Sumber: http://bataviase.co.id/node/330877


Sastra Bebas
07 Aug 2010

 
MENULIS tidaklah sulit. Yang utama dibutuhkan adalah keragaman topik,  
kebebasan 
dalam menuangkan perasaan, sikap dan penilaian terhadap  kondisi aktual.
Setidaknya itulah yang coba disampaikan Heri Latief, Mira Kusuma, dan  
Leonowens 
SP dalam bukunya. Sastra kebebasan dan Peradaban Kemanusiaan,  yang diterbitkan 
Bisnis 2030 pada Mei tahun ini.
"Jika seseorang tidak merasa bebas, setidaknya gagal memproduksi  karya yang 
punya kelayakan. Oleh karena itu, karya sastra merupakan  wadah yang tepat 
untuk 
menampung aspirasi kita sehari-hari," ujar Heri.
Dari sini menulis bisa dituangkan dengan cara beragam mulai dari  esai, prosa, 
liris, puisi, cerpen maupun esai liris. Sama halnya seperti  yang ditampilkan 
dalam buku mereka setebal 236 halaman ini.
Pengalaman mereka selama tinggal di Amsterdam, Belanda, dijadikan  suatu 
inspirasi dasar. Perbandingan dengan Indonesia adalah daya tarik  yang 
disampaikan ketika kita membaca buku ini.
Mulai dari konflik antarkaum pendatang dan inlander, konflik agama,  penaganan 
kemiskinan, watak kelas pedagang, toleransi, dan kebebasan  memilih hidup 
sangat 
tercermin dalam buku ini.
Saking bebasnya, dalam buku ini dengan lugas diulas Monumen Homo  berbentuk 
segitiga di depan Gereja Westerkerk. Amsterdam sendiri pernah  diberi julukan 
Kota Sodom dan Gomorah yang punya serikat pekerja  pelacur.
"Kebebasan sama dengan kebahagiaan, demikian kata orang sana," ujar Heri.
Salah satu contoh cerita jadi Gembel di Negara Kaya, Heri Latief  mencoba 
mengangkat kasus seorang gembel, pemabuk, pecandu crack kelas  berat, miskin, 
dan suka nyolong. Semua itu ditangani negara dengan  sistem yang rapi dan 
manusiawi.
Para gelandangan, pecandu, dan pemabuk ternyata diberikan asrama  spesial. 
Anehnya lagi, mereka ditangani berbagai LSM yang mengurus soal  makan, minum, 
WC, dan tempat tidur. Mengelola cara hidup kaum  gelandangan, agar hidup mereka 
tidak semakin berantakan menjadi sebuah  alasan utama.
Dalam tulisannya, Heri menambahkan, penyakit orang di negara kaya  adalah 
miskin 
ilmu kebatinan. "Batin yang miskin bisa mengubah orang  jadi sengit seperti 
layangan salah talikama." C/M-l)

 
http://sastrapembebasan.wordpress.com/
http://tamanhaikumiryanti.blogspot.com/
Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   


      

Reply via email to