Salam, 

Kesimpulannya adalah bahwa bangsa-2 dari Timur Tengah dengan agama mereka 
itulah yang mengacau manusia dan dunia.Namum bagi orang yg kurang cerdas, 
sekarang menjadi panutan bangsa Indonesia.Kalau mengenai soal reinkarnasi, 
tidak dipercayai oleh agama Kristen sehingga jika ada orang yang mengaku 
reinkarnasi dari Yesus, itu tentu tidak perlu dipercayai dan maksudnya hanya  
intimidasi saja.Sama seperti memilintir bahwa Yesus itu adalah  tuhan sendiri 
dsb.Namun dipersilahkan  beragama sesuai yang cocok bagi dirinya sendiri sampai 
bosen asal jangan MENJUALNYA dengan gospel dan dakwah..

 
Wasalam,
Wal Suparmo


________________________________
Dari: H. M. Nur Abdurrahman <mnur.abdurrah...@yahoo.co.id>
Kepada: tahajjud_c...@yahoogroups.com; wanita-musli...@yahoogroups.com; 
tadab...@yahoogroups.com; Sabili <sab...@yahoogroups.com>; 
relex...@yahoogroups.com; mayapadaprana@yahoogroups.com; 
mangaj...@yahoogroups.com; lautan-qu...@yahoogroups.com; 
jamaah-islami...@yahoogroups.com; info_is...@yahoogroups.com; 
"BUGINESE@yahoogroups." <bugin...@yahoogroups.com>
Dikirim: Sabtu, 22 Oktober 2011 16:18
Judul: [Mayapada Prana] Seri 997 Fatwa MUI no.7 dan no.10


  
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
 
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN 
ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]

997 Fatwa MUI no.7 dan no.10 
 
La Ode Machdani Afala (LMA) menulis dalam rurik 
Kampusiana, Fajar edisi 2 Oktober 2011: "fatwa MUI haramnya pluralisme bertolak 
belakang dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika."
Prof M. Qasim Mathar menulis 
dalam Jendela Langit ada tiga Mazhab dalam Islam: Sunni, Syi'ah dan 
Ahmadiyah.
 
Tanggapan
 
Di antara 11 Fatwa MUI (Kamis (28/7/2005) yaitu no.7 
mengharamkan pluralisme dan no.10 mengharamkan Ahmadiyah.
 
Sebenarnya banyak orang, termasuk LMA merancukan antara 
pluralitas dengan pluralisme.
 
Kita mulai dahulu dengan pluralitas.
plurality => 
the state or fact of being numerous. [The Random House Dictionary of the 
English 
Language, p.1022]. Pluralitas adalah kenyataan dalam hal keberagaman (awas, 
bukan keberagamaan). 
 
Pluralitas adalah suatu keniscayaan. Al-Quran sudah 
jauh-jauh hari mengingatkan adanya pluralitas masyarakat manusia. Tidaklah 
mungkin Fatwa MUI itu bertentangan dengan ayat:
-- YAYHA ALNAS ANA KhLQNKM MN DzKR WANTsY WJ'ALNKM Sy'AWBA WQBAaL 
LT'AARFWA  AN AKRMKM 'AND ALLH ATQKM (S. ALHJRAT, 49:13), dibaca: 
yaa-ayyuhan naasu innaa khalaqnaakum min dzakariw wauntsaa wa ja'alnaakum 
syu'uubaw wa qabaaila lita'aarafuu inna akramakum 'indaLlaahi atqaakum, 
artinya:
-- Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari 
laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan 
bersuku-suku 
supaya kamu berkenal-kenalan, sesungguhnya yang termulia di antara kamu di sisi 
Allah, ialah yang lebih taqwa.
 
Berbangsa-bangsa dan 
bersuku-suku yang diikat sebagai kesatuan dalam ummat manusia, lebih universal 
ketimbang hanya Bhinneka yang Tunggal Ika dalam skala sebuah 
bangsa.
 
Selanjutnya tentang pluralisme
Pluralism => a 
theory that there is more than one basic principle   
[The Random 
House Dictionary of the English Language, p.1022]. Pluralisme itu bukan 
kenyataan melainkan TEORI menyangkut prinsip asas yang jamak. 
 
Pluralisme, relativisme, esensialisme, sinkretisme, dan 
inklusivisme merupakan sebuah berkas yang diikat benang merah.
 
Dari William Liddle (Ohio State University) dan Diana 
Eck (Harvard University) hingga Franz Magnis Suseno (STF Driyarkara) berusaha 
mengaburkan makna pluralisme, menceraikannya dari relativisme.
 
Penganut relativisme dengan polos berpendapat bahwa 
semua agama sama benarnya (every religion is as true and equally valid as every 
other). Kebenaran bukan monopoli satu agama tertentu. Tidak boleh pemeluk suatu 
agama menyalahkan atau menganggap sesat penganut agama lain. 
 
Esensialisme ialah pandangan yang mengatakan bahwa 
semua agama pada intinya sama. Bahwa agama-agama hanya berbeda formatnya saja, 
namun substansinya sama: kepercayaan pada Tuhan, kenabian dan moralitas.  
 
Sinkretisme berselancar lebih jauh, berhasrat 
mempertemukan agama-agama. Karena semua agama membawa kebenaran dan 
menganjurkan 
kebaikan, maka diambil saja unsur-unsur yang disepakati dari semua agama dan 
buang yang masih diperdebatkan. Jadilah "agama gado-gado" hasil comot 
sana-sini.
 
Inklusivisme adalah pandangan yang melihat bahwa 
agama-agama lain di luar agama yang dianutnya juga dikaruniai rahmat dari Tuhan 
dan bisa diselamatkan. Terdapat banyak jalan menuju Tuhan. All religions are 
equally effective means to salvation and happiness, semua agama sama efektifnya 
sebagai jalan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
 
Di Indonesia menurut Islam Liberal => pluralisme 
yaitu faham yang menganggap semua agama itu sama saja, tujuannya sama, semua 
mengajarkan kebaikan, semuanya masuk surga, sama dan sejajar, paralel, dan kita 
tidak boleh memandang agama lain dengan kacamata agama kita sendiri, tidak 
boleh 
ada truth claim (penegasan kebenaran) dan salvation claim (penegasan 
keselamatan) yang terjelmakan kepada monopoli kebenaran agama sendiri. Tidak 
boleh ada truth claim dan salvation claim, itulah titik temu dari faham 
pluralisme yang dicanangkan oleh John Harwood Hich dalam bukunya God and the 
Universe of Faiths (1973), dengan faham tokoh sufi Ibnu Arabi 
(560-638H/1165-1240M) yang mencanangkan Wihdatul Adyan. Inilah hasil 
perkembangan dari TEORI menyangkut prinsip asas yang jamak (more than one basic 
principle).
 
Berkas pluralisme, relativisme, sinkretisme, 
esensialisme dan inklusivisme yang diikat benang merah tsb, sesungguhnya lebih 
merupakan pendangkalan ketimbang pendalaman, pengaburan ketimbang pencerahan. 
Jika dibiarkan, paham ini akan bekerja menghabisi semua agama. Inilah yang 
diharamkan oleh fatwa MUI no.7. 
 
***
 
Ahmadiyah ada dua: 
Pertama, bernabikan Nabi 
Muhammad SAW dan menolak kenabian Ghulam Ahmad disebut Ahmadiyah Lahore atau 
Anjuman dan hanya menganggap Ghulam Ahmad sebagai mujaddid, sekaliber Imam 
Ghazali, Imam Syafi'ie dll. Anjuman bukanlah sebuah mazhab, hanya salah satu 
organisasi Da'wah seperti Muhammadiyah, NU, HT dll.
 
Kedua, yang mengakui kenabian Muhammad SAW, namun 
bernabikan Ghulam Ahmad, disebut Ahmadiyah Qadiyan atau Qadiyanisme, yang 
menyatakan diri pula sebagai Islam. Inilah yang diharamkan oleh fatwa MUI 
no.10. 
 
Seharusnya Qadiyanisme bercermin pada agama Bahá'í yang 
mengakui kenabian Muhammad SAW, namun bernabikan Bahá'u'lláh, sehingga tidak 
menyatakan diri sebagai Islam. 
 
LAI-Injil Yahya 17:3: Inilah hidup yang kekal itu, 
yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal 
Yesus Kristus yang telah Engkau utus.
Ummat Islam mengakui akan kebenaran 
Injil Yahya 17:3 tsb, mengakui Yesus (Isa) utusan Allah, namun karena ummat 
Islam bernabikan Muhammad SAW, maka tidaklah benar jika mereka menyatakan diri 
sebagai Nasrani. Bercerminkan hal ini jelaslah “kelancangan” Qadiyanisme 
menyatakan diri sebagai Islam.
 
Di samping itu Qadiyanisme berkeyakinan pula Ghulam 
Ahmad adalah jelmaan (reinkarnasi) dari Isa Al-Masih. Faham reinkarnasi 
merupakan pokok kepercayaan Hindu Dharma dan Buddhisme. Jadi Qadiyanisme 
termasuk dalam mazhab ketiga Hinduisme, bukan mazhab dalam Islam. 
 
WaLlahu a'lamu bishshawab.
 
*** Makassar, 27 Okrober 2011
       [H.Muh.Nur 
Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2011/10/997-fatwa-mui-no7-dan-no10.html
 

Kirim email ke