Islam yang bermuatan: aqidah (pokok keimanan), jalannya hukum dan akhlaq, 
meliputi cakrawala yang luas, yaitu petunjuk untuk mengatur baik kehidupan 
nafsi-nafsi (individu), maupun kehidupan kolektif dengan substansi yang 
bervariasi seperti keimanan, ibadah ritual (spiritualisme), karakter 
perorangan, akhlaq individu dan kolektif, kebiasaan manusiawi, ibadah 
non-ritual seperti: hubungan keluarga, kehidupan sosial politik ekonomi, 
administrasi, teknologi serta pengelolaan lingkungan, hak dan kewajiban 
warga-negara, dan terakhir yang tak kurang pentingnya yaitu sistem hukum yang 
teridiri atas komponen-komponen: substansi aturan-aturan perdata-pidana, 
damai-perang, nasional-internasional, pranata subsistem peradilan dan apresiasi 
hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang berakhlaq. Semua 
substansi yang disebutkan itu bahasannya ada dalam Serial Wahyu dan Akal - Iman 
dan Ilmu. Maksudnya Wahyu memayungi akal , dan Iman memayungi ilmu. 

one liner Seri 535
insya-Allah akan diposting hingga no.800 
no.terakhir 986
*******************************************************************

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN 
[Kolom Tetap Harian Fajar]
535. Kultural dan Struktural

 Dalam satu kali bumi berpusing pada sumbunya ummat Islam yang shalat paling 
kurang 17 kali  mengucapkan: 
-- AHDNA ALShRAThA ALMSTQYM (S. ALFATht, 6),  dibaca: ihdinash shiraathal 
mustaqiim (s. alfa-tihah), artinya: 
-- Tunjukilah kami jalan yang lururs (1:6). Maka Allah menjawab:  
-- DzLK ALKTB LA RYB FYH HDY LLMTQYN (S. ALBQRt, 2), dibaca: dzaalikal kitaabu 
laa rayba fiihi hudal lilmuttaqiin, artinya: 
-- Inilah Al-Kitab tak ada keraguan dalamnya menjadi petunjuk bagi orang-orang 
yang taqwa (2:2).

 Jadi hanya orang yang taqwa yang tidak ragu terhadap Al Quran. Taqwa berasal 
dari akar kata yang dibentuk oleh 3 huruf: Waw, Qaf, Ya, artinya terpelihara. 
Maksudnya terpelihara dari ditimpa malapetaka. Ibarat orang menerobos 
semak-semak beronak duri, bahkan pakaiannyapun selamat dari tusukan onak duri, 
atau ibarat orang berlalu-lalang di jalan yang ramai kendaraan, selamat dari 
tabrakan ataupu senggolan kendaraan yang ramai. Supaya terhindar dari 
malapetaka yang siap selalu menghadang hendaklah orang itu mengerjakan seluruh 
perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, tegasnya melaksanakan Syari'at 
Islam.

 Kalau semua orang telah melaksanakan Syari'at Islam, maka amanlah dunia. Untuk 
itu perlu da'wah "manajemen qalbu" supaya orang-orang dengan kesadaran sendiri 
melaksanakan Syari'at Islam. Da'wah dengan pendekatan manajemen qalbu inilah 
yang disebut dengan pendekatan da'wah kultural. Itu idealnya, karena dalam 
realitasnya tidaklah mudah untuk mengajak khalayak semua orang untuk dapat 
melaksanakan Syari'at Islam atas dasar kesadaran melulu. Oleh sebab itu di 
samping pendekatan da'wah kultural tidak dapat tidak harus bersinergi dengan 
pendekatan da'wah politik / struktural.

***
 Dalam setiap bulan Ramadhan ayat ini menjadi populer dibaca: 
-- SyHR RMDhAN ALDzY ANZL FIYH ALQURAN HDY LLNAS WBYNT MN ALHDY W ALFRQAN (S. 
ALOBQARt,, 185), dibaca: syahru ramadhaanal ladzii unzila fiihil qur.aanu hudal 
linnaasi wa bayyinaatim minal hudaa wal furqaan (s. albaqarah), artinya: 
-- Bulan Ramadhan yaitu diturunkan dalamnya Al Quran, petunjuk bagi manusia dan 
keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan Nilai Mutlak Al Furqan (2:185).

 Kalau dalam ayat (2:2) Al Quran itu petunjuk dalam konteks taqwa, yaitu 
orang-orang taqwa saja yang dengan penuh kesadaran menjalankan Syari'at Islam, 
maka ayat (2:185), Al Quran itu adalah petunjuk dalam konteks manusia sebagai 
spesi, yaitu sebagai makhluq pribadi dan makhluq sosial. Sebagai makhluq 
pribadi Nilai Mutlak itu ditanamkan dengan metode manajemen qalbu, pendekatan 
da'wah kultural menanamkan Syari'at Islam. Sedangkan manusia sebagai makhluq 
sosial keterangan-keterangan dari petunjuk itu menyangkut aturan-aturan berupa 
norma-norma yang ditimba dari Syari'at Islam yang harus ditaati oleh 
masyarakat, yaitu "law enforcement" dengan mekanisme pranata hukum. Itu yang 
disebut menegakkan Syari'at Islam secara da'wah politik / struktural.

***
 Syahdan, menanamkan Syari'at Islam secara da'wah kultural dari bawah ke atas, 
sedangkan menegakkan Syari'at Islam secara da'wah politik / struktural dari 
atas ke bawah. Oleh sebab itu mesti ada "pembagian kerja" antara lembaga yang 
bergerak di bidang da'wah cultural dengan lembaga-lembaga yang bergerak di 
bidang da'wah politik / struktural. Maka simaklah ayat yang berikut:  
-- WLTKN MNKM AMT YD'AWN ALY ALKhYR WYAaMRWN BALM'RWF WYNhWN 'AN ALMNKR WAWLaK 
HM ALMFLhWN (S. AL 'AMRAN, 104), dibaca:  waltakum mingkum ummatuy yad'uuna 
ilal khayri waya'muruuna bil ma'ruufi wa yanhauna 'anil mungkari wa ulaaika 
humul muflihuun (s. ali 'imraan), artinya: 
-- Mestilah ada di antara kamu kelompok yang menghimabu kepada nilai-nilai 
kebajikan dan memerintahkan berbuat baik dan mencegah kemungkaran, serta mereka 
itulah orang-orang yang menang (3:104). 

Waltakun, di dalamnya ada lam al amar, lam yang menyatakan perintah, jadi Allah 
memerintahkan mesti ada tiga kelompok, yaitu organisasi yang menghimbau, 
organisasi yang memerintahkan dan organisasi yang mencegah. Organisasi yang 
menghimbau seperti MUI, Muhammadiyah, NU, IMMIM dll. organisasi yang beroperasi 
di bidang da'wah cultural dan organisasi yang beroperasi di bidang da'wah 
politik / struktural, yaitu birokrasi yang memerintah dengan peraturan 
perundang-undangan yang ditimba dari Nilai Mutlak Al Furqan, serta pranata 
hukum (polisi, jaksa, hakim) yang mencegah kejahatan. Membuat peraturan 
perundang-undangan sebagai mekanisme "law enforcement" adalah suatu keputusan 
politik. Itulah sebabnya dikatakan pendekatan da'wah politik / structural, 
karena membuat mekanisme peraturan perundangan-undangan adalah suatu keputusan 
politik, sehingga pendekatan structural tidak dapat dipisahkan dari perjuangan 
politik.

 Alhasil, agar Syari'at Islam menjadi Rahmatan lil'a-lamin, haruslah tegak di 
atas tiga kaki:
Kaki yang pertama, masyarakat yang sadar akan Nilai Mutlak Al Furqan, kaki yang 
kedua, peraturan perundang-undangan yang ditimba dari Syari'at Islam, serta 
kaki yang ketiga, pranata hukum yang bersih dari KKN. Maka bertemulah di sini 
da'wah kultural (kaki yang pertama) dan da'wah politik / struktural (kaki kedua 
dan ketiga). Maka hasilnya adalah seperti penutup ayat [3:104], ula-ika humul 
muflihu-n, Syari'at Islam membawa Rahmatan li l'a-lamiyn. WaLlahu a'lamu 
bishshawab.

*** Makassar, 4 Agusutus 2002
    [H.Muh.Nur Abdurrahman] 
http://waii-hmna.blogspot.com/2002/08/535-kultural-dan-struktural.html

Kirim email ke