Gay Dan Pancasila
<http://gerakan-gay.blogspot.com/2009/01/gay-dan-pancasila.html>
Parlemen ( DPR nya ) Norwegia menyetujui UU pernikahan homoseksual
ditambah lagi hak untuk mengadopsi anak untuk gay dan inseminasi buatan
untuk pasangan lesbian. Inseminasi adalah memasukkan sperma pendonor ke
dalam organ wanita untuk tujuan hamil dan mendapatkan anak. Dengan
demikian Norwegia menjadi negara keenam di dunia yang melegalkan
pernikahan gay dan lesbian setelah belanda, belgia, kanada, spanyol dan
Afrika Selatan. (Sumber Media Indonesia, 13 Juni 2008)

Keputusan Parlemen Norwegia juga diikuti oleh pengadilan tinggi negara
bagian California di Amerika. Pernikahan sesama jenis ( same sex
marriage ) diputuskan oleh masing – masing negara bagian. California
menjadi negara yang telah melegalkan pernikahan homoseksual setelah
Massachussects dan San Fransisco di Amerika Serikat.

Dari berita diatas menunjukan bahwa akan semakin banyak negara - negara
yang akan melegalkan perkawinan sejenis (Lesbian dan Gay) di Dunia.
Terutama negara - negara yang tergabung dengan Uni Eropa. Yang menjadi
pertanyaannya mengapa negara - negara Eropa lebih toleran terhadap
perkawinan sesama jenis (homoseksual).

Bila kita dapat bandingan Indonesia dan USA, sebenarnya USA hampir sama
dengan Indonesia cara pandangan nya untuk homoseksual. Sama - sama
konservatif, sama - sama Homophobia..Hanya saja yang membedakan adalah
yang satu negara mayoritas Islam dan USA mayoritas Kristen.

Persoalan perkawinan sejenis yang dilegalkan. Jika saya ditanya secara
pribadi tidak setuju diharuskannya legal perkawinan tersebut. Karena
misalnya jika ada legal hukum perkawinan sejanis, maka semua gay dan
lesbian akan menikah dan harus dilegalkan.


Bagi saya ini menunjukkan negara masuk lagi dalam urusan hak - hak
individu warga negaranya. Karena perkawinan adalah sebuah perjanjian dua
orang manusia yang setara. Mau dilegalkan atau tidak itu adalah sebuah
PILIHAN merdeka setiap pasangan bukan sebuah kewajiban yang
diperintahkan oleh negara.



Jadi jangan lagi kejadian seperti kasus kelompok heteroseksual di
Indonesia. Bahwa semua orang yang menikah (laki – laki dan perempuan
) harus dilegalkan. Kalau ada pasangan hidup bersama (laki – laki
dan perempuan) tanpa sebuah ikatan pernikahan "formal" maka akan
dikelompokan dalam hal Zina . Dan akibatnya akan dikriminalkan. Memang
kalau bicara pernikahan legal tetap dibutuhkan untuk melindungi hak -
hak Sipol dan Ekosob pasangan nya. Pada situasi tertentu perkawinan
legal membantu bagi seorang yang menikah pada posisi yang lemah. Yang
biasanya adalah perempuan. Tetapi apabila perkawinan dilakukan dengan
kesetaraan dan keadilan maka sebuah legalitas menjadi sebuah pilihan
saja.



Bicara pernikahan gay dan lesbian di negara - negara Eropa memang bukan
serta merta didapat seperti membalikan telapak tangan. Sejarah di Eropa
yang masa lalu sangat kelam membuat Eropa lebih maju dan banyak belajar
soal diskriminasi. Eropa pernah mengalami masih kelam dengan agam,
dimana pada saat agama masuk ke ranah - ranah publik (negara teokrasi).
Sehingga tokoh - tokoh agama dalam hal ini Gereja banyak mengambil peran
dalam ranah politik praktis. Akibatnya situasi negara kacau balau dan
banyak terjadi diskriminasi di mana – mana. Semua kepentingan
politik selalu mengatasnamakan Tuhan, padahal sebenarnya hanya untuk
kepentingan pribadi saja.




Dari sejarah kelam itu, Eropa bangkit dan akhirnya menjadi negara yang
lebih moderat dan tidak mau lagi mengulangi kesalahan untuk kedua
kalinya. Agama menjadi urusan pribadi masing - masing orang, negara
tidak ikut campur dalam keyakinan warga negaranya. Minimal ini yang aku
pikirkan soal Eropa.



Kalau untuk Afrika Selatan yang juga merestui perkawinan sejenis.
Sepertinya masa diskriminasi Ras dan Etnis di Afrika Selatan menjadi
pelajaran berharga bagi warga negara Afrika selatan. Sehingga Afrika
Selatan bangkit dan tidak mau melakukan diskriminasi yang lain lagi.
Sehingga perkawianan gay dan lesbian direstui menjadi "hadiah"
pengalaman buruk negara tersebut. Lansung maupun tidak langsung
perjuangan Nelson Mandela sangat berharga bagi gerakan gay dan lesbian
di Afrika selatan.



Dari situasi ini bila dilihat dari situasi di Indonesia. Sekarang ini
Indonesia sepertinya akan masuk ke massa di mana agama ikut campur di
politik praktis (Teokrasi). Indonesia yang katanya negara sekuler dan
demokrasi. Tetapi lambat laun sudah mulai menjadi negara yang Teokrasi
pada agama mayoritas.

Indikatornya banyak sekali aturan – aturan atau kebijakan terutama
di daerah yang bernuansa pada tafsir agama tertentu. Baru - baru ini
pada tanggal 30 Desember 2008, DPR RI baru saja mensyahkan UU
Pornografi. Yang jelas sekali nuansanya berbau syariat agama tertentu.
Mengingkari kebudayaan Indonesia sendiri yang sangat sensual.


Walau secara tegas Indonesia bukan negara agama tetapi negara yang
mengakui perbedaan (Pluralis). Perda – perda yang melarang perempuan
keluar malam, mewajibkan memakai jilbab bagi perempuan muslim,
mewajibkan sholat Jumat bagi laki – laki serta sampai
mengkriminalkan kelompok gay dan lesbian seperti pada Perda di Sumsel.
Serta kelompok gay yang digolongkan penyimpangan pada pasal 4 ayat UU
Pornografi.

Ini jelas sekali Indonesia telah masuk sebuah babak baru yang mengerikan
sekali. Babak dimana Indonesia akan masuk pada Teokrasi. Yang anti
terhadap perbedaan, bahwa yang berbeda maka akan dibumi hanguskan.
Peristiwa di negara – negara Eropa ratusan tahun yang lalu akan
masuk di Indonesia sekarang ini. Sudah banyak kita lihat indikasi
kelompok – kelompok yang mencoba membalikan Pancasila menjadi negara
berbadasarkan Syariat. Baik melalui parlemen maupun non parlemen. Sampai
menggunakan kekerasan (seperti kasus 1 Juni 08 di Monas yang dilakukan
oleh FPI, HTI dan teman - teman nya itu).




Pola – pola kerjanya pun bermacam – macam. Dari mulai
menggunakan rumah – rumah ibadah sebagai tempat syiarnya sampai
menggunakan cara – cara kekerasan baik phisik maupun non phisik.
Semua yang dilakukan hanya untuk menegakkan kebenaran Tuhan (menurut
versi kelompok tersebut).



Pemerintahan Indonesia yang lemah dijadikan alat untuk terus
mengembangkan ideologi agama tersebut dimana – mana. Dari mulai
Playgroups sampai ke kampus – kampus. Sehingga Kampus – kampus
negeri pun sudah menjadi "sarang" kelompok – kelompok yang
akan mengubah Pancasila menjadi negara yang berbasis tafsir agama
tertentu.



Sekarang ini semua kebijakan negara harus mengacu pada tafsiran tunggal
tokoh - tokoh agama. Misalnya kalau Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah
bilang Haram dan Dosa maka negara akan mengikuti keputusan itu.


Ini memang menunjukkan bahwa negara sudah sangat lemah sekali sehingga
harus tunduk dengan tafsir kelompok agama tertentu. Misalnya untuk
konteks homoseksual, selagi MUI memfatwakan haram maka negara akan
tunduk. Jadi jika mau bicara legalitas perkawinan gay dan lesbian di
Indonesia menjadi sangat sulit dan "gelap". Tetapi bukan berati
tidak bisa, hanya butuh waktu yang lebih panjang sekali.




Mungkin kelompok gay dan lesbian sekarang masih dapat pergi ke pub dan
ngumpul – ngumpul bersama dengan sekelompok. Tetapi apabila kita
hanya diam dan terlela dengan situasi ini. Maka akan datang jaman barbar
bagi kelompok gay. lesbian, perempuan dan kelompok marginal lainnya di
Indonesia. Otoritas kebenaran dan kekuasaan semua ada di tokoh –
tokoh agama mayoritas. Yang minoritas akan dianggap sesat atau kafir.




Ironis memang pengalaman Eropa tidak pernah menjadi pembelajaran bagi
bangsa Indonesia. Kelompok - kelompok agama konservatif yakin sekali
bahwa morat - maritnya sistem Ekonomi, sosial, budaya di Indonesia semua
akan terselesaikan dengan jawaban SYARIAT ISLAM.

Salam

Toyo
Sekum LSM Our Voice

sumber:
http://gerakan-gay.blogspot.com

Kirim email ke