Syukurlah kalau FPI sudah mencabut. Memang kalau orang udah kena judi atau watak kejudiannya melekat erat. apapun bisa dijudikan. Main tebak2an dgn taruhan menebak bayi yg akan di lahirkan, laki atau perempuan dgn sejumlah uang itu judi. Tebak2an hasil sepakbola, yg tepat dp hadiah jadi judi. judi memang mersauki segala hal.
"Abdi M.U" <[EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED], ahoo.com> [EMAIL PROTECTED], Sent by: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] cc: groups.com Subject: [media-dakwah] Habib Rizieq : Penyelenggara KPO Tidak Fair ! 09/27/2005 08:25 PM Penyelenggara KPO tidak Fair Oleh : Habib Muhammad Rizieq Syihab Ketua Umum Majlis Tanfidzi DPP Front Pembela Islam http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=214581&kat_id=16 Keterpurukan olahraga nasional di Tanah Air, selama ini, tidak terlepas dari persoalan kesejahteraan atlet. Ketidakjelasan nasib para atlet Indonesia membuat dunia olahraga kurang diminati. Tragis memang, tatkala seorang juara dunia dipekerjakan hanya sebagai satpam tempat hiburan. Ada lagi mantan atlet berprestasi dunia, kini menganggur, luntang-lantung, bahkan terpaksa menjual ''medali emas'' kebanggaan prestasinya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Itu semua menambah duka dunia olahraga kita. Generasi muda semakin enggan terjun menjadi atlet. Para atlet sendiri jadi tidak bergairah dan kurang ''terpompa'' mengukir prestasi. Kondisi memprihatinkan itu telah mendorong berbagai pihak untuk berpikir mencari solusi. Berangkat dari sinilah, sejumlah mantan atlet nasional yang pernah menjadi juara dunia tampil memperkenalkan program Kartu Pos Olahraga, yang disingkat KPO. Mereka menggandeng beberapa profesional untuk memenejnya. KPO, pada awalnya hanya suatu ''formula sederhana'' dari penjualan kartu pos berhadiah yang bergambar atlet dengan data prestasinya. KPO dibuat sedemikian rupa sehingga lahir sebagai produk yang berfungsi sebagai benda pos dan benda koleksi. Rencananya, keuntungan penjualan KPO akan digunakan untuk peningkatan mutu olahraga dan kesejahteraan atlet, bahkan dianggarkan juga untuk dana pensiun mantan atlet berprestasi. Sepintas, KPO hanya penjualan produk biasa yang berhadiah sebagaimana penjualan produk-produk lain yang sekarang marak dalam dunia usaha. Bahkan, selayang pandang, KPO justru lebih bermanfaat karena didasari keinginan baik mencari solusi bagi keterpurukan peolahragaan nasional. Karenanya, tidak heran jika Departemen Sosial segera merespons positif program tersebut dengan menerbitkan SK Mensos RI nomor: 338/HUK-UND/2005, tanggal 1 Juni 2005, sebagai izin operasional penyelenggaraan KPO. Bahkan, tiga minggu kemudian, 22 Juni 2005, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Partai Bintang Reformasi (PBR) memberi dukungan dan rekomendasi penyelenggaraan KPO melalui surat masing-masing yang bernomor 174/B.II.02/06/2005 dan 036/B/DPP-PBR/VI/2005. Tidak heran pula, jika dua minggu berikutnya, 7 Juli 2005, Komisi Fatwa MUI juga mengeluarkan surat dukungan dan rekomendasi (bukan fatwa) bernomor: 248/KF.II/07/2005. Syarat syariat Patut dicatat dan digarisbawahi bahwa surat dukungan dan rekomendasi PBNU, PBR, maupun Komisi Fatwa MUI bukan mutlak tidak bersyarat. Bahkan tertera secara eksplisit dalam masing-masing surat bahwa dukungan dan rekomendasi tersebut diberikan selama KPO dalam tata cara pelaksanaannya ''tidak bertentangan dengan syariat Islam.'' Dengan modal mengantongi surat-surat tersebut di atas, sejumlah mantan atlet nasional berprestasi dunia bersilaturahmi ke Sekretariat DPP FPI di Petamburan untuk minta dukungan dan rekomendasi. Secara struktural administrasi organisasi, FPI mendelegasikan wewenang ke Ketua Bidang Pertahanan DPP FPI bersama stafnya untuk melakukan penelitian dan pengkajian. Hasilnya, pada 21 Juli 2005, terbitlah surat dukungan dan rekomendasi bernomor: Ist/SR/DPP-FPI/VI/1426 H untuk penyelenggaraan KPO dengan enam syarat, yaitu tidak mengandung unsur perjudian, penipuan, eksploitasi dana masyarakat lemah, eksploitasi aurat dan kemaksiatan, glamour hadiah yang berlebihan, dan korupsi dalam pengelolaan. Di samping itu, masih ada satu ketentuan lagi yaitu ''pemberian hadiah kepada masyarakat dari dana sponsor, bukan dari hasil penjualan KPO agar lebih menjamin kebersihan dan kemurniannya sebagai hadiah bukan sebagai hasil taruhan''. Dalam penutup surat dinyatakan apabila di kemudian hari ternyata KPO melanggar syariat Islam, maka FPI akan melakukan tuntutan dan perlawanan hukum habis-habisan. Tidak fair Ternyata, dalam perjalanannya, Badan Investigasi Front (BIF) yang merupakan sayap intelijen FPI, menemukan sejumlah fakta yang mengidentifikasi KPO mulai tidak fair. Bahkan terang-terangan mengabaikan persyaratan sebagaimana tersebut di atas. Pertama, penyediaan hadiah yang fantastis per pekannya, yaitu Rp 1 miliar untuk pemenang undian pertama dan Rp 1 miliar lainnya yang dibagi-bagi untuk pemenang kedua hingga kelima. Total hadiah mencapai Rp 2 miliar tiap pekan dan mencapai Rp 104 miliar setahun (52 pekan). Tentu saja ini merupakan ''glamour hadiah berlebihan'' yang akan mendorong masyarakat lemah berlomba membeli KPO dengan mimpi menjadi miliuner, sehingga akan membunuh produktivitas masyarakat. Kedua, penggunaan ''Bar Code'' dengan pengelompokkan nomor bagi pemenang, yang pada praktiknya tidak jauh berbeda dengan ''SDSB'' dan ''Porkas' yang dahulu sangat menghebohkan. Juga mirip ''Judi Magnum'' beberapa waktu lalu. Ketiga, atas bantuan laporan simpatisan FPI, BIF berhasil mengungkap adanya pertemuan antara ''sejumlah oknum'' dari perusahaan penyelenggara KPO dengan sejumlah pengusaha yang sangat dikenal dalam ''dunia hitam mafia perjudian''. Pertemuan dilakukan pertengahan Agustus 2005, di hotel ''A'' yang berbintang di Jakarta. Di antaranya, seorang pengusaha berinisial ''OP'' dari Medan, juga ''S'' dari Jakarta. Bahkan seorang lagi asal Singapura yang dipanggil ''Mr L''. Tidak jelas apa yang mereka rundingkan, akan tetapi pertemuan semacam itu tentu menimbulkan sejuta tanda tanya. Karena itu, di akhir Agustus 2005, DPP FPI melalui Ketua Bidang Pertahanannya tanpa ragu-ragu mencabut surat dukungan dan rekomendasi tersebut secara resmi melalui surat bernomor Ist/SC/DPP-FPI/VIII/1426 H tanggal 31 Agustus 2005, sekaligus memberi peringatan kepada semua pihak yang terkait dalam pengelolaan KPO untuk menghentikan segala bentuk undian yang mengandung unsur-unsur tersebut di atas. Akhirnya, segala pertanyaan seputar KPO terjawab dengan pernyataan Kapolri, Jenderal Sutanto, sebagaimana dimuat Republika terbitan Sabtu, 17 September 2005, bahwasanya KPO dipastikan mengandung unsur judi. Pernyataan tersebut merupakan ''hasil simulasi'' Mabes Polri atas permintaan Mensos. Selanjutnya, Kapolri meminta Mensos RI mencabut SK perizinan penyelenggaraan KPO. Pernyataan Kapolri tersebut merupakan jawaban tuntas. Karena jika rekomendasi Komisi Fatwa MUI maupun lainnya hanya terbatas pada tataran teori program, maka Polri dengan pengalamannya melalui simulasi mampu mengungkap hingga masalah yang paling taktis sekalipun. Sehingga masukan Kapolri ini akan menjadi bahan berharga bagi MUI jika ke depan diminta mengeluarkan ''fatwa'' soal KPO. Umat Islam patut berterima kasih kepada Republika yang terus-menerus menginformasikan masalah KPO secara profesional dan bertanggung jawab, serta tidak memelintir berita hanya untuk tujuan komersial semata, apalagi untuk tujuan jahat memojokkan umat. Kasihan, niat baik para mantan atlet berprestasi dikotori oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Tata cara pengelolaan KPO dengan melanggar syariat Islam pasti ditolak umat Islam, tidak terkecuali oleh Komisi Fatwa MUI, PBNU, PBR maupun FPI yang semula mendukung dengan syarat tidak melanggar syariat Islam. Seluruh rekomendasi lembaga-lembaga Islam tersebut ditujukan untuk mendorong semua pihak agar ikut mencari solusi bagi peningkatan prestasi olahraga dan kesejahteraan atlet dengan cara halal yang tidak melanggar syariat Islam. Jadi, tidak boleh dijadikan alat pembenaran oleh sementara pihak dengan cara yang tidak bertanggung jawab. Atau menjadi komoditas isu yang sengaja dipelintir sejumlah media untuk memojokkan MUI dan lainnya. Karena begitu terjadi pelanggaran syariat Islam otomatis rekomendasi tersebut batal dengan sendirinya. Ingat, niat baik tidak bisa menghalalkan yang haram. Kemaksiatan apa pun tidak bisa menjadi baik hanya karena niat dan tujuannya baik. Seorang wanita yang melacurkan diri dengan niat mencari nafkah untuk anak-anaknya, tidak membuat ''amal lacurnya'' menjadi baik. Seorang pencuri dengan niat menyumbang panti asuhan tidak membuat pencuriannya menjadi halal. Jadi, niat baik para mantan atlet berprestasi yang ingin meningkatkan prestasi olahraga dan kesejahteraan atlet, mutlak harus diikuti dengan solusi yang tidak melanggar syariat Islam. Karenanya, mereka harus mencari orang-orang yang mengerti dan jujur dalam pembuatan program, penyelenggaraan, dan pengelolaannya. Ayo, kita berpikir bersama mencari solusi untuk peningkatan prestasi perolahragaan nasional dengan cara yang sehat, baik dan halal sesuai ajaran Syariat Islam. __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed] Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/TXWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/