Saudaraku dan Rokok

( dan cerita tambahan tentang sms di ujung cerita )

 

Written by : Ruli Amirullah

 

Assalamualaikum Wr Wb,

 

Dear all,

Sekarang ceritanya bukan tentang
tempat. Tapi tentang rokok. Salah seorang saudara yang ikut umrah, hobbynya
adalah merokok. Tidak peduli tulisan di kemasan yang mengingatkan bahaya rokok.
Apalagi tulisan di angkot yang berbunyi “dia yang ngerokok kok kita yang mati”.
Baginya (dan juga jutaan perokok lainnya) rokok adalah kenikmatan yang susah
untuk dilepas. Maka sewaktu umrahpun, dua pak rokok dia masukkan kedalam tas. 

 

Agak maksa memang, karena di
Makkah dan Madinah, merokok sudah menjadi barang haram. Karena itu tidak ada
tempat buat melakukan aktivitas bakar membakar itu. Satu-satunya tempat mungkin
hanya di kamar hotel. Tapi, karena ia tidur dengan beberapa orang yang tidak
suka rokok, maka sebagai minoritas dia terpaksa menghormati kebiasaan para
mayoritas. Alhasil, diapun memilih untuk berdiam diri lebih lama di dalam kamar
mandi hotel. Untuk merokok tentu saja.

 

Itu rencana awal. Karena ternyata
kejadian yang ada tidak bisa selalu sesuai dengan rencana awal. Ternyata sulit
baginya untuk merokok. Ada
aja kejadian yang membuatnya gagal atau ilfil untuk itu. Kadang ada rokok, gak
ada korek. Ada
korek, rokoknya gak bawa. Ada
yang ngasih rokok, eh rokoknya jatuh dan basah jadi ga bisa nyala. Terus pernah
seperti ini, rokok sudah ada, korek api pun siap untuk dinyalakan, tempat sudah
ada, kok ya ndilalah pas dinyalain tanganya malah kebakar… huhuhuhuhu…

 

Mau merokok kok susah bener,
begitu pikirnya…

 

Untung orangnya termasuk yang
open minded dan gak gampang ngambek. Jadi alih-alih dia menyesali nasib dan
nangis sesenggukan di toilet,  dia  mencoba untuk intropeksi diri.
Kemudian malah merasa bahwa mungkin ibadah umrah yang dia lakukan tak
seharusnya digabung dengan isapan rokok. Jadi, ya sudahlah.. tinggalkan rokok
dulu (paling tidak untuk sementara…. He hehe…)

 

Eh tapi lucu ya.. kalo lagi di
Arab, kita pasti suka ‘membuka mata hati lebar-lebar’… kehilangan uang pasti
mikir dosa apa setelah itu tobat, kehilangan sandal mikir kesalahan apa setelah
itu tobat, nyasar  mikir mikir setelah
itu tobat… bagus deh..  Tapi biasanya,
kalo dah sampe rumah, kebiasaan itu gak lanjut dah.  Tobat jadi barang mahal 
lagi. Gimana gak
mahal, mikir tobatnya masih kapan-kapan aja pas haji atau umrah. Hehehe….

 

Ngomong-ngomong soal tobat. Jadi inget.
Aku baru saja sms-an dengan seorang teman lama. Talk about life. Memang sih ga
ada hubungannya ama rokok. Tapi aku malas ganti email. Jadi lanjut aja ya. 
Lagian
kalo ada dua email aku kirim hari ini, ntar pada bosen duluan liatnya. Hehe..
Lanjut ya teman… Aku bertanya pada dia, pernahkah dirinya merasa terpuruk? Ini
sebenarnya pertanyaan pembuka. Karena aku ingat, dia pernah bercerita tentang
masa-masa ia terpuruk. Maka ketika ia menjawab ‘pernah’, aku akan kembali
bertanya mengenai caranya untuk bangkit dari keterpurukan itu. Tapi ternyata
bukan jawaban simple ‘pernah’ yang ia berikan. Agak panjang ternyata, Dijawabnya
begini :

 



Rasanya
gak pernah terpuruk ya. I’m still survive. Cuma seperti jet coaster aja. Naik,
terhempas, naik lagi. Yang jelas disaat menjelang kritis, selalu Allah membuka
pintu tol yang lebih lebar



 

Wew.. ternyata hal yang dulu
pernah ia ceritakan dianggap bukan suatu keterpurukan bagi dia. Itu hanyalah
suatu episode kehidupan yang harus ia lalui. Sama halnya ketika berada diatas,
berarti itu juga bukan suatu kegemilangan. Itu bagian dari cobaan. Tapi jawaban
dia akhirnya membuka pikiranku untuk bertanya lebih lanjut. Ok, andai kita
berada dibawah karena cobaan dariNYA, aku yakin bahwa DIA akan memberi kita
jalan keluar. Selalu ada lapang menyertai sempit bukan? Mudah menyertai sulit.
Obat menyertai penyakit. Tapi, bagaimana bila kita terhempas karena kebodohan
yang kita lakukan sendiri? Kita terhempas karena kesalahan kita sendiri. Kitanya
aja yang bego terjun kedalam kesalahan tersebut. Maka masihkah ada jalan keluar
yang disediakan olehNYA?

 

Dan jawaban ia dalam hitungan
detik adalah, 

 



Allah
Maha Pengampun. Tobat dan sedekah obatnya. Saya yakin saya juga banyak dosa. 
Makanya
saya upayakan rajin minum obat. Sholat Dhuha setiap hari, sedekah setiap ada
rejeki. Dzikir sebanyak-banyaknya. Insya Allah…



 

Wah.. benar juga! Jalan tol untuk
kembali ke jalanNYA sebenarnya selalu tersedia bagi kita. Betapapun dosa dan
kesalahan kita, selama kita mau untuk kembali ke jalanNYA, hal itu selalu
terbuka bagi kita. Tinggal kitanya saja, mau atau tidak masuk ke dalam gerbang
tol jalanNYA, dan mengambil tiket masuk dengan cara tobat tersebut. Dengan
tobat, maka kita seperti mendapat karcis untuk kemudian bisa melewati pintu tol
jalanNYA…

 

Aku mengangguk-angguk membaca
pesannya. Walau aku tau, teman di ujung sana tidak akan melihat anggukanku
tersebut. Seolah memperkuat pesan yang tadi aku baca, dalam saat yang hampir
bersamaan, mataku pun melihat status seorang teman di FB. Statusnya tertulis:

 

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberinya
jalan penyelesaian, dan memberinya rezeki dari yang tiada disangka-sangkanya.

 ( QS. At Thalaq: 2-3 )



 

Wew…

Sebagai penganut keyakinan bahwa
tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Aku merasa jawaban temanku tadi ditutup
oleh penegasan yang mantap. The answer of all my questions… thanks GOD!


 

Wassalam

Ruli Amirullah
Ditulis sambil mikirin banyak hal, di Jakarta 23/04/10



Kirim email ke