Perih Menyayat Hati

By: M. Agus Syafii

Luka itu terasa teriris perih menyayat hati. Sosoknya perempuan yang sederhana, 
selalu tersenyum namun rapuh. Sekian tahun lalu dirinya berpisah dengan 
suaminya, tidak pernah dia membayangkan pernikahan itu hancur begitu saja tanpa 
disadari. Suami terpikat dengan perempuan lain. Disaat dirinya tersadar, semua 
terlambat, palu telah diketuk dan dia menjalani hari-harinya dengan luka perih 
dihati, hanya putri yang masih kecil ikut bersamanya. Harta, rumah, deposito 
bahkan mobil dibawa oleh sang suami.  Derita itu seolah tak ujung, dengan 
bercucuran air mata dalam kesendirian harus menjaga putrinya yang tengah 
terbaring lemah di rumah sakit dan ketika putrinya bertanya, 'Ma, ayah mana? 
Kok nggak nengok putri?' Kata-kata yang keluar dari bibir mungil tak mampu 
dijawabnya, hanya isak tangis yang terdengar. Setelah sepekan menunggu di Rumah 
Sakit, dirinya menyaksikan bagaimana putri yang dicintainya menghembuskan napas 
terakhir. Didekap dalam pelukan. Tak
 kuasa untuk bisa menahan derita bagaimana harus menjalani hidup. 

Sejak itu, dia selalu mengurung diri dalam kamar. Tak peduli siang, malam. Hari 
terus berlalu, yang ada hanyalah mengusap air mata dalam kesendirian, diam 
membisu dalam doa. 'Ya Allah, dimanakah Engkau? Kenapa Engkau timpakan ini 
semua kepadaku?' Dua bulan berlalu begitu cepat, wajahnya terlihat lebih kurus, 
tanpa makan dan hanya sedikit minum. Mukena yang dipakainya sudah terlihat 
usang. Bibirnya mengering sudah tidak lagi teringat berapa kali istighfar 
diucapkan. Memohon ampun kepada Allah. Ditengah kondisi tubuhnya melemah, 
seorang ibu datang menyuapi dirinya dengan bubur ayam. Kata-katanya begitu 
menguatkan hati, tidak mampu berkata apa-apa, hanya terisak tangis pilu. Pada 
saat itulah dirinya belajar untuk menerima realitas hidup. Kedatangan dirinya 
bersama seorang sahabat ke Rumah Amalia untuk bershodaqoh dengan berharap Allah 
menyembuhkan luka dihatinya. 

Dirasakan di dalam hatinya terasa ada kehangatan yang mengalir, memberikan 
kesejukan dan ketenteraman. Dia tahu, bahwa dirinya tidak sendiri, banyak 
perempuan yang mengalami seperti dirinya. Dia merasakan luka itu perlahan-lahan 
sembuh. Berulang kali mengucapkan syukur alhamdulillah, seolah dia mengerti 
maksud Allah, menjadi lebih mengerti kasih sayang Allah kepada dirinya. Yang 
manis mampu membuatnya tersenyum, kepahitan tidak lagi mampu membuat hatinya 
terluka. Dirinya tidak lagi terjebak pada masa lalu dan tidak menyesali apa 
yang telah terjadi. 'Saya yakin Allah, memberikan yang terbaik bagi setiap 
hambaNya.' tuturnya sore itu di Rumah Amalia. Wajahnya berbinar penuh senyuman. 
Kebahagiaan itu hadir di dalam hatinya dalam keridhaan Allah Subhanahu Wa 
Ta'ala.

'Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia orang yang 
berbuat kebaikan maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali 
yang kokoh. Dan hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.' (QS. Luqman : 22).

Wassalam,
M. Agus Syafii
--
Yuk, hadir di kegiatan 'Salam Amalia (SALMA)' jam 8 s.d 11 siang, Ahad, 26 Juni 
2011,  Bila  berkenan berpartisipasi buku2, Majalah, buku Pelajaran, peralatan 
sekolah, baju layak pakai. Kirimkan ke Rumah Amalia.  Jl. Subagyo IV blok ii, 
no. 24 Komplek Peruri, Ciledug. Tangerang 15151. Dukungan & partisipasi anda 
sangat berarti bagi kami. Info: agussya...@yahoo.com atau SMS 087 8777 12 431

Kirim email ke