BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
900 Kondomisasi Bukan Solusi Cegah Penyebaran HIV/Aids

Acquired Immunodeficiency Syndrome (Aids) merupakan kumpulan gejala penyakit 
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut Human 
Immunodeficiency Virus (HIV). Menurut EYD singkatan HIV seluruhnya dituliskan 
dengan huruf kapital, karena singkatan itu semuanya diambil dari huruf pertama, 
sedangkan Aids tidak demikian halnya, sehingga hanya huruf pertama saja yang 
ditulis dengan huruf kapital. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang 
menimbulkan Aids. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang 
bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang 
disebut "sel T-4" atau disebut juga "sel CD-4".

Yang patut disesalkan seperti apa yang saya pernah saksikan sendiri, dalam 
rangka kegiatan penyuluhan HIV/Aids, panitia pelaksana (LSM) mempertontonkan 
kondom di luar ruangan sidang, bahkan ada anggota panitia yang membagi-bagikan 
kondom kepada para remaja. Aktivitas ini patut dihentikan karena dapat merusak 
akhlaq remaja utamanya bagi para ABG (anak baru gede), mereka diberi keberanian 
untuk berzina. Kalau di barat itu bukan masalah, yaitu bagi mereka yang 
menganut filsafat permissiveness, kebebasan sex. 

Proteksi dengan kondom (kondomisasi)sama sekali tidak aman, karena teknologi 
kondom dibuat dari karet lateks, di mana pori-pori karet lateks itu berdiameter 
0,003mm, sedangkan ukuran virus jenis HIV diameternya 0,000001mm (data ini dari 
Dokter Dadang Hawari). Perbandingan keduanya adalah seperti pintu gerbang yang 
besar dengan seekor tikus. Logikanya "tikus" dengan sangat mudah bisa 
mondar-mandir di pintu gerbang yang sangat besar itu tanpa halangan sedikitpun.

Di samping refernsi dari pak Dadang, ini saya tambah referensi lagi:
http://www.arrahmah.com/index.php/news/read/2715/mer_c_tolak_pekan_kondom_nasional
MER-C mengingatkan bahwa data menunjukkan bahwa ukuran pori-pori kondom adalah 
1/6 mikron, sedangkan virus HIV 1/250 mikron, itu sebabnya virus HIV bisa 
sangat leluasa menembus kondom. 

Di lapangan untuk menujukkan keampuhan kondom, penganjur kondomisasi mengisi 
kondom dengan air, atau meniupnya seperti balon. Tidak ada air ataupun udara 
yang keluar. Ini jawabannya: Coba simpan ban sepeda lama-lama, insya-Allah itu 
akan kempes sekempes-kempesnya, alias semua udara di dalamnya habis 
sehabis-habisnya !!!

***

Grafik pertumbuhan HIV/Aids yang menanjak harus dipatahkan dengan filosofi: 
kejahatan terjadi karena bertemunya niat dan kesempatan. Alhasil, memperbaiki 
niat dan membuat mekanisme penghalang kesempatan.

Memperbaiki niat dengan Firman Allah:  
-- WLA TQRBWA ALZNY ANH KAN FAhSyt WSAa SBYLA (S. BNY ASRAaYL, 17:32), dubaca: 
-- wala- taqrabuz zina- innahu- ka-na fa-hisyatan wasa-a sabi-lan, artinya:
--  Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu keji dan jalan yang 
amat jahat. 
Mendekati saja dilarang, terlebih-lebih larangan melakukannya. Inilah metode 
preventif yang paling efektif untuk memperbaiki niat.

Dan mengenai membuat mekanisme penghalang kesempatan, yaitu:
Pertama, menurut pasal 284 KUHP, yang diancam pidana paling lama 9 bulan hanya 
yang bermukah (overspel = keliwat main), yaitu laki-laki ataupun perempuan yang 
telah kawin yang melakukan zina (ayat 1), hanya delik aduan artinya tidak 
dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami ataupun isteri yang 
tercemar (ayat 2), pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam 
sidang pengadilan belum dimulai (ayat 4). 

Pasal 284 tersebut harus diganti dengan undang-undang yang lebih efektif untuk 
mencegah hubungan seks secara liar. Betapa tidak! hubungan seks suka sama suka 
bagi yang masih gadis/bujang tidak dapat disentuh oleh pasal 284 KUHP. Juga uu 
itu bukan pezina saja yang mesti dituntut, akan tetapi orang ataupun badan 
usaha yang berbisnis seks harus pula mendapat sanksi yang keras untuk 
penggentar. Yaitu yang masih gadis/bujang dan pelacur yang belum bersuami 
dicambuk 100 kali, serta muncikari dan pengusaha bisnis seks selain dicambuk 
100 kali ditambah pula dengan sanksi hukuman penjara minimal 10 tahun. Hidung 
belang yang telah diikat tali perkawinan serta pelacur yang bersuami dirajam.

Kedua, arus globalisasi memperlancar datangnya wisatawan manca-negara (Wisman) 
yang menghasilkan devisa, tetapi membawa HIV. Jika terdapat dua kriteria yang 
saling bertentangan, yang dalam hal ini penghasil devisa dengan pembawa HIV, 
maka pendekatannya melalui tinjauan skala prioritas, yaitu sesuai dengan qaidah 
dalam ilmu fiqh, "menolak mudharat lebih diprioritaskan ketimbang menarik 
manfaat". Menolak HIV lebih diprioritaskan ketimbang memperoleh devisa. 

Ketiga, Pemda harus selektif mengeluarkan izin tempat-tempat hiburan malam dan 
memperketat pengawasannya, agar tempat hiburan malam tidak merupakan tempat 
maksiat pelacuran berselubung. Aktivitas ini tetap berlangsung, karena tidak 
ada aturan sanksinya menurut hukum dalam batas kewenangan Pemda. DPRD harus 
menterjemahkan nilai moral ke norma hukum ke dalam Peraturan Daerah yang 
mempunyai kekuatan yang mengikat dengan sanksi yang keras dan penutupan usaha 
maksiyat itu. 

Keempat: Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi dengan sanksi yang keras. 
WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 6 Desember 2009
      [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2009/12/900-kondomisasi-bukan-solusi-cegah.html


 

Kirim email ke