slam yang bermuatan: aqidah (pokok keimanan), jalannya hukum dan akhlaq, meliputi cakrawala yang luas, yaitu petunjuk untuk mengatur baik kehidupan nafsi-nafsi (individu), maupun kehidupan kolektif dengan substansi yang bervariasi seperti keimanan, ibadah ritual (spiritualisme), karakter perorangan, akhlaq individu dan kolektif, kebiasaan manusiawi, ibadah non-ritual seperti: hubungan keluarga, kehidupan sosial politik ekonomi, administrasi, teknologi serta pengelolaan lingkungan, hak dan kewajiban warga-negara, dan terakhir yang tak kurang pentingnya yaitu sistem hukum yang teridiri atas komponen-komponen: substansi aturan-aturan perdata-pidana, damai-perang, nasional-internasional, pranata subsistem peradilan dan apresiasi hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang berakhlaq. Semua substansi yang disebutkan itu bahasannya ada dalam Serial Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu. Maksudnya Wahyu memayungi akal , dan Iman memayungi ilmu.
one liner Seri 536 insya-Allah akan diposting hingga no.800 no.terakhir 987 ******************************************************************* BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU [Kolom Tetap Harian Fajar] 536. Pendekatan Parsial vs Pendekatan Nizam Saya mengikuti wawancara liputan 6 siang SCTV 06/8/2002, jam 14:06 dalam wujud dialog antara Ahmad Syafi`i Ma`arif (ASM) vs Muhammad Ismail Yuswanto (MIY). Dalam dialog itu jelas kelihatan dua pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan secara parsial dengan pendekatan secara nizam (sistem). Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ASM memakai pendekatan parsial, atau dengan ungkapan yang sudah diperkenalkan dalam seri yang lalu, yaitu kultural. Penyandang gelar doktor dari Universitas Chicago, Amerika Serikat itu, yang juga Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia itu, tidaklah mempermasalahkan jika Syariat Islam dilontarkan sebatas wacana. Bahwa pelaksanaan Syariat Islam bukan hal yang sederhana karena terikat dengan ruang dan waktu. ASM menyarankan agar kelompok yang mendesak amandemen Pasal 29 lebih menyuarakan aspek keadilan masyarakat. Jika Syariat Islam dimasukkan dalam konstitusi akan terlihat politis. Menurut ASM akan lebih baik jika ormas Islam saat ini berupaya mencerdaskan umat daripada mendesak MPR memasukkan rumusan Syariat Islam ke dalam konstitusi. Lepasan Universitas Chicago itu menunjuk pengalaman Nanggroe Aceh Darussalam yang telah resmi memberlakukan Syariat Islam, tapi tidak siap untuk membuat peraturan daerah tentang hal itu. ASM juga mencontohkan pemerintahan Pakistan, Iran, dan Arab Saudi hingga kini kebingungan untuk menerapkan Syariat Islam. Jawaban Ketua Mujahidin Indonesia Abubakar Ba`asyir yang mengatakan pemerintahan Thaliban di Afghanistan bisa menjadi teladan, tak memuaskannya, sehingga ASM tidak melanjutkan pembicaraan setelah mendengar jawaban yang demikian itu. *** MIY, Juru Bicara Hizbuth Thahrir Indonesia itu memakai pendekatan secara nizam, atau dengan ungkapan yang sudah diperkenalkan dalam seri yang lalu, yaitu kultural + struktural. Menurut MIY penerapan Syariat Islam akan memberi rahmat bagi seluruh alam dan penduduk Tanah Air. Dalam pandangan MIY, krisis multi-dimensi disebabkan kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan Syari'at Islam. "Tak ada jalan lain jika ingin keluar dari krisis, harus kembali ke jalan yang benar melalui Syari'at Islam," Bagi MIY, sebaiknya masyarakat tidak apriori melihat kesulitan itu dan menolak mewujudkan Syariat Islam di tingkat negara. Dia juga bersikukuh Syariat Islam tak akan menakutkan bagi warga non-muslim karena aturan tersebut bukan hanya mengatur memotong tangan kalau mencuri, tapi juga peduli dengan pengelolaan sumber daya alam dan pendidikan. "Selama puluhan tahun pembicaraan Syariat Islam dibungkam, wajar kalau ada yang ketakutan," ujar MIY. *** Saya sebagai seorang anggota Muhammadiyah, mantan Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan pada zamannya Allahu Yarham Fathul Muin Dg. Maggading, sangat menyayangkan, bahwa dari seorang tokoh sekelas ASM masih mempermasalahkan / membutuhkan contoh untuk menjalankan Syari'at Islam. Lebih patut disayangkan karena sebagai Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia telah menjadi hakim sendiri dengan memvonnis bahwa Nanggroe Aceh Darussalam tidak siap membuat peraturan daerah, tanpa mempertimbangkan bahwa menjalankan pemerintahan saja belum pulih seluruhnya, berhubung masalah GAM yang terpaksa lahir akibat blunder poltik Orde Lama (Soekarno) dan Orde Baru (Soeharto). Menurut sahabat saya Prof. Abd. Muis, yang pengasuh kolom Fajar ini setiap hari Kamis, GAM sekarang sudah terlalu jauh, sudah berada pada point of no return.(*) Sehingga tentu memerlukan kehati-hatian dan kesabaran Pemerintah Daerah dan Pusat untuk menarik kebijakan ibarat mencabut rambut dari tepung, rambut tidak putus, tepung tidak berserak, yaitu dengan musyawarah menurut Syari'at Islam, yakni ibarat mengambil madu dari sarang lebah, madu didapat, tangan tidak disengat lebah. [Musyawarah dari akar kata yang dibentuk oleh 3 huruf: Syin, Waw, Ra = mengambil madu dari sarang lebah] *** Kita sudahi kolom ini dengan mengutip ulang paragraf terakhir dari seri yang baru lalu. Maka simaklah ayat yang berikut: -- WLTKN MNKM AMT YD'AWN ALY ALKhYR WYAaMRWN BALM'RWF WYNHWN 'AN ALMNKR WAWLaK HM ALMFLHWN (S. AL 'AMRAN, 104), dibaca: waltakum mingkum ummatuy yad'uuna ilal khayri waya'muruuna bil ma'ruufi wa yanhawna 'anil mungkari wa ulaaika humul muflihuun (s. ali 'imra-n), artinya: -- Mestilah ada di antara kamu kelompok yang menghimabu kepada nilai-nilai kebajikan dan memerintahkan berbuat baik dan mencegah kemungkaran, serta mereka itulah orang-orang yang menang (3:104). Waltakun, di dalamnya ada lam al amar, lam yang menyatakan perintah, jadi Allah memerintahkan mesti ada tiga kelompok, yaitu organisasi yang menghimbau, organisasi yang memerintahkan dan organisasi yang mencegah. Alhasil, agar Syari'at Islam menjadi Rahmatan lil'aalamin, haruslah tegak di atas tiga kaki: Pertama, masyarakat yang sadar akan Nilai Mutlak Al Furqan, kedua, peraturan perundang-undangan yang ditimba dari Syari'at Islam, serta ketiga, pranata hukum yang bersih dari KKN, yang dibersihkan oleh hukum hudud dari Syari'at Islam. Maka bertemulah di sini yang kultural (kaki yang pertama) dan struktural (kaki kedua dan ketiga). Itulah yang dimaksud dengan pendekatan secara nizm, bukan yang parsial. WaLlahu a'lamu bishshawab. *** Makassar, 11 Agusutus 2002 [H.Muh.Nur Abdurrahman] -------------------- (*) Update Aceh perlu dibangun dari reruntuhan tsunami. Sejarah pertikaian politik dan senjata perlu dilupakan. Blok-blok psikologis ditepis, semuanya memfokuskan perhatian pada kerja berat, dan dana yang tidak sedikit sekitar Rp.10 triliun, serta makan waktu yang panjang untuk membangun Aceh kembali. Ya, semuanya, bukan orang Aceh saja tetapi seluruh rakyat Indonesia, rakyat sipil, birokrat, Polri, ABRI dan GAM. Darurat sipil dicabut disertai amnesti umum dan GAM mundur selangkah, menerima kenyataan Otonomi Khusus "Syari'at Islam" di Nanggroe Aceh Darussalam dalam pangkuan Republik Indonesia. Semoga isyarat Allah berupa tsunami itu dapat dihayati dengan baik, sehingga terciptalah damai di Aceh. http://waii-hmna.blogspot.com/2005/01/657-gempa-diikuti-tsunami-isyarat-allah.html *** Sejak 27 Januari 2005 dimulailah perundingan informal antara NKRI dengan GAM sampai lima babak yang diakhiri pada tanggal 17 Juli 2005 di Helsinki. Pada hari itu telah diparaf draft MoU oleh ketua Juru Runding RI dan Ketua Juru Runding GAM. Perundingan RI-GAM memasuki babak baru. Delegasi GAM mulai melunak dengan melepaskan tuntutan merdeka yang dikampanyekan sejak gerakan itu berdiri hampir 30 tahun lalu (kalau tidak salah pada 30 Oktober 1976 GAM dimaklumkan dari Pasi Lokh, Aceh). Dalam perundingan itu GAM menggantikan tuntutan merdeka itu dengan usulan pemerintahan sendiri untuk dioperasionalkan di seluruh kawasan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). http://waii-hmna.blogspot.com/2005/02/665-gam-mundur-selangkah.html *** The Memorandum of Understanding covers the following topics: governing of Aceh (including a law on the governing of Aceh, political participation, economy, and rule of law), human rights, amnesty and reintegration into society, security arrangements, establishment of the Aceh Monitoring Mission, and dispute settlement. The Government of Indonesia has invited the European Union and a number of ASEAN countries to carry out the tasks of the Aceh Monitoring Mission." (Press Release, Joint statement by the Government of Indonesia and the Free Aceh Movement (GAM), Helsinki, 17 July 2005) AlhamduliLlah, hal yang penting yang patut disyukuri dalam MoU itu ternyata GAM telah mundur selangkah, yaitu menerima kenyataan Otonomi Khusus "Syari'at Islam" di Nanggroe Aceh Darussalam dalam pangkuan Republik Indonesia. Wakil Presiden HM Jusuf Kalla, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat 22 Juli 2005 berkata: Kalau yang menolak MoU Helsinki hanya satu partai artinya 80 persen suara sudah menerima. Jadi selesai. Dan siapa yang tidak ingin damai, silakan ke Aceh sendiri untuk angkat senjata. Wapres rupanya mencium bau-bau tidak enak dari sementara golongan yang tidak senang terhadap MoU yang telah disepakati/diparaf itu. Dan bau tidak enak itu memperihatkan wajahnya, tatkala Ketua Umum DPP PDIP Megawati menunjukkan sikap negatifnya terhadap Kesepakatan Helsinki yang tertuang dalam MoU tersebut. Hal itu terbongkar ketika Megawati di hadapan peserta kursus reguler Lemhanas angkatan 38 di Gedung Lemhanas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis, 28 juli 2005 telah melambungkan salto penentangannya terhadap MoU yang akan ditanda-tangani besok, insya-Allah, 15 Agusutus 2005 tersebut. http://waii-hmna.blogspot.com/2005/08/689-memorandum-of-understanding.html *** Dengan ditandatanganinya MoU, maka itu berarti baik pemerintah RI maupun GAM, telah mampu menerapkan win-win solution di tengah konflik kepentingan, termasuk konflik bersenjata, sosial, politik, atau lainnya. MoU adalah hadiah yang terpenting bagi Ulang Tahun ke-60 Negara Kesatuan Repiblik Indonesia. Namun dari kedua belah pihak ada yang tersendat, ibarat gangguan batu kerikil di dalam sepatu. Dari pihak ex-GAM batu kerikil itu berupa Komite Penyelamat Revolusi, sedangkan dari pihak kita batu kerikil itu brupa "ancaman" dari PDIP yang akan mengajukan Judicial Review MoU ke Mahkamah Konstitusi. http://waii-hmna.blogspot.com/2006/04/725-partai-lokal-di-aceh.html *** drh Irwandi Yusuf, MSc pria kelahiran Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam, 2 Agustus 1960, itu terpilih menjadi gubernur Nanggroe Aceh ke-21 dalam Pilkada yang dilaksanakan pada 11 Desember 2006. Ia masuk GAM menduduki posisi Staf Khusus Komando Pusat Tentara GAM selama 1998-2001. Ia ditangkap pada awal 2003 dan divonis 9 tahun dalam kasus Makar. Tsunami membobol penjara Keudah, Banda Aceh. Ia melarikan diri ke Finlandia. Ternyata, ia dipercaya petinggi GAM di Swedia sebagai Koordinator Juru Runding GAM. Saat rapat pertama di Aceh Monitoring Mission hanya dirinya yang hadir mewakili GAM.