AS. 
  
Selama dekade terakhir ini pandangan dunia hampir sama bahwa Rusia dibawah 
Mikhail Gorbachev dan Borris Yeltsin telah berubah menjadi sebuah negara 
dibawah pengaruh Barat terutama ditinjau secara ekonomis. Namun Presiden 
Vladimir Putin dan dengan dukungan kuat militer mengembalikan wibawa Rusia 
sebagai salah satu negara besar yang disegani. 
P 
utin mulai mengembalikan wibawa Rusia dan menjadi salah satu unsur penentu 
dalam percaturan dunia menghadapi hegemoni AS. Perang Georgia terakhir dan 
pengakuan Moskow atas kemerdekaan Ossetia Selatan dan Abkhazia makin 
menunjukkan bahwa Rusia merupakan kekuatan yang dapat mengembalikan wibawa 
bekas Uni Soviet pada masa perang dingin dulu. 
  
Perkembangan diatas menunjukkan fase baru sebuah perang dingin antara dua 
kekuatan. Tidak sulit untuk memprediksikan bahwa perang dingin tersebut akan 
meluas sehingga meliputi kawasan Timur Tengah yang membersitkan isyarat akan 
kesediaan Moskow untuk membangun persekutuan strategis termasuk dengan 
bergabungnya Iran dan sebagian negara Arab menghadapi dua sekawan AS-Israel. 
  
Yang masih menjadi pertanyaan apakah ada negara Arab yang menyusul Suriah yang 
berani mengatakan ``tidak`` kepada Washington dalam kondisi negeri adidaya itu 
yang sedang lemah. Dan bagi negara Islam lainnya seperti Indonesia apakah harus 
menunggu dimusuhi AS ``lahir-batin` ` (sebab secara batin AS memusuhi dunia 
Islam) baru bangkit melepaskan diri dari pengaruh AS seperti Iran ??? 
[www.hidayatullah. com] 
  
Penulis lepas, mantan wartawan ANTARA. Kini sedang bermukim di Yaman


      

Kirim email ke