Jadi bagaimana donk kita para karyawan bayar zakatnya ?

----- Original Message ----- 
From: "Surata " <[EMAIL PROTECTED]>
To: "A Nizami" <[EMAIL PROTECTED]>; "media dakwah" 
<media-dakwah@yahoogroups.com>
Cc: "Harijanto" <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Friday, October 28, 2005 8:35 AM
Subject: [media-dakwah] Zakat Profesi


>
> Assalamu 'alaikum,
>
> Copy Paste dari Milis Saudara Se-Aqidah (InsyaAllah)
>
>
> Wassalam,
>
> ========================================================================
> ==========================
> Sebenarnya tidak ada di dalam syari'at, yang namanya Zakat Penghasilan
> (Zakat Profesi). Tidak ada satupun dalil yang menyebutkan adanya zakat
> untuk penghasilan (untuk selanjutnya, akan saya sebut zakat profesi
> saja, agar tidak rancu dengan penghasilan dari hasil pertanian, atau
> hasil tambang, yang memang ada zakatnya).
>
> Kemudian, kalo' ini (zakat profesi) adalah kiyas (analogi), maka ini
> adalah kiyas yang bathil/ tidak tepat; mari kita cermati:
>
> 1. Bila dikiyaskan ke zakat pertanian/ hasil bumi:
> 1.1. Semestinya zakat profesi juga diambil setiap 3 bulan, dan bukan
> setahunan, sebab zakat pertanian, harus diambil setiap panen, yakni 3
> bulanan.
> 1.2. Angka pengalinya bukan 2.5%, tapi 5%, sebab zakat pertanian adalah
> 5 %.
> 1.3. Dalam pertanian, ada hasil (tanaman yang dipanen) yang jelas-jelas
> dapat dihitung (ditimbang), yang zakatnya, pada dasarnya, dihitung dari
> hasil panen itu, bukan dari hasil penjualannya. Sedangkan pada profesi,
> tidak ada suatu hasil yang bisa diukur (hasil pekerjaannya tidak bisa
> diukur).
>
> 2. Bila dikiyaskan ke zakat harta/ maal:
> 2.1. Semestinya harus ada haul (pengendapan selama setahun), karena haul
> adalah salah satu syarat untuk zakat maal.
> 2.2. Lebih bathil lagi, jika penghasilan perbulan dikalikan 12 untuk
> mendapatkan angka setahun, maka bagaimana bila ada perubahan sebelum
> mencapai setahun, misalnya: si karyawan ini di phk atau di meninggal
> sebelum dia mencapai 1 tahun? Bukankah ini "mendahului takdir", yakni
> menetapkan setahun ke depan, apa-apa yang dialami sekarang (alias =
> meramal)?
>
> 3. Memang ada satu riwayat dari kholifah 'Umar bin Abdul Aziz, di mana
> beliau memotong gaji karyawannya 2.5% sebagai zakat. Untuk hal ini, kita
> juga mesti cermati:
> 3.1. Kembali ke kaidah/ hukum asal syariat: Al Qur'an, Al Hadits,
> berdasarkan pemahaman para Shohabat rodhiallohu 'anhum (yakni atsar/
> berita dari apa-apa yang pernah dilakukan para shohabat, yang tidak ada
> atsar dari shohabat lain yang menyelisihi/ menentangnya), dalilnya:
> dari 'Abdulloh bin 'Amr ibnul 'Ash rodhiallohu 'anhuma, Rosululloh
> shollollohu 'alaihi wa sallam bersabda (artinya): "Sesungguhnya Bani
> Isroil telah berpecah menjadi 72 golongan dan akan berpecah umatku
> menjadi 73 golongan. Mereka seluruhnya berada dalam api neraka kecuali
> golongan yang satu." Para shohabat bertanya,"Siapa golongan itu, wahai
> Rosululloh?" Beliau menjawab,"Maa anaa 'alaihil yauma wa ashhaabii
> (Siapa saja yang memegang ajaranku dan (pemahaman) para shohabatku pada
> hari ini)."
> (HR At Tirmidzi dan selainnya)
> Dalam sanad hadits ini terdapat nama Abdurrohman bin Ziyad Al Ifriqi.
> Dia seorang dho'if (lemah). Tetapi hadits ini dikuatkan oleh banyak
> hadits lain yang semakna (matannya). Hadits-hadits tersebut diriwayatkan
> dari beberapa orang shohabat, al.: Abu Huroiroh, Mu'awiyah bin Abi
> Sufyan, Anas bin Malik, 'Auf bin Malik, Ibnu Mas'ud, Abu Umamah, 'Ali
> bin Abi Tholib dan Sa'ad bin Abi Waqqosh, rodhiallohu 'anhum ajma'in.
> Jadi hadits ini (bersama
> pendukung-pendukungnya) dapat dipakai sebagai hujjah Kembali ke zakat
> profesi, maka ini TIDAK ADA DALILNYA baik dari ayat Al Qur'an maupun
> Hadits shohih ataupun atsar dari para shohabat. Sedangkan 'Umar bin
> Abdul Aziz, bukanlah shohabat, tapi tabi'in. Jadi, secara hukum, apa
> yang dia lakukan bukanlah hujjah/ dalil.
> 3.2. Akan tetapi, untuk menyalahkan seorang se"kaliber" kholifah 'Umar
> bin Abdul Aziz, bukanlah sesuatu yang bijaksana (bahkan, sampai-sampai
> beberapa ulama' ada yang menggolongkan beliau sebagai Al Khulafa Ar
> Rosyidin, meski jumhur ulama menafsirkan Al Khulafa Ar Rosyidin hanya 4
> Kholifah sepeninggal Rosul saja).
> Sekali lagi, mari kita cermati: bahwa 'Umar bin Abdul Aziz mengenakan
> angka pengali 2.5% (bukan 5% seperti pada zakat pertanian), ini berarti
> beliau menganggapnya sebagai zakat maal. Lalu bagaimana dengan haulnya?
> Jawaban yang paling mungkin, adalah: beliau mengenakannya untuk
> karyawannya yang telah mencapai masa kerja setahun atau lebih, yakni
> beliau sudah memperkirakan bahwa, harta mereka yang melebihi nishob,
> sudah tersimpan selama setahun atau lebih. Jadi, dengan mencoba
> kemungkinan ini, maka apa yang dilakukan oleh 'Umar bukanlah kiyas, tapi
> ia benar-benar zakat maal.
> Dengan kata lain, BELIAU TIDAK MENGADAKAN ZAKAT UNTUK PROFESI, hanya
> zakat maalnya dihitung dan dipotongkan langsung dari penghasilan/ gaji
> karyawannya.
>
> 4. Lalu, mungkin, ada yang berkata: "Kalo' petani yang tidak terlalu
> kaya saja, dikenakan zakat, kenapa professional yang penghasilannya jauh
> di atas petani, tidak dikenakan zakat?" Maka jawabannya:
> Syari'at telah ditetapkan oleh Alloh subhanahu wa ta'ala melalui lisan
> dan perbuatan RosulNya shollollohu 'alaihi wa sallam, yang tidak akan
> berubah sampai hari kiamat nanti, Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman
> (artinya):
> "...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
> Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
> bagimu..." (Al Maa'idah 3) Al Imam Malik berkata tentang ayat ini:
> "Barangsiapa berbuat suatu kebid'ahan dalam agama Islam yang ia pandang
> baik maka sungguh ia menyangka bahwa Muhammad telah mengkhianati
> risalah, karena Allah berfirman : 'Pada hari ini ... dst'(Al Maidah 3).
> Maka apa saja yang pada waktu itu bukan agama tidaklah pada hari ini
> dianggap sebagai agama, dan tidak akan baik akhir umat ini melainkan
> dengan apa yang baik pada umat yang awal (para sahabat)"
> Jadi, tidak boleh akal meng"otak-atik" syari'at secara mutlak. Akal ini
> sangatlah terbatas dibandingkan syari'at yang ditetapkan Alloh Yang Maha
> Berilmu. Alloh Maha Tahu hikmah apa dibalik syari'at yang sudah
> ditetapkanNya, kita manusia hanya diwajibkan untuk menjalankannya, bukan
> bertanya "kenapa begini?" dan "kenapa tidak begitu?", Alloh subhanahu wa
> ta'ala berfirman: "Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka
> dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di
> antara mereka, ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan
> mereka itulah orang-orang yang beruntung." (An Nuur 51)
>
> Wallohu a'lam bishshowab
> Wassalamu 'alaikum,
>
> Septri
>
>
>
>
>
>
> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
> Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>
>
> 






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to