Islam yang bermuatan: aqidah (pokok keimanan), jalannya hukum dan akhlaq, 
meliputi cakrawala yang luas, yaitu petunjuk untuk mengatur baik kehidupan 
nafsi-nafsi (individu), maupun kehidupan kolektif dengan substansi yang 
bervariasi seperti keimanan, ibadah ritual (spiritualisme), karakter 
perorangan, akhlaq individu dan kolektif, kebiasaan manusiawi, ibadah 
non-ritual seperti: hubungan keluarga, kehidupan sosial politik ekonomi, 
administrasi, teknologi serta pengelolaan lingkungan, hak dan kewajiban 
warga-negara, dan terakhir yang tak kurang pentingnya yaitu sistem hukum yang 
teridiri atas komponen-komponen: substansi aturan-aturan perdata-pidana, 
damai-perang, nasional-internasional, pranata subsistem peradilan dan apresiasi 
hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang berakhlaq. Semua 
substansi yang disebutkan itu bahasannya ada dalam Serial Wahyu dan Akal - Iman 
dan Ilmu. Maksudnya Wahyu memayungi akal , dan Iman memayungi ilmu. 

one liner Seri 490
insya-Allah akan diposting hingga no.800 
no.terakhir 977
*******************************************************************

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
 
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
490. Tragedi Berdarah 14 Juni dalam Pra Peradilan

Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini 
setiap ayat Al Quran ditransliterasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa 
"terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara 
membacanya saja.

I Made Yasa, mantan Pangdam XVI Pattimura, yang kini menjabat sebagai Komandan 
Sekolah Calon Perwira (Secapa), mulai menuai hujatan dari kaum muslimin. Para 
pemuda yang tergabung dalam Forum Islam Bersatu (Fiber) menuntut I Made Yasa 
untuk diseret ke Mahkamah Militer dan diusir dari Bandung. Barisan Fiber 
terdepan membawa spanduk putih bertuliskan "SERET I MADE YASA KE PENGADILAN, 
DIA PENJAHAT". (Kekejaman Yon Gab dalam penyerbuan dan pembantaian Yon Gab ke 
Poliklinik Laskar Jihad di Kebun Cengkeh Ambon, telah dikisahkan dalam Seri 
480, edisi 24 Juni 2001, yang berjudul  Tragedi 14 Juni 2001, Seret I Made Yasa 
dan Anggota Yon Gab ke Pengadilan HAM).

Kamis 21 Juni MUI bersama 27 ormas Islam temui DPR guna menyampaikan aspirasi 
umat Islam. Delegasi ini diterima oleh antara lain Akbar Tanjung, dan AM. 
Fatwa. Dalam dengar pendapat itu antara lain dengan tegas dinyatakan bahwa 
apabila pemerintah tidak menghukum I Made Yasa atas perbuatannya maka dia akan 
dinyatakan sebagai "Pembantai Umat Islam". 

Sebulan kemudian permohonan pra-peradilan kasus kekejaman tersebut didaftarkan 
di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan no. 20/Pid/Prap/2001 tanggal 9 
Agustus 2001. Termohon I dan II, adalah berturut-turut Kapolri dan Panglima TNI.
 
23 Agustus sidang pertama pra-peradilan itu digelar, sangat mengecewakan. 
Termohon II yaitu kuasa hukum Panglima TNI tidak hadir. Itu menunjukkan 
ketidak-seriusan dari pihak TNI. Sedangkan dari pihak kuasa hukum Kapolri 
sebagai termohon I tiba di tempat sesuai waktu yang telah ditentukan. Sidang 
yang dipimpin oleh hakim ketua H. Soedarto S.H. hanya berlangsung sekitar 10 
menit. Hakim ketua memutuskan menunda pengadilan itu sampai hari Senin 27 
Agustus 2001. 

Sidang kedua diadakan di ruang Garuda, PN Jakarta Selatan pada hari Senin, 27 
Agustus 2001, diwarnai dengan adu argumen antar dua belah pihak. 

Pihak pemohon yang mewakili Mardi Abdul Aziz (27 tahun), dalam gugatannya 
menyatakan bahwa pihak termohon telah melanggar ketentuan-ketentuan hukum dan 
prosedur-prosedur dalam hal penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan. Tiga hal 
tersebut telah dilakukan oleh anggota pihak Kapolri dan Panglima TNI secara 
tidak sah. Berdasarkan fakta-fakta hukum, Pihak Tim Pengacara (TP) yang 
mewakili Mardi Abdul Aziz, menuntut sembilan butir tuntutan, antara lain ketiga 
tindakan di atas itu tidak sah sesuai hukum, dan menuntut pengembalian seluruh 
barang yang disita kepada pihak pemohon.

Dalam jawabannya, Kuasa Hukum Kapolri, yang dipimpin oleh Kombes Pol. Soeyitno, 
SH menyatakan menerima pra-peradilan ini karena sesuai dengan fungsi utamanya, 
yaitu mengontrol tim penyidik. Tetaapi karena Kepolisian RI dalam melaksanakan 
tugasnya dibagi ke dalam jajaran Mabes, Polda, Polwil, Polres dan Polsek, maka 
seharusnya yang dituntut adalah penanggung jawab kegiatan kepolisian setempat 
bukannya Kapolri.

Kuasa hukum Panglima TNI yang diwakili oleh Letkol Payaman P.,SH, Mayor Suryono 
SH, Kapten Santosa SH, menolak pra-peradilan ini, disebabkan oleh tidak adanya 
kewenangan dari pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk melaksanakan 
persidangan ini. Dan juga menegaskan bahwa tidak ada surat perintah dari 
Panglima TNI untuk menangkap karena pimpinannya adalah Penguasa Darurat Sipil, 
Gubernur Maluku. 

Dalam tanggapannya kepada pihak Kapolri, TP yang diwakili oleh Mahendradatta, 
SH,MA, menyatakan dalam UU tentang kepolisian disebutkan bahwa Kapolri adalah 
penanggung jawab tugas kepolisian atas seluruh wilayah RI. Dalam masalah 
pejabat yang di daerah yang seharusnya dituntut, dalam kasus-kasus lain Polri 
melalui Mabes sering melakukan penangkapan sendiri-sendiri. Contohnya Kasus 
Penangkapan Ustadz Jafar Umar Thalib, Panglima Laskar Jihad yang tersangka 
melakukan tindak pidana di Ambon, mengapa penangkapan dilakukan di Surabaya, 
dan diproses selanjutnya di Mabes Polri, Jakarta.
 
Kepada kuasa hukum Panglima TNI, TP memberikan tanggapannya bahwa berlakunya 
Pasal 84 KUHAP yang dipermasalahkan pihak termohon II, adalah untuk tindak 
pidana material. Sedangkan pra-peradilan adalah tentang hukum acara atau hukum 
formal, sehingga pasal tersebut tidak relevan untuk diterapkan. Tentang surat 
penangkapan yang tidak pernah dibuat Panglima TNI, itu merupakan pengakuan dari 
pihak termohon II bahwa tindakan Yon Gab di Ambon itu adalah tindakan liar, 
yaitu di luar hukum. 

***

Pra-peradilan ini hanya merupakan langkah awal menuju upaya hukum: "menyeret I 
Made Yasa dan Anggota Yon Gab ke Pengadilan HAM." Harus ada keseriusan 
pemerintah untuk menyeret semua para pelanggar HAM ke Pengadilan HAM, utamanya 
di Aceh dan di Ambon. Keadilan harus ditegakkan walaupun terhadap kerabat 
ataupun korps sekalipun. 
=-> FA'ADLWA WLW KAN DZAQRBY (S. ALAN'AM, 152), dibaca: 
=-> fa'dilu- walaw ka-na dza-qurba- (s. al an'a-m), artinya: 
=-> berlaku adillah walaw terhadap karibmu sendiri (6:152). Walla-hu a'lamu 
bisshawa-b

*** Makassar, 2 September 2001
       [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2001/09/490-tragedi-berdarah-14-juni-dalam-pra.html

Reply via email to