Jumat, 2 Desember 2005, 09:06 WIB
REPORTASE
BUDAYA
Menangis di Kampung P Ramlee
Reporter : Halim Mubary


Sepasang mata tua Haji Cheleh bin Chekya tampak berkaca-kaca, saat menapaki
jalan beraspal selebar tiga meter di Desa Meunasah Alue, Kecamatan Muara
Dua, Lhokseumawe. Desa yang hanya berjarak sekitar dua kilometer dari pusat
Kota Lhokseumawe tersebut, pada Minggu (27/11) tampak 'hidup' dan meriah. 


Ada sekitar seribuan warga plus para tamu, baik dari dalam mupun luar
negeri, yang berkunjung ke kampung seniman besar P Ramlee, yang karirnya
bersinar terang di Malaysia itu. 


Benar, P Ramlee sendiri lahir dan meninggal dunia di Malaysia. Namun sang
ayah legenda seniman itu berasal dari Meunasah Alue. Keluarga besar dari
garis keturunan ayah P Ramlee, masih banyak tinggal di sana. 


Lalu kenapa banyak tamu yang berkunjung ke Meunasah Alue hari itu? Sesuai
dengan agenda acara Dialog Utara XI, sebuah forum pertemuan seniman dan
budayawan serumpun yang pesertanya berasal dari Aceh, Sumut, Utara Malaysia,
Selatan Thailand, Filipina, dan Singapura, mulai 25-28 November digelar di
Lhokseumawe dengan jumlah peserta 300 orang. 


Sedangkan acara seminar budaya, dan sastra digelar di Multi Purpose PT Arun
NGL, Batuphat Lhokseumawe. Selain itu, peserta juga mengunjungi makam
Malikussaleh di Kecamatan Samudera, Aceh Utara, dan melihat Kota Banda Aceh
yang dilanda bencana tsunami.     


Para tamu setiba di Desa Meunasah Alue disambut dengan lantunan shalawat
badar, dan rapa-i pase. Rumah Walikota Lhokseumawe, Drs Marzuki Muhd Amin,
yang berada di desa yang sama, menerima kehadiran para tamu. Selanjutnya
tamu diarahkan ke lingkungan kediaman keluarga besar P Ramlee yang berjarak
sekitar 200 meter dari rumah walikota, dengan berjalan kaki. 


Selain dikenalkan dengan sejumlah anggota keluarga P Ramlee, para tamu juga
dibawa ke pekuburan keluarga P Ramlee yang terletak di halaman belakang
rumah Fatimah (80), sepupu P Ramlee. Meski dicusianya yang sudah uzur, namun
Fatimah masih sanggup berdiri menerima kehadiran kunjungan tamu. Dengan
diapit beberapa keponakan dan cucunya, Fatimah berdiri tak jauh dari
kuburan. 


Rasyidah, salah seorang keponakan P Ramlee, kepada tamu menjelaskan, tentang
siapa saja anggota keluarga P Ramlee yang kuburannya berjumlah sebelas buah
itu. Disebutkan, salah satu kuburan adalah kakeknya P Ramlee. Para tamu,
terutama yang berasal dari Malaysia, manggut-manggut. Tak satupun dari
kuburan itu yang diberikan pelindung semen di pinggirannya. Semua kuburan
itu, nampak apa adanya.  


Kediaman Fatimah sendiri, hanya berupa rumah papan dengan atap daun rumbia.
Sebenarnya lebih tepat dikatakan gubuk. Begitu juga dengan rumah Rasyidah,
yang berada di sampingnya. Semua itu seperti menjelaskan bahwa kehidupan
keluarga seniman besar P Ramlee di desa itu, masih sangat memprihatinkan. 


"Tapi saya merasa senang dengan kunjungan para tamu, terutama yang berasal
dari Malaysia. Saya terharu, dan bangga karena saudara-saudara kami dari
Malaysia mau melihat kami di sini," tutur Rasyidah mewakili keluarga pada
acehkita.com. 


Namun, saat ditanya, kenapa kuburan kelurganya itu tidak pugar? 


Rasyidah hanya tersenyum, "Kami nggak punya uang untuk memugarnya. Walaupun
niat untuk itu ada," katanya pendek.   


Saat para tamu diperkenalkan dengan Fatimah, adik sepupu P Ramlee, sejumlah
tamu memberikan sekadar uang untuk wanita tua yang punggungnya sudah
membungkuk itu. Fatimah hanya tersenyum setiap tamu menyalami dirinya. 


Selanjutnya tamu dijamu makan siang di sebuah lapangan kecil, sekaligus
dirangkai dengan acara penutupan Dialog Utara XI, oleh walikota Lhokseumawe
di Meunasah Alue. 


Mungkin orang yang paling berbahagia dalam kunjungan itu adalah Cheleh.
Pensiunan cekgu (guru) ini pada acehkita.com mengaku, dirinya adalah
penggemar berat P Ramlee. "Saya rasanya seperti bermimpi, kalau hari ini
saya sudah menginjakkan kaki di kampung leluhur idola saya itu," ujarnya
terharu. 


Cheleh bahkan menyimpan hampir semua koleksi kaset dan VCD seniman kondang
itu. "Saya bahkan rela meninggalkan istri yang sedang sakit di Malaysia,
demi untuk bisa ke mari," tuturnya dalam dialek melayu yang kental. 


Lalu, apa yang membuat Cheleh begitu mengagumi P Ramlee. 


"Perjalanan hidup saya, nyaris hampir sama dengan P Ramlee. Sebab ayah saya
juga berasal dari Sumatera. Hanya saja ayah saya berasal dari Tapanuli, dan
merantau ke Malaysia seperti ayahnya P Ramlee. Dan kami juga sama-sama
beribukan melayu Malaysia," katanya sambil membuka kaca matanya. "Saya
menangis bukan sedih, tapi karena terharu."   


Cheleh menghapus air mata dengan ujung jarinya. Kendati tidak pernah bertemu
langsung dengan seniman besar itu, tapi ayah empat anak ini juga mengaku
telah mengenal P Ramlee sejak berusia tujuh tahun.  "Hang Tuah, Musang
Berjanggut, Anakku Zali, Merana, dan Miskin, merupakan film-filmnya yang
sangat saya gemari," lanjut Cheleh. 


Cheleh yang menjadi pengurus Persatuan Penyanyi dan Seniman Pusat (PUSPA)
Kelantan ini berharap agar pemda setempat bisa menjadikan kampung leluhur P
Ramlee ini sebagai salah satu situs pariwisata. "Seperti yang dideklarasikan
dalam pernyataan sikap Forum Dilaog Utara XI, di mana salah satu butirnya
berbunyi agar nama P Ramlee bisa dijadikan sebagai perekat tamaddun
(semangat) Melayu," katanya. 


Poin penting lainnya yang dihasilkan dalam pernyataan itu adalah, memberi
ruang yang cukup bagi terbangunnya kedamaian, keamanan, dan kebersaman
sebagai azas esensial dalam menentukan jati diri alam melayu, dan adat
istiadat, yang merupakan sikap integral dalam kehidupan bernegara.   


Mengadopsi dari salah satu poin deklarasi Dialog Utara XI tersebut, dalam
sambutan penutupannya, Walikota Marzuki Muhd Amin, berjanji akan membangun
sebuah museum P Ramlee. "Nanti kami akan mencari sebuah lokasi yang tepat
untuk itu, di sekitar Desa Meunasah Alue ini," katanya. 


Sebelum menutup secara resmi, walikota sempat mendendangkan sebuah lagu yang
sangat popular dari P Ramlee, Gelora, yang berduet dengan penyanyi Malaysia,
Julie Sudiro. 


Sedangkan budayawan Malaysia, Tan Sri Prof Emertus Ismail Husen, yang juga
Ketua Gabungan Penulis Nasional (Gapena) Malaysia, menyerahkan sejumlah
peninggalan karya P Ramlee berupa kaset, VCD, buku, dan foto P Ramlee. 


Dalam sambutannya, Ismail Husen berharap agar perekat kebudayaan serumpun,
bisa terus dipertahankan. Dan Rakyat Aceh yng baru saja dilanda bencana
tsunami akhir tahun lalu, bisa segera bangkit menata kehidupannya. 


Dialog Utara XII dua tahun ke depan akan dilaksanakan di Penang, Malaysia.
[dzie] 



  _____  

 
<http://promos.hotbar.com/promos/promodll.dll?RunPromo&El=&SG=&RAND=54142&pa
rtner=fastutility> Block Spam Emails - Click here! 



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke