Pertama dengan ini mang Ucup hendak hendak mengucapkan banyak terima kasih atas komentar-komentar maupun masukan-masukan berharga yang telah diberikan kepada Mang Ucup.
Pertanyaan: “Apakah Anda sudah siap untuk mati sekarang ini juga?” Saya yakin haqul yakin hanya sebagian kecil saja yang sudah benar-benar siap dan ikhlas untuk mati segera, sedangkan sebagian besar pasti akan nawar mohon diperpanjang waktu resident permit dengan berbagai macam alasan. Jadi kesimpulannya kematian itu adalah suatu hal yang dipaksakan, wong masih pengen hidup kok disuru mati. Kebalikannya ada pula beberapa gelintir orang yang kebelet ingin buruan koit diantaranya mang Ucup yang merasa dipaksakan harus hidup terus. Untuk kebutuhan ini di Belanda mereka mendirikan organisasi yang disebut “Out of Free Will” tujuan utama dari organisasi ini adalah memberi kebebasan kepada siapa saja untuk melakukan bunuh diri dengan bantuan Dr. Negara yang sudah mengijinkan cara ini adalah Swiss maka dari itu juga Swiss adalah negara turist bagi mereka yang ingin bunuh diri. Mungkin kedengarannya absurd dan tidak etis, tetapi lihat saja dengan undang-undang abortus maupun Eutanasia. Hal ini juga pada awalnya dibilang tidak bermoral, tetapi kenyataannya sekarang sudah dihalalkan dan dipraktekan dibanyak negara. Michel Foucault (1926 -1984) filsuf dari Perancis berpendapat, bahwa bunuh diri adalah "keputusan yang simpatik". Sehingga ia mempunyai cita-cita seandainya ia menang lotere, maka uang tsb akan digunakan untuk membangun sebuah institusi atau training center buat latihan bunuh diri. Bagi mereka yang ingin bunuh diri silahkan tinggal seminggu atau sebulan menikmati institusinya secara gratis agar setelah itu bisa melakukannya dengan cara Do-It-Yourself. Apabila Anda membutuhkan buku pembimbing bagaimana caranya bunuh diri dengan baik silahkan baca buku dari The Complete Manual of Suicide karangan Wataru Tsurumi atau klik: http://en.wikipedia.org/wiki/The_Complete_Manual_of_Suicide Suicide atau bunuh diri dalam bahasa Inggris diserap dari bahasa Latin Suicidium (sui = sendiri, caedium = bunuh) Orang bunuh diri bukan hanya karena alasan ekonomi saja; dimana terbuktikan orang berduit juga bisa bunuh diri misalnya Konglomerat Manimarem yang terjun bebas dari tingkat 56 sebuah hotel. Begitu juga dengan wong pinter seperti Ernest Hemingway ataupun pelukis Vincent van Gogh. Dan satu pendapat yang salah bahwa orang bunuh diri itu adalah orang yang sakit jiwa, buktinya mbahnya dari semua Phisiater Sigmund Freud juga melakukan bunuh diri. Lucunya berdasarkan statistik di Jerman ternyata para Dr Medis yang melakukan bunuh diri lima kali lipat jauh lebih banyak daripada orang awam. Memang benar, bahwa membunuh itu dari segi agama dilarang, tetapi dilain pihak mereka menyetujui dan merestui pembunuhan pada saat terjadi perang. Urusan bunuh diri itu adalah urusan pribadi dan tidak akan ada yang bisa menghalanginya jadi kalau mang Ucup udah kebelet ingin buruan koit, silahkan saja ia modyar bunuh diri Emangnya Gw Pikirin! Tujuan utama dari tulisan ini untuk mengajak para pembaca merenungkannya sejenak: “Kenapa orang punya hak untuk hidup, tetapi kebalikannya tidak punya hak untuk mati?” Adik ipar saya Joyce barusan saja meninggal dunia pada bulan yang lampau, ia harus mati menderita, karena dipaksakan untuk hidup. Ia menderita kanker stadium empat, tetapi sebelumnya meninggal atas anjuran Dr ia harus dioperasi. Ia dioperasi berat sebanyak tiga kali berturut-turut dalam jangka waktu tiga minggu, tetapi akhirnya toh harus mati juga. Kenapa ia tidak diberi kesempatan untuk bisa mati secara wajar agar bisa hidup lebih lama lagi, walaupun mungkin hanya untuk beberapa bulan sekalipun? Kita heboh dan melakukan diskusi sengit mengenai masalah bunuh diri dengan alasan, bahwa bunuh diri itu sama seperti juga merusak/menghancurkan ciptaan dari Sang Pencipta, tetapi tidak pernah mau pusing ataupun terpikirkan mengenai masalah penghancuran lingkungan dimana jutaan hektar hutan dibakar yang mengakibatkan puluhan ribu satwa punah mati terbunuh. Memang kelihatannya bahwa tindakan bunuh diri ini bukanlah tindakan yang egoist, seakan-akan ingin membantu meringankan beban keluarga yang ditinggalkan, tetapi apakah istri dan anak-anak saya sudah siap dan mau ditinggalkan oleh saya, dimana saya masih dalam keadaan sehat waalfiat tidak kurang suatu apapun juga? Bukankah dengan tindakan bunuh diri ini secara tidak langsung saya menyengsarakan hidup mereka? Kita harus bisa menerima untuk dilahirkan di dunia ini, tanpa ada hak untuk menawar ataupun mendiskusikannya terlebih dahulu, maka dari itu; mau atau tidak kita juga harus siap untuk menerima kewajiban agar bisa hidup terus, sesuai dengan keinginan dari yang menciptakannya. Disamping itu tujuan dari hidup kita di dunia ini bukannya untuk diri sendiri, melainkan berusahalah untuk melayani dan membantu orang-orang disekitar kita, selama kita masih mendapat kesempatan untuk bisa hidup. Hal inilah yang membuat mang Ucup jadi berpikir kembali. Sambil mendengarkan lagu dari -Donn’t Try Suicide- dari Queen yang ditulis oleh Freddie Mercury dan merenungkan pertanyaan: Be or not to be? seperti yang diajukan oleh Hamlet dalam drama Shakespeare. Mang Ucup Email: mang.ucup<at>gmail.com Homepage: www.mangucup.org