Menakar Potensi
Gerakan Ekstra Parlementer, People’s Power dan Lahirnya Kekuatan Politik
Alternatif yang Tangguh

Titik Lemah Pemerintahan SBY-Boediono :
Koalisi Tambun Yang Tak Disiplin, Disfungsi Presiden dan Presiden Mengambang 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/12/titik-lemah-pemerintahan-sby-boediono.html

Koalisi tambun yang tak disiplin, disfungsi presiden, dan gejala presiden
mengambang adalah sisi-sisi yang sungguh mencemaskan berkaitan dengan kabinet
Yudhoyono-Boediono dan masa depannya. Menegasnya sisi-sisi ini hari-hari ini
membikin siapa pun sebaiknya tak terlalu tergesa membuat proyeksi mengenai masa
depan yang jauh dari kabinet ini. Sebab, jangan-jangan kabinet ini sudah harus
menjalani masa suram dalam masa depannya yang sangat dekat.



Dipetik dari artikel Eep Saefulloh Fatah ”Proyeksi Politik 2010: Koalisi
Tambun, Presiden Mengambang” di Majalah Tempo

 

Magnitudo
Skandal Century dan People’s Power 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/12/magnitudo-skandal-century-dan-peoples.html

Mengingat besarnya
magnitudo skandal itulah beberapa pekan terakhir muncul reaksi keras dari
berbagai kalangan, termasuk unjuk rasa mahasiswa. Mereka kekuatan moral,
intelektual, dan sosial yang berpihak kepada hati nurani rakyat.



Unjuk rasa mereka—juga oleh kalangan lain—bisa memicu people’s power (kekuatan
rakyat) yang positif karena gagal ditunggangi pihak ketiga.



…………

 

People’s power dibutuhkan
ketika kekuasaan membangun tembok pelindung dirinya. Persis 30 tahun lalu pada
hari-hari ini people’s power merobohkan tembok kekuasaan, termasuk Tembok 
Berlin, yang membentengi
rezim-rezim otoriter di Eropa Timur dengan jalan damai.



Melancarkan people’s power melalui metode power to the people, tentu
membelajarkan, menyadarkan, dan memberdayakan rakyat agar tidak terkelabui oleh
skandal Century.



Dipetik dari Kolom Politik-Ekonomi Budiarto Shambazy ”People’s Power” di Harian
Kompas.

 

Tipologi Rezim dan Peluang People Power di
Indonesia 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/12/tipologi-rezim-dan-peluang-people-power.html



Cerita sukses people power umumnya terjadi pada rezim otoriter dengan kapasitas
rendah. Skandal, baik korupsi atau
pemilu, membuka peluang gerakan massa
menyeruak karena kemampuan rezim dalam mengendalikan teritori dan menggunakan
instrumen kekerasan terbatas. Belum lagi jika secara internal timbul keretakan
di kalangan elit. Dengan struktur kesempatan politik yang lebih terbuka,
perubahan rezim menjadi niscaya.



Untuk Asia Tenggara, “berlaku” siklus people power dalam merontokkan rezim
predator--dimulai dari Filipina merambat ke Thailand dan singgah di Indonesia.
Dengan dimotori para veteran people power sebelumnya, Filipina berhasil
menggulingkan Joseph Estrada dan Thailand mengusir Thaksin Sinawatra. Dengan
tipologi rezim hybrid, berkapasitas rendah, serta cenderung lamban dalam
mengambil keputusan, tentunya membuka peluang bagi gerakan people power di
Indonesia. Akankah siklus ini berputar sempurna?



Dipetik dari artikel Luky Djani People Power dan Pergantian Rejim
(pemilu.liputan6.com yang dimuat kembali di indoprogress)

 

Mr.
President, either you’re with us or against us!  

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/11/mr-president-either-youre-with-us-or.html

.................Banyak gossip dan rumors beredar tentang keterlibatan
presiden pribadi dalam kasus pelemahan KPK. Banyak juga yang mengaitkan dengan
kasus bail-out Bank Century. Yudhoyono tidak bisa mengabaikan semua ini dengan
dalih tidak mau mencampuri proses hukum. Seharusnya dia pun tahu bahwa proses 
penegakan
hukum itu sudah dibajak oleh para predator model Susno, Danuri, Ritonga,
Situmeang, Anggoro-Anggodo, dan lain-lainnya itu. Yudhoyono tidak bisa
berpura-pura tidak tahu akan hal ini. 



Untuk itu, sulit untuk memberikan benefit of the doubt [keyakinan bahwa
seseorang itu memiliki itikad yang baik ditengah keraguan apakah dia baik atau
jahat] kepada Yudhoyono. Mungkin Yudhoyono harus tahu bahwa dia sudah
menghabiskan semua trust-capital-nya, karena membiarkan semua ini
berlarut-larut dengan terus menerus menjaga image (jaim). Mungkin harus lebih 
banyak orang berteriak, “Mr.
President, either you’re with us or against us!”***

 

Dipetik dari  artikel
Antonius Made Tony Supriatma Kedaulatan Para Pemangsa (Predators)  di 
Indoprogress





Pemberantasan
Korupsi : Perlu Perubahan Struktur Politik (dan ekonomi), Penegakkan Hukum Saja
Tak Memadai 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/11/pemberantasan-korupsi-perlu-perubahan.html

.......jika terus
mengandalkan aspek penegakan hukum seperti yang selama dilakukan, sangat tidak
memadai. Gerakan anti korupsi lantas menjadi gerakan mengejar koruptor dan
menjeblosan ke penjara. Kelemahan utama dari strategi ini terletak pada
lingkungan hukum itu sendiri. Lembaga, aparatur, perangkat perundangan dan 
prosedur
beracara masih sangat rapuh dan jelas tidak kebal intervensi baik politik,
finansial maupun tekanan secara fisik. Untuk itu perlu ada gerakan yang secara
sistematis berupaya untuk menggantikan elite pemangsa ini dan kemudian merombak
struktur yg mendiskriminasi dan mendominasi. Memang di banyak tempat,
bermunculan upaya gerakan alternatif baik yang bertumpu pada politik elektoral
maupun non-elektoral. Pengorganisasian kelompok korban, marginal, maupun
kepentingan (publik) perlu dijadikan fokus, agar kelompok terorganisir ini
dapat mengimbangi elite pemangsa yngg selama ini mengakuisisi ruang politik.
Tanpa ada perubahan struktur politik (dan ekonomi), level lapangan permainan
antar kelompok kepentingan, agenda pemberantasasn korupsi selalu tergantung 
kepada
belas kasih elite. Lebih tepatnya, kita hanya bertumpu pada keinginan politik
penguasa.



Petikan pernyataan Luky Djani saat diwawancarai Coen dari Indoprogress

Cicak Vs Buaya : Menakar Potensi People Power,
Membandingkan Dengan Gerakan 98? 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/11/cicak-vs-buaya-membandingkan-dengan.html

Namun ada perbedaannya dengan kasus 1998. Pada tahun itu, terdapat barisan
atau organisasi pelopor (vanguard organization), sedangkan di tahun 2009, yang 
ada
hanyalah kelompok penekan (pressure group). Kedua hal itu jelas berbeda.
Barisan atau organisasi pelopor terus berusaha memimpin dan menaikkan derajat
perlawanan hingga sampai pada isu tertinggi yang bisa dicapai. Sementara
kelompok penekan, hanya akan tetap peduli pada isu reformis biasa. Praktiknya
nyata di lapangan, kelompok pelopor terus mengancam rezim dengan gelombang aksi
massa yang besar dan seringkali berakhir dengan bentrokan, maka aksi kelompok
penekan hanyalah sampai pada penggalangan massa, membaca pernyataan sikap, lalu
duduk atau berdiri sambil berjoget atau sambil menonton acara musik.



dipetik dari
artikel Putut EA di Indoprogress, “Akankah SBY Jatuh?”



Masyarakat kelas menengah yang bergerak juga masih terbatas pada pekerja
pers, aktivis mahasiswa, dan lembaga swadaya masyarakat dengan beragam motif
yang berserak. Bandingkan dengan gerakan 1998, yang melibatkan pekerja-pekerja
berdasi (white collar), para buruh, sampai kaum tani yang tidak lagi bisa
membeli pupuk. Teori stabilitas ekonomi mutlak berlaku, yakni apabila mahasiswa
masih bisa membeli pulsa dan membayar kamar-kamar kosnya, serta tidak membuat
dapur umum di kampus-kampus dengan menu Indomie, maka kolaborasi gerakan kelas
menengah dengan kelas bawah tidak akan terjadi. Krisis ekonomipolitik 1998
menyebabkan banyak mahasiswi tidak lagi bisa membeli bakso, apalagi\ bedak dan
tiket nonton. Bayangkan juga bagaimana kaum ibu bergerak membawa panci, sendok,
dan garpu ke jalanjalan dengan tujuan menurunkan harga. Di kalangan aktivis,
harga dipelesetkan menjadi "Soeharto dan keluarga".



dipetik dari artikel Indra J. Piliang di Koran Tempo ”Utak-atik People Power”



Situasi kacau kelembagaan negara akibat perseteruan ”buaya lawan cicak”
secara cerdik sedang dimanfaatkan oleh istana....



Langkah-langkah catur istana itu mengesankan bahwa SBY sengaja menghindari
keterlibatan langsung dalam situasi konflik yang terjadi. Dengan posisi yang
seolah membela semua pihak yang terlibat konflik, SBY ingin menunjukkan dirinya
adalah pengayom, baik bagi KPK, DPR, Polri, maupun kejaksaan.



Bahkan, dalam penyelesaian konflik kelembagaan itu pun SBY menghindari
menggunakan langsung tangannya, tetapi lebih memilih membentuk Tim Delapan.
Selain menjalankan tugas mencari fakta dan klarifikasi proses hukum
kriminalisasi KPK, Tim Delapan sekaligus menjadi bemper istana dalam berhadapan
dengan masyarakat dan semua lembaga yang sedang berseteru.



Dengan
cara ini, Presiden SBY tak akan tersentuh dan bersentuhan langsung dengan arena
perseteruan. Jika istana sengaja menciptakan langkah catur itu, drama ”Buaya
lawan Cicak” justru sedang memasuki fase baru yang lebih anarkistis. Situasi
ini harus diwaspadai karena akan membuka peluang bagi lahirnya pola pengelolaan
kekuasaan yang antidemokrasi.



dipetik dari artikel Wawan Mas’udi di
harian Kompas "Langkah Catur Istana"

Skandal
Korupsi : Krisis Kepercayaan Terhadap SBY = Mengikis Posisi Hegemonik
Neoliberalisme?? 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/12/skandal-korupsi-krisis-kepercayaan.html

Dari perkembangan isu kriminalisasi KPK dan skandal
bank century, sebuah potensi oposisi sosial secara lebar muncul. Penyebabnya,
banyak pihak yang merasa kecewa dengan sikap lamban dan mengambang SBY,
khususnya kalangan menengah dan atas. Akibat dari ketidaktegasan tersebut,
sebuah pesimisme terhadap keterpurukan institusi penegak hukum dan masa depan
pemberantasan korupsi, telah berkembang menjadi ketidakpercayaan terhadap
pemerintahan secara umum.

Ketidakpercayaan ini berhasil mengikis posisi
hegemonik ideologi neoliberal, yakni sebuah sistim ekonomi yang disebut-sebut
sangat memerangi korupsi. Pada kenyataannya, murid-murid terbaik dan paling
setia mereka justru tersangkut paut dalam skandal perbankan yang berbau
kriminal. Sementara SBY-Budiono, yang sempat melejit dengan isu pemerintahan 
bersih,
kini terdegradasi karena disangka melindungi koruptor dan penegak hukum nakal.

Dipetik dari artikel Rudi Hartono Isu Korupsi dan Prospek
Gerakan Anti Neoliberal 

di Berdikari.Online 

 

Partai Politik Yang Tidak Perlu Massa-Rakyat,
Kini Menuai People Power? 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/12/partai-politik-yang-tidak-perlu-massa.html

Partai catch-all tidak memerlukan massa. Untuk dipilih ia memerlukan
teknik untuk memanipulasi. Itu dilakukan lewat image. Tidak begitu 
mengherankan, jika pengeluaran partai yang
paling besar adalah untuk biaya iklan, konsultan, dan kontraktor politik.



Partai ini tidak perlu
kelas menengah, apalagi kelas buruh militan. Tidak juga ideologi. Kalaupun
mungkin perlu label ideologi, maka pragmatisme adalah ideologinya.





Pada akhirnya, yang
hilang di sini adalah massa-rakyat. 

Dipetik dari
artikel A. Made Tony Supriatma Politik Yang Tidak Perlu Massa-rakyat di
Indoprogress.

 

Mengakhiri Sandiwara Politik; Merebut Panggung Politik
2014

Konsolidasi Gerakan Sosial : Inisiatif
Lokal Atasi Kebuntuan Di Tingkat Nasional 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/12/konsolidasi-gerakan-sosial-inisiatif.html

........gerakan sosial
perlu melakukan upaya serius setidaknya untuk lima tahun mendatang, agar
sandiwara politik ini tidak terulang lagi. Berkaca pada kelemahan gerakan
sosial yang terjadi sekarang, dibutuhkan setidaknya, pertama, karena 
keterputusan antara NGO dan massa, maka
dibutuhkan aksi kolektif dari organisasi yang bermain di aras ruang antara
untuk menyiapkan sebuah organisasi koalisi strategis yang mengombinasikan
pembentukan identitas politik kolektif ala NSM (new
social movement-NSM), dengan optimalisasi
potensi struktural untuk merebut ruang politik melalui pengorganisasian ala RMT
((resource mobilization theory-RMT).
Dengan tersedianya identitas kolektif dan ruang politik, maka energi politik
yang dihasilkan akan semakin besar. Kedua,
dibutuhkan wilayah kerja yang tidak terlalu luas. Upaya pembangunan koalisi
besar selama ini terbukti gagal, karena luasnya cakupan isu maupun sektor
kerja. Selain itu, wilayah kerja yang sangat luas juga adalah faktor utama
kegagalan ini. 



Dipetik
dari artikel Saiful Haq di indoprogress “Mengakhiri Sandiwara Politik : Gerakan
Sosial dan Insiatif Politik Lokal”







salam pembebasan

 

andreas iswinarto

 





      

Kirim email ke