Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh Dari tulisan "MasWong" Yang saya lihat di sini ada usaha untuk memundurkan keberanian seseorang Dalam mengatakan yang Haq atau yang Bathil secara tegas.
Kita perlu ingat bahwa manusia memiliki sifat lupa, dengan masing-masing Tingkat seberapa tinggikah daya ingat seseorang itu. Adapula orang yang Memang belum mengetahui tentang aturan-aturan agama dalam hidupnya. Jadi tugas setiap orang, terutama yang beragam Islam adalah saling Mengingatkan dan saling memberitahukan jika ada orang lain (seagama) yang melanggar Norma-norma agama agar orang tersebut dapat kembali ke jalan yang benar sesuai tuntunan Alqur,an dan Hadist. Jangan langsung mengatakan si orang yang ingin berbuat baik dalam hal Mengingatkan orang lain yang melenceng dari jalur yang ditetapkan agama Sebagai orang yang menghakimi si pembuat salah, dia hanya penasehat atau Sebagai sesama makhluk yang saling mengingatkan. Diterima atau tidak nasehat Tersebut ya terserah pada Hidayah yang Allah berikan kepada orang yang Melanggar aturan itu. Tapi jika kesalahannya menyebabkan umat (banyak orang) Bingung atau salah jalan, maka orang tersebut wajib hukumnya kita perangi Seperti yang dilakukan FPI sebagai pejuang penjaga Akidah Islam. Bukankah setiap Muslim harus mengatakan yang Haq adalah Haq dan yang bathil adalah bathil walaupun itu akan berakibat amat menyakitkan. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam kalimat saya. Wassalam Wr. Wb. Lia -----Original Message----- From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of mas-Wong Sent: Wednesday, September 28, 2005 9:03 AM To: media-dakwah@yahoogroups.com Subject: Re: [media-dakwah] Kejantanan Dawam Dibangkitkan Musdah Mulia Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh Kalau teman kita suka berzina Padahal dia punya istri dan anak Padahal dia punya suami yang membanting tulang buat menafkahi keluarganya Terus kita bilang itu perbuatan dosa pak, bu Apakah lalu kita itu menjadi manusia suci tanpa dosa ?? Lalu tindakan apa yang sepatutnya dilakukan menurut Anda ? Kalau teman kita suka ke dukun baik yang berpredikat dukun beneran, paranormal maupun kyai bahkan minta jimat aji pengasih, aji kebal dan aji-aji yang lain (entah kalau aji pangestu :) ) Lalu kita bilang itu syirik , sesat dan dosa, kawan Apakah lalu kita itu menjadi manusia suci tanpa dosa ?? Lalu tindakan apa yang sepatutnya dilakukan menurut Anda ? Kita beragama berpedoman pada Al Qur'an dan Hadits Kalau disitu dikatakan berzina dan syirik itu dosa Bahkan syirik itu dosa tak terampunkan kalau tidak bertobat Apakah lalu kita itu mengambil otoritas Allah dalam menghakimi manusia ?? Pak Trúlÿsøúl, tentunya bapak bisa memberikan komentar yang lebih berisi BTW, saya sertakan tulisan dari Adian Husaini (maaf kalau sudah pernah dimuat di milis ini) Semoga pak Aziz bisa membaca dengan hati yang jernih Mohon maaf bila ada yang tidak berkenan Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh masWong Ahmadiyah dan Masalah Kebenaran Senin, 25 Juli 2005 oleh: Adian Husaini http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=21 20&I temid=0 Hidayatullah.com--Pada Hari Jumat tanggal 15 Juli 2005, Markas Ahmadiyah Indonesia yang berlokasi di Parung Bogor, diserbu oleh massa umat Islam. Akhirnya, markas itu ditutup resmi oleh aparat, dan Jemaat Ahmadiyah dievakuasi dari tempat tersebut. Pemda dan aparat Bogor -- merujuk kepada keputusan MUI dan Departemen Agama juga kemudian menutup pusat kegiatan Ahmadiyah di kota itu. Kasus Ahmadiyah itu kemudian memunculkan banyak ragam wacana keagamaan. Salah satunya, adalah masalah diskursus tentang kebenaran dan kebebasan beragama. Masalah yang sekian lama menjadi bahan perbincangan, kemudian menghangat kembali. Ada yang menyatakan, bahwa manusia tidak berhak menghakimi keyakinan orang lain, dan memaksakan keyakinannya terhadap orang lain. Dia kutip ayat al-Quran, Barangsiapa yang mau silakan beriman, dan siapa yang mau silakan kafir. Jadi, biarkanlah saja orang mengikut pendapat apa saja, dan menyebarkan pendapatnya, apa saja jenisnya. Termasuk paham Ahmadiyah, yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad saw. Sebagai contoh, ungkapan Masdar F. Masudi, salah satu Ketua PBNU, yang dikutip Harian Kompas (20/7/2005), yang menyatakan, NU merasa tidak berhak menfatwakan sesat terhadap para pengikut Ahmadiyah. Dia juga menyatakan, bahwa Allah-lah yang Maha Tahu siapa diantara manusia yang berpetunjuk dan yang tersesat. Dalam Kongres NU ke-5 di Pekalongan tahun 1930, diputuskan tentang jenis-jenis kafir: (1) Kafir ingkar: ialah orang yang tidak mengenal Tuhan sama sekali dan tidak mengakuinya, (2) Kafir juhud: ialah orang yang mengenal Tuhan dalam hati, tetapi tidak mengikrarkan dengan lesannya, seperti Kafirnya iblis dan orang Yahudi. (3) Kafir nifaq: ialah orang yang mengikrarkan dengan lisan, tetapi tidak mempercayai Tuhan dalam hatinya, (4) Kafir Inad: ialah orang yang mengenal Tuhan dalam hatinya dan mengikrarkan dengan lisannya, tetapi tidak taat kepada-Nya. Merujuk kepada Keputusan Kongres/Muktamar NU yang dikutip dari Kitab Syarah Safinatun Najah itu, kita dapat memahami, bahwa NU dengan tegas menyebut Iblis dan Yahudi sebagai kafir. Iblis kafir karena membangkang kepada Allah dan Yahudi juga jelas-jelas kekafirannya karena tidak mengimani kerasulan Muhammad saw. Dalam masalah keimanan, kita mengenal rukun iman, yakni beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulnya, Hari Akhir, dan takdir Allah. Keenam perkara itu termasuk ke dalam rukun, artinya keimanan seseorang tidak sah jika tidak mencakup keenam rukun tersebut. Yang namanya rukun salat artinya, salat kita batal jika tidak mengerjakan salah satu rukunnya, seperti niat, ruku, sujud, itidal, dan sebagainya. Oleh sebab itu, masalah iman dan kufur, mukmin dan kufur, adalah masalah mendasar dalam Islam. Seharusnya menjadi tugas para ulama untuk menjelaskan kepada umatnya, mana yang lurus dan mana yang sesat, mana yang iman dan mana yang kufur. Ulama tidak seyogyanya malah membuat masalah menjadi kabur, dengan menyatakan, bahwa manusia tidak berhak memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Hanya Allah saja yang berhak menghukumi. Hanya Allah saja yang tahu mana yang sesat dan mana yang mendapat petunjuk. Pengkaburan seperti itu sangat tidak benar, mengingat, setiap hari, setiap Muslim minimal 17 kali berdoa kepada Allah: Ya Allah tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka dan bukannya jalan orang-orang yang Engkau murkai atau jalannya orang-orang yang sesat. Rasulullah saw juga mengajarkan doa kepada kita: Ya Allah tunjukkanlah kepada kami yang haq itu haq dan berikanlah kemampuan kepada kami untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah kepada kami yang bathil itu bathil, dan berikanlah kemampuan kepada kami untuk menjauhinya. Tugas para ulama atau cendekiawan adalah menunjukkan mana yang salah dan mana yang benar. Itulah tugas kenabian yang diamanahkan kepada para pewaris Nabi (ulama). Karena itu, sejak puluhan tahun lalu, NU sudah menjelaskan jenis-jenis kaum kafir. Komentar Masdar semacam itu tentunya tidak mewakili suara resmi NU, dan hanya pendapat pribadi yang oleh media massa dibuat seolah-olah mewakili suara NU. Dalam kitab-kitab aqidah Asyariyah juga penuh dengan penjelasan tentang kekeliruan paham Mutazilah. Sebagai contoh, Imam al-Ghazali sama sekali tidak ragu-ragu ketika menyebutkan tentang kekeliruan sejumlah pemikiran para filosof, seperti pemikiran tentang keabadian alam. Dalam Kitabnya, al-Munqidh Minadh Dhalal, dengan tegas al-Ghazali menyebutkan bahwa golongan dahriyyin, yakni yang tidak mengakui adanya Tuhan, dan mengakui bahwa alam ini ada dengan sendirinya, tidak diciptakan oleh suatu pencipta, adalah termasuk kafir zindiq. Begitu juga golongan thabii, yang tidak mengakui adanya sorga, neraka, ganjaran bagi tindakan ketaatan, dan siksaan bagi pelaku maksiat, dinyatakan al-Ghazali sebagai golongan kafir zindiq. Jadi, sebagai ulama, maka tugas pentingnya adalah menunjukkan mana yang haq dan yang bathil, mana yang maruf dan mana yang mungkar. Sebab, amar maruf nahi munkar, adalah kewajiban penting atas kaum Muslim. Jika seseorang masuk dalam golongan bingung (golbin), maka dia tidak akan dapat melakukan kewajibannya dengan baik. Keyakinan merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi seorang manusia. Ketika seseorang kehilangan keyakinan, dan senantiasa berada pada keraguan akan sesuatu (golongan bingung/golbin), maka ia telah memasuki satu fase kehidupan yang penuh dengan kegamangan dan tidak akan pernah merasakan kebahagiaan hakiki. Dalam puisinya Bal-e-Jibril, penyair terkenal Pakistan, Mohammad Iqbal mengingatkan bahaya pendidikan Barat modern yang berdampak terhadap hilangnya keyakinan kaum muda Muslim terhadap agamanya. Padahal, menurut Iqbal, keyakinan adalah aset yang sangat penting dalam kehidupan seorang manusia. Jika keyakinan hilang dari diri seorang manusia, maka itu lebih buruk ketimbang perbudakan. Dikatakan Iqbal dalam puisinya: Conviction enabled Abraham to wade into the fire; conviction is an intoxicant which makes men self-sacrificing; Know." Kita perlu menggarisbawahi peringatan Iqbal tersebut. Seorang yang hilang keyakinan terhadap agamanya, terhadap kebenaran dan kesesatan, maka ia akan bersikap tidak peduli dengan kemungkaran. Cara berpikir individualisme dan cuekisme terhadap kemungkaran bukanlah lahir dari pandangan hidup Islam, melainkan cara pandang Barat yang menjungjung tinggi paham kebebasan individu. Karena itu, dalam system hukum Barat, perzinahan dan minuman keras, tidak dianggap kejahatan selama tidak merugikan orang lain. Siapa pun yang berzina, asal suka sama suka, maka dia tidak dianggap melakukan tindak kriminal. Siapa pun yang meminum khmar, asal dilakukan sendiri dan tidak mengganggu orang lain, maka hal itu bukan kejahatan. Cara pandang semacam itu tidak sama dengan cara pandang Islam. Karena itu, di Barat tidak ada konsep amar maruf nahi munkar, sebagaimana dalam ajaran Islam. Ketika pandangan hidup Barat yang individualis merasuk dalam alam pikiran kaum Muslim, maka tindakan amar maruf nahi munkar, dapat dipandang sebagai satu bentuk kejahatan yang tidak disukai oleh masyarakat. Dalam Kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali mengutip satu ungkapan dari Hudzaifah Ibnul Yaman, Akan dating suatu zaman, ketika bangkai keledai akan lebih mereka sukai daripada seorang mukmin yang biasa melakukan amar maruf nahi munkar. Menjelaskan tafsir QS al-Maidah ayat 105, Ibnu Masud r.a. menyebutkan akan datangnya satu zaman dimana orang yang melakukan amar maruf nahi munkar akan dibenci dan dikecam. Banyak kalangan yang mengaku cendekiawan saat ini rajin menggunakan ungkapan jangan merasa benar sendiri, jangan menghakimi keyakinan orang lain, jangan merasa menjadi Tuhan, dan sejenisnya. Arah dari ungkapan-ungkapan itu ialah agar orang Muslim tidak peduli dengan lingkungannya; tidak peduli dengan kerusakan dan kemungkaran yang berkembang di sekelilingnya, karena itu semua adalah hak asasi manusia. Hak asasi setiap orang untuk meyakini dan menyebarkan keyakinannya. Tidak boleh diganggu dan dihalangi, apalagi dihentikan. Apapun jenis kepercayaan dan tindakannya. Dalam kasus Ahmadiyah, banyak sekali ungkapan-ungkapan yang dikeluarkan oleh berbagai pihak yang sifatnya asbun, asal bunyi, tanpa melalui pengkajian masalah yang serius. Bahkan, banyak yang bernada membela Ahmadiyah, yang jelas-jelas kesesatannya. Dalam tulisannya di Harian Republika (20/7/2005), Wakil Ketua KISDI KH A. Khalil Ridwan, menjelaskan tentang kesesatan aliran Ahmadiyah. Keputusan Konferensi Organisasi Islam se-Dunia (14-18 Rabiulawwal 1394 H) dan keputusan Rabithah Alam Islami telah menetapkan bahwa Ahmadiyah adalah sekte yang menyesatkan dan tidak ada kaitan dengan agama Islam. Negara-negara Islam juga dilarang menyebarkan paham ini. Keputusan Munas Alim Ulama se-Indonesia tahun 1980 telah memutuskan bahwa Ahmadiyah adalah kelompok di luar Islam, sesat dan menyesatkan. Ini dituangkan dalam Keputusan No 05/Kep/Munas II/MUI/1980 (pada 17 Rajab 1400H/1 Juni 1980M, ditandatangani oleh Ketua MUI Prof. Dr. Hamka dan Sekretaris Drs H. Kafrawi MA, juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI (Menag) Alamsyah R. Prawiranegara). Di samping itu juga ada Surat Edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama No D/B4.01/5099/84, tgl 20 September 1984, yang berisi penegasan supaya ulama menjelaskan tentang sesatnya Jemaat Ahmadiyah. Sudah bertumpuk-tumpuk fakta-fakta yang membuktikan bahwa Mirza Ghulam Ahmad yang dipercayai oleh Ahmadiyah sebagai nabi adalah nabi palsu. Jadi, dalam pandangan Islam, Ahmadiyah adalah sebuah kemungkaran, karena menyerang aqidah yang paling asas, yaitu konsep tentang kenabian. Karena ajaran ini disebarluaskan ke tangah masyarakat Muslim, tentu, sesuai dengan ajaran Islam, kaum Muslim berkewajiban mencegah dan menghentikannya. Tidak ada kemungkaran yang lebih besar daripada kemungkaran dalam bidang aqidah. Korupsi iman merupakan jenis korupsi yang paling besar, dibandingkan korupsi harta. Karena itu, aneh sekali jika ada sebagian kalangan Muslim yang menganggap enteng masalah ini, dan lebih menganggap penting masalah pemilihan lurah, camat, atau walikota. Imam al-Ghazali menulis dalam Ihya Ulumuddin, bahwa syarat pertama pelaku amar maruf nahi mungkar adalah mukallaf (yakni yang telah terbebani kewajiban agama), muslim, dan mampu. Maka, orang gila, anak kecil, orang kafir, atau yang tidak berkemampuan, tidak terbebani dengan kewajiban melaksanakan amar maruf nahi mungkar. Jadi, selama seseorang tidak masuk kategori kafir, gila, atau anak-anak, maka ia wajib melaksanakan kewajiban agama ini. Bahkan, kata al-Ghazali, tindakan amar maruf nahi mungkar tetap wajib dilakukan, meskipun mereka tidak mendapatkan izin dari penguasa (wa in lam yakuunuu madzuniina). Imam al-Ghazali juga menyebutkan, amar maruf nahi mungkar bisa dilakukan dengan cara memberi nasehat atau dengan cara memaksa. Untuk pemberi nasehat disyaratkan adanya sifat adil, yakni si pemberi nasehat bukanlah orang yang fasik, yang hobi melakukan maksiat. Sementara itu, syarat adil tidak diperlukan dalam pelaksanaan amar maruf nahi mungkar dengan kekuatan (secara paksa). Karena itu, menurut Imam Ghazali, seorang yang dikenal sebagai fasiq sekalipun, boleh menghancurkan persediaan khamr atau alat-alat dan tempat maksiat sepanjang dia mempunyai kemampuan dan kekuasaan untuk itu. Penjelasan Imam al-Ghazali tentang amar maruf nahi mungkar dengan tangan ini, insyaallah, akan kita bahas secara khusus pada catatan berikutnya, mengingat banyaknya pendapat yang dikeluarkan oleh para tokoh bahwa Islam tidak mengajarkan cara-cara kekerasan dalam berdakwah. Dengan itu, mudah-mudahan kita tidak tersesat dalam opini yang salah, dan dapat menilai suatu kasus dengan adil, tanpa terburu-buru menyalahkan atau membenarkan satu pihak. Wallahul Muwafiq ilaa aqwamit thaariq. (Jakarta, 22 Juli 2005). Catatan Akhir Pekan (CAP) Adian Husaini merupakan kerjasama Radio Dakta 107 FM, bekasi dan www.hidayatullah.com Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/TXWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/