Dari Ruang Pamer
Keramik Aries BM, Menafsir Wastu (bagian 1) 

16-23 Juni 2009
Bentara Budaya Jakarta 

semoga bermanfaat. salam 




Wastu : bangunan
ruang hidup yang lengkap, menyeluruh, hakiki, sejati dan melingkupi. 

   

Manusia
mengidentifikasikan dirinya berada dan menjadi ruang itu sendiri bersama dengan
ideologi ruang, sejarah ruang, identitas ruang, rasa berkomunikasi , kesadaran
wilayah, kemanusiawian, beserta unsur-unsur material yang lain. Dengan demikian
konsep wastu menuntut kearifan manusia sebagai faktor penyebab dalam
keberlangsungan ruang hidup. 

   

(Albertus
Rusputranto Ponco Anggoro, pegiat forum pinilih dan pengajar di program studi
seni rupa murni ISI Surakarta) 

   

Bagi saya
kembara, kelana, perjalanan adalah perbendaharaan kata yang tak pernah lekang
mengeledakan hasrat dan hati. Perjalanan, pencarian, penemuan diri dalam ruang
dan waktu. Biduk atau perahu barangkali analogi yang cocok menggambarkan hasrat
hati ini. Biduk itu tidak saja membelah laut di samudera luas, tetapi juga di
dunia dalam, dalam batin biduk terus bergerak dan bergulat.  

   

Perahu pada suku
Bajo adalah rumah dan bagian integral ruang hidup, ruang laut yang diakrabinya.
Maka analogi perahu dan sarang lebah, rumah adat hingga kota adalah kesatuan
ruang dan waktu dimana kita mengolah kemanusiaan kita, mencari dan menemukan
sebenar-benarnya manusia. Tentunya didalamnya mengandung pola relasi yang
rumit, antara diri dan manusia lainnya, manusia dan makluk hidup lainnya,
manusia dan alamnya dan pada akhirnya manusia dan penciptanya. 

   

Lebih jauh memperbincangkan ruang hidup, manusia dalam ruang
dan waktu, kita dihadapkan pada dua pilihan. Apakah ruang hidup, ruang dan
waktu yang kita jalani adalah ruang waktu yang bergegas dalam kontrol dan
kendali modal, ruang waktu instumental untuk sekadar numpang ngombe (numpang
minum/hidup) di dunia yang fana ini, pesona gaya hidup yang dekaden atau pola
relasi transaksional, kasarnya ruang dan waktu yang memaksa kita menanggalkan
kemanusian jadi onggokan angka statistik, binatang ekonomi atau mesin
(produksi) ekonomi dan konsumen semata. Sapi perahan, domba korban ketamakan
segelintir orang. 

   

Ataukah kita masuk menjalani, menghidupi dimensi ruang waktu
yang lebih manusiawi dan juga transenden. Hidup berlawan atas penjara-penjara
kesewenangan manusia lainnya. Bila yang kedua menjadi pilihan, maka marilah
kita menjawab ajakan Aries B.M untuk menafsir wastu melalui puluhan karya-karya
keramiknya dan kemudian menghidupinya.

   

Untuk artikel dan
dokumentasi foto selengkapnya silah kunjung 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/07/menafsir-wastu-seonggok-binantang.html
 

   

   

simak juga 

   

Pemanasan Global
: Melampaui Politik dan Ekonomi Yang Membusuk 

Dari Ruang Pamer
Seni Rupa Gasing dan Yoyo 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/search/label/komidi%20putar 

   

Defacement :
Deformasi Atas Ekspresi Manusia Beradab 

Dari Ruang Pamer
Teguh Ostenrik 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/05/defacement-teguh-ostenrik-deformasi.html
 

   

Menunggu Aba-aba : Bayi Bertato, Kepompong dan Pisau Sangkur

Dari Ruang Pamer Haris Purnomo

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/05/menunggu-aba-aba-bayi-bertato-kepompong.html


 

I See Indonesia : Kitab Rupa Untuk Kebangkitan IndonesiaDari Ruang Rupa
Grafis Ayip 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/05/e-book-i-see-indonesia-karya-karya.html





      

Reply via email to