Membaca berita, panggung peringatan acara waisak dirusak, penyegelan 
gereja, kekerasan & penyerbuan2 dll yang dilakukan oleh para 
preman/monster (yang sering memakai topeng agama, kadang pakai organisasi 
kedaerahan, gank motor dll) patut direnungkan.




Saya baca koran Jawa Pos, minggu 13 Mei 2012, halaman 4,   
tulisan dengan judul "Perihal menghadapi monster". Disitu disebutkan,




"memperhatikan  aksi2 yang dilakukan kelompok2 tersbut (sebut saja 
kelompok  badut2/centeng dll), disimpulkan, negara sesungguhnya 
membutuhkan  keberadaan mereka. Negara membutuhkannya untuk melakukan 
teror terhadap  rakyatnya sendiri.




Pengamatan yang tajam dan perbandingan yang menarik  dengan situasi 
pada masa penjajahan (kolonial), ketika aparat (tentara  penjajah) 
memakai banyak preman, jagoan, centeng, untuk menjalankan  operasi2 
intelejen. praktek ini berlanjut pada masa sekarang.




Sekiranya spekulasi ini benar,  sesungguhnya kita kembali berhadapan 
dengan pemerintah (yang berlaku seperti penjajah) yang  memperkuat diri 
dengan cara menjadikan rakyatnya jinak.



Itu  niat buruk yang harus ditolak. Harus dipertanyakan pada 
pemerintah,  kenapa monster peliharaan ini dibiarkan berkeliaran dan 
membuat  masyarakat resah???"

Di negara merdeka, negara akan  kuat dan maju jika rakyatnya kuat 
& makmur, berbeda dengan logika  negara jajahan, dimana pemerintah 
penjajah pasti ingin negara jajahan  itu rakyatnya lemah, jinak, 
teradu-domba, miskin dan untuk kelanjutan  hidup tergantung uluran 
tangan dari penjajah.




Sekarang pemerintah, DPR, aparatur negara dll, tinggal pilih... anda 
semua ini terhadap rakyat, berperilaku sebagai pemerintah penjajah (atau
 kepanjangan tangan penjajah) atau anda bersama rakyat memang ingin 
mengelola negara ini sebagai negara merdeka.

Kirim email ke