Salam,
Kasian kodong DaEng Matoa pak HMNS, yang dengaN  itikat baik yang suci dan 
ketidak tahuan( ignorant) yang tinggi, selalu tak jemu-2nya menyiarkan  terori 
agama yang setinggi langit ( yg dipeluk ybs ) tetapi prakteknya  terbukti 
serendah comberan.Sekali lagi agama hanya DAS SOLLEN bukan DAS SEIN.

Wasalam,
Wal Suparmo

--- Pada Sel, 31/5/11, H. M. Nur Abdurrahman <mnur.abdurrah...@yahoo.co.id> 
menulis:


Dari: H. M. Nur Abdurrahman <mnur.abdurrah...@yahoo.co.id>
Judul: [Mayapada Prana] Seri 481
Kepada: mayapadaprana@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 31 Mei, 2011, 6:50 AM


  





Islam yang bermuatan: aqidah (pokok keimanan), jalannya hukum dan akhlaq, 
meliputi cakrawala yang luas, yaitu petunjuk untuk mengatur baik kehidupan 
nafsi-nafsi (individu), maupun kehidupan kolektif dengan substansi yang 
bervariasi seperti keimanan, ibadah ritual (spiritualisme), karakter 
perorangan, akhlaq individu dan kolektif, kebiasaan manusiawi, ibadah 
non-ritual seperti: hubungan keluarga, kehidupan sosial politik ekonomi, 
administrasi, teknologi serta pengelolaan lingkungan, hak dan kewajiban 
warga-negara, dan terakhir yang tak kurang pentingnya yaitu sistem hukum yang 
teridiri atas komponen-komponen: substansi aturan-aturan perdata-pidana, 
damai-perang, nasional-internasional, pranata subsistem peradilan dan apresiasi 
hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang berakhlaq. Semua 
substansi yang disebutkan itu bahasannya ada dalam Serial Wahyu dan Akal - Iman 
dan Ilmu. Maksudnya Wahyu memayungi akal , dan Iman memayungi ilmu. 

one liner Seri 481
insya-Allah akan diposting hingga no.800 
no.terakhir 976
*******************************************************************
 
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
 
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar] 
 481. Sesuai Dengan Prosedur?
dan Sudah Dianggarkan dalam APBN?
 
 Sikap panglima TNI, Widodo, dan Kapuspen TNI, Graito, yang dalam pernyataan 
keduanya melalui media elektronika, yang bernuansa menutup-nutupi kebengisan 
Yon Gab terhadap pasien dan perawat di poliklinik Laskar Jihad Kebun Cengkeh 
Ambon dalam Tragedi Berdarah 14 Juni 2001, menunjukkan bahwa Widodo dan Graito 
berupaya menegakkan benang basah. Di manapun di dalam dunia beradab sikap 
"tegas" (seperti yang diucapkan oleh petinggi TNI tersebut) sama sekali tidak 
berarti menyiksa serta membunuh pasien dan perawat medis, bahkan terhadap 
negara lawan sekalipun. Dalam kondisi perang, apa pula kalau hanya dalam daerah 
Tertib Sipil belaka, sarana dan tenaga medis tidak boleh diserang. Itu bukan 
"ketegasan" melainkan kejahatan perang, artinya pelanggaran HAM. Sudah menjadi 
kesepakatan internasional dalam dunia beradab bahwa sarana serta tenaga medis 
dan paramedis wajib dihormati dan dilindungi. 

 Lagi pula dalam Tragedi Berdarah 14 Juni 2001, Yon Gab yang dikomandoi Mayor 
Ricky Samuel ini,  diketahui juga telah menggunakan senjata pemusnah berat 
dalam operasinya. Mortir M-81 yang seharusnya digunakan dalam perang antar 
negara dan antar zona militer telah diluncurkan Yon Gab dari Karang Panjang ke 
arah komunitas Muslim Ahuru, Kamis 14 Juni 2991 yang lalu. Tercatat 5 buah 
peluru mortir yang diluncurkan, 3 buah yang meledak, namun ketiganya tidak 
mengenai sasaran, yang 2 buah lainnya tidak meledak. Seorang anggota Yon Gab 
yang saat itu mengoperasikan mortir, wajahnya mengalami luka bakar akibat kena 
semburan mesiu pelontar saat diluncurkan. Sampai kini, oknum TNI tersebut 
tengah dirawat di Rumah Sakit Tentara (RST) Kota Ambon. Penggunaan M-81 ini 
jelas merupakan pelanggaran besar dalam operasi Yon Gab di Maluku. 

 Alhasil pernyataan bahwa Yon Gab telah "bertindak sesuai prosedur", jelas 
merupakan kebohongan besar, kecuali jika menyiksa serta membunuh pasien dan 
perawat medis, beserta penggunaan M-81 termasuk dalam protap Yon Gab.
 
***
 Konon, Prof Selo Soemardjan pernah bertanya kepada salah seorang anggota DPR 
apa pendapat anggota yang terhormat itu tentang perihal pembagian mesin cuci 
yang berharga enam juta rupiah itu. "Tidak ada masalah, karena itu sudah 
dianggarkan dalam APBN". Mudah-mudahan tidak semua anggota DPR berpikir seperti 
itu, menerima mesin cuci itu dengan alasan klise: "Pembagian mesin cuci itu 
sudah sesuai dengan prosedur." Ada bahayanya membiasakan diri berpikir segi 
prosedur saja, terutama bagi lapisan petinggi (elit). Mengapa? Karena dapat 
menjerumuskan menjadi "malas" berpikir substansial. Contohnya mesin cuci itu. 
Kalau anggota DPR yang ditanyai Pak Selo itu mau berpikir substansial tentang 
kepedulian sosial, kepedulian terhadap rakyat miskin yang diwakilinya, maka ia 
tidak akan menjawab seperti kalimat klise: "sudah sesuai dengan prosedur". Ia 
akan bersikap sebagai sikapnya 'Umar ibn al-Khaththab RA yang berpikir 
substansial, seperti yang ditimba dari
 "Târîkh ath-Thabarî” yang di bawah ini.    
 
***
 Tatkala 'Umar ibn al-Khaththab RA diangkat menjadi Khalifah, ditetapkanlah 
baginya tunjangan sebagaimana yang pernah diberikan kepada Khalifah Abû Bakar 
RA. Pada suatu saat, harga-harga barang di pasar mulai merangkak naik. 
Tokoh-tokoh Muhajirin seperti 'Utsman ibn Affan, 'Alî ibn Abi Thalib, Thalhah, 
dan Zubair R. 'Anhum bersepakat bahwa: "Alangkah baiknya jika diusulkan kepada 
Khalifah agar tunjangan hidup untuk beliau dinaikkan. Jika Khalifah menerima 
usulan ini, maka tunjangan hidup beliau akan dinaikkan."
 Setelah itu, mereka berangkat menuju rumah 'Umar.  Namun, 'Utsman menyela 
seraya berkata, "Sebaiknya usulan kita ini jangan langsung disampaikan kepada 
'Umar. Lebih baik kita memberi isyarat lebih dulu melalui puteri beliau, 
Hafshah. Sebab, saya khawatir, 'Umar akan murka kepada kita."

 Ketika Hafshah menanyakan hal itu kepada 'Umar, beliau murka seraya berkata, 
"Man 'allamaki hadzal fiqh, ya Hafsah, siapa yang mengajari engkau aturan ini 
hai Hafsah?" Setelah berdialog, Khalifah menyampaikan kata akhir: "Hafshah, 
katakanlah kepada mereka, bahwa Rasulullah SAW selalu hidup sederhana. 
Kelebihan hartanya selalu beliau bagikan kepada mereka yang berhak. Oleh karena 
itu, akupun akan mengikuti jejak beliau."
 
***
 Kita tidak akan menuntut kepada para petinggi politik itu "kualitas" 
kepedulian atas rakyat seperti Khalifah 'Umar itu, melainkan cukup dengan 
mengalihkan anggaran mesin cuci dan tunjangan komunikasi intensif itu untuk 
menambah jumlah subsidi kepada rakyat yang membutuhkannya. Boleh jadi di mata 
para anggota DPR yang terhormat itu jumlah 500 x harga mesin cuci ditambah 
tunjangan komunikasi intensif tidak seberapa, namun di mata rakyat miskin yang 
membutuhkannya jumlah itu cukup banyak. Lagi pula nilai immaterialnya, itulah 
yang terpenting. Sebab salah-salah akan masuk dalam golongan pendusta agama, 
seperti Firman Allah SWT (demi keotentikan transliterasi huruf demi huruf): 
-- ARaYT ALDZY YKDZB BALDYN. FDZLK ALDZY YD'A ALYTYM. WLA YHDH 'ALY T'AAM 
ALMSKYN (S. ALMA'AWN, 107:1-3), dibaca: ara.aital ladzii yukadzdzibu bid diini. 
Fadzaalikal ladzii yadu''ul yatiima. Walaa yahudhdhu 'alaa tha'aamil miskiini 
(s. almaa'uun), artinya: 
-- Apakah engkau tahu orang yang mendustakan agama? Yaitu orang yang mengusir 
anak yatim. Dan tiada perduli memberi makan orang miskin. 
 
Wallaahu a'lamu bisshawaab
 
*** Makassar, 1 Juli 2001
   [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2001/07/481-sesuai-dengan-prosedur-dan-sudah.html
 
 




Kirim email ke