Wa'alaikum salam wr wb,

--- "Kartika, Bambang" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Assalamu'alaikum wr.wb.,
> 
> Saudara-saudaraku,saya heran mengapa kok masih ada
> orang yang membenci bahkan ada yang mengecam tentang
> tassawuf dengan berdalil Qur'an dan Hadis, padahal
> Al Qur'an dan Hadis adalah sumber utama segala ilmu,
> sebagai seorang Muslim mengapa hanya mengupas bagian
> luar Al Qur'an dan Hadis saja? tanpa mencoba
> menggali lebih dalam. Saudaraku kalau saya melihat
> suatu benda seperti buah apel maka saya tidak akan
> langsung mengatakan itu buah apel karena bisa saja
> itu apel-apelan yang dari plastik. Bagaimana cara
> memakan buah apel? ada yang lansung di gigit,ada
> yang dicuci terus digigit,ada yang dikupas
> dahulu,dst, barulah kita memasukanya ke mulut
> kemudian kita merasakan buah apel, disinilah contoh
> kehati-hatian orang tassawuf, artinya kalau orang
> yang sudah menggali Al Qur'an dan Hadis jauh lebih
> dalam maka dia akan selalu menjaga mulut, lidah dan
> hatinya untuk meghujat orang, bahkan sekalipun ada
> orang yang menghujatnya dia selalu mengembalikanya
> kepada Allah, 

Kenapa di Al Qur'an dan Hadits tidak sekalipun disebut
kata tasawuf? Bahkan kata tasawuf itu sama sekali
bukan bahasa Arab?

Dalil dalam Islam adalah Qur'an dan Hadits. Adakah
dalil yang mengatakan orang Tasawuf itu benar2
mengkaji dgn dalam Al Qur'an dan Hadits?

Maaf, menurut pengamatan saya, kebanyakan pelajaran
dalam Tasawuf justru bukan dari Al Qur'an dan Hadits
yang sahih. Tapi cerita2 orang dulu/mimpi yang tidak
ada derajad sahih/dloif sama sekali. Jadi tak bisa
dijadikan pegangan.

> Apakah orang tassawuf termasuk orang
> pintar ? "Ya" Bisakah semua orang belajar tassawuf?
> "Bisa" hanya mungkin tingkatanya berbeda, mengapa ?
> karena nafsu seseorang berbeda-beda, olehkarena itu
> hindari sombong, takabur, kepada siapapun,hati-hati
> dalam segala ucapan, perbuatan,apa lagi mengecam
> para Sufi dll agar lebih mudah terjadi kontak
> "Manunggaling kawula Gusti Gusti lan kawulane".

Itu artinya bersatunya manusia dengan Tuhan/Allah.
Akibatnya bisa seperti Al Hallaj atau Syekh Siti Jenar
yang mengaku Allah. Padahal Nabi Muhammad SAW yang
merupakan insan kamil, uswatun hasanah tidak pernah
sekali pun mengaku sebagai Allah.

Bukankah dalam surat Al Ikhlas disebut wa lam yakun
lahu kufuwwan ahad? Dan tak ada sesuatu pun yang
setara/sekufu dengan Allah?

Wassalam

> Salam
> BBK
> 
> -----Original Message-----
> From: media-dakwah@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of
> .:.cintasaja.:.
> Sent: Thursday, December 22, 2005 2:32 PM
> To: media-dakwah@yahoogroups.com
> Subject: syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah]
> Tanya : Tassawuf
> 
> 
> Assalamu'alaikum wr.wb.,
> 
> Ikhwani yang dirahmati Allah,
> 
> Menurut saya, sebenarnya yang bisa menjawab apa itu
> tasawuf atau sufi ya
> mereka yang 'menggeluti'-nya ...  sehingga informasi
> yang diterima lebih
> akurat.  Tidak semua tarikat itu sesat, dan juga
> tidak semuanya itu lurus
> ..  CMIIW
> 
> Berkaitan dengan munajat kaum sufi terhadap syurga
> dan neraka, berikut ada
> pendapat lain dari seorang sahabat ...  semoga
> menjadi bahan masukan dan
> telaahan.  Kalau kurang berkenan, mohon maaf
> sebelumnya.
> 
> ---
> 
> Dalam Al-Qur'an dan Hadits soal syurga dan neraka
> disebut berkali-kali dalam
> berbagai ayat dan surat . Tentu saja, sebagai janji
> dan peringatan Allah
> swt. Namun memahami ayat tersebut atau pun hadits
> Nabi saw, harus dilihat
> dari berbagai sudut pandang, tidak sekadar
> formalisme ayat atau teks hadits
> saja.
> Contoh soal rasa takut. Dalam Al-Qur'an disebut
> beberapa kali bentuk takut
> itu. Ada yang menggunakan kata Taqwa, ada yang
> menggunakan kata Khauf dan
> ada pula Khasyyah, dan berbagai bentuk kata yang
> ditampilkan Allah Ta'ala
> yang memiliki hubungan erat dengan bentuk takut itu
> sendiri, sesuai dengan
> kapasitas hamba dengan Allah Ta'ala. Makna takut
> dengan penyebutan yang
> berbeda-beda itu pasti memiliki dimensi yang berbeda
> pula, khususnya dalam
> responsi psikhologi keimanan yang berbeda-beda
> antara satu dengan yang
> lainnya, berkaitan dengan frekwensi dan derajat
> keimanan seseorang.
> 
> Begitu juga kata Jannah dan Naar, syurga dan neraka.
> Penekanan-penekanan
> kata Naar dalam Al-Qur'an juga memiliki struktur
> hubungan yang berbeda. Naar
> disebutkan untuk orang kafir, memiliki tekanan
> berbeda dengan orang munafik,
> orang fasik, dan orang beriman yang ahli maksiat.
> Itu berarti berhubungan
> dengan kata Naar, yang disandarkan pada macam-macam
> ruang neraka: Ada Neraka
> Jahim, Neraka Jahanam, Neraka Sa'ir, Neraka Saqar,
> Neraka Abadi, dan
> penyebutan kata Naar yang tidak disandarkan pada
> sifat dan karakter neraka
> tertentu.
> 
> Jika Naar kita maknai secara gradual, justru menjadi
> zalim, karena faktanya
> tidak demikian. Hal yang sama jika para Sufi
> memahami Naar dari segi
> hakikatnya neraka, juga tidak bisa disalahkan.
> Apalagi jika seseorang
> memahami neraka itu sebagai api yang berkobar.
> 
> Kalimat Naar tanpa disandari oleh Azab, juga berbeda
> dengan Neraka yang
> ansickh belaka. Misalnya kalimat dalam ayat di surat
> Al-Baqarah, "Wattaqun
> Naar al-llaty waquduhannaasu wal-Hijarah" dengan
> ayat yang sering kita baca,
> "Waqinaa 'adzaban-Naar," memiliki dimensi berbeda.
> Ayat pertama, menunjukkan
> betapa pada umumnya manusia, karena didahului dengan
> panggilan Ilahi "Wahai
> manusia". Maka Allah langsung membuat ancaman serius
> dengan menyebutkan kata
> Naar. Tetapi pada doa seorang beriman, "Lindungi
> kami dari siksa neraka,"
> maknanya sangat berbeda. Karena yang terakhir ini
> berhubungan dengan
> kualifikasi keimanan hamba kepada Allah, bahwa yang
> ditakuti adalah Azabnya
> neraka, bukan apinya. Sebab api tanpa azab, jelas
> tidak panas, seperti api
> yang membakar Ibrahim as.
> 
> Oleh sebab itu, jika seorang Sufi menegaskan
> keikhlasan ubudiyahnya hanya
> kepada Allah, memang demikian perintah dan kehendak
> Allah. Bahwa seorang
> mukmin menyembah Allah dengan harapan syurga dan
> ingin dijauhkan neraka,
> dengan perspektifnya sendiri, tentu kualifikasi
> keikhlasannya di bawah yang
> pertama. Dalam berbagai ayat mengenai Ikhlas,
> sebagai Ruh amal, disebutkan
> agar kita hanya menyembah Lillahi Ta'ala. Tetapi
> kalau punya harapan lain
> selain Allah termasuk di sana harapan syurga dan
> neraka, sebagai bentuk
> kenikmatan fisik dan siksa fisik, itu juga diterima
> oleh Allah. Namun,
> kualifikasinya adalah bentuk responsi mukmin pada
> syurga dan neraka paling
> rendah.
> 
> Semua mengenal bagaimana Allah membangun contoh dan
> perumpamaan, baik untuk
> menjelaskan dirinya, syurga maupun neraka. Kaum Sufi
> memilih perumpamaan
> paling hakiki, karena perumpamaan neraka yang paling
> rendah sudah
> dilampauinya. Sebagaimana kualitas moral seorang
> pekerja di perusahaan juga
> berbeda-beda, walau pun teknis dan cara kerjanya
> sama.
> 
> Orang yang bekerja hanya mencari uang dan untung,
> tidak boleh mencaci dan
> mengecam orang yang bekerja dengan motivasi
> mencintai pekerjaan dan
> mencintai direktur perusahaan tersebut. Walau pun
> cara bekerjanya sama,
> namun kualitas moral dan etos kerjanya yang berbeda.
> Bagi seorang direktur
> yang bijaksana, pasti ia lebih mencintai pekerja
> yang didasari oleh motivasi
> cinta yang luhur pada pekerjaan, perusahaan dan
> mencintai dirinya,
> disbanding para pekerja yang hanya mencari untung be
> laka, sehingga mereka
> bekerja tanpa ruh dan spirit yang luhur.
> 
> Karena itu syurga pun demikian. Persepsi syurga bagi
> kaum Sufi memiliki
> kualifikasi ruhani dan spiritual yang berbeda dengan
> persepsi syurga kaum
> awam biasa. Hal yang sama persepsi mengenai
> bidadari. Bagi kaum Sufi
> bidadari yang digambarkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah,
> adalah Tajalli
> (penampakan) sifat-sfat dan Asma Kemahaindahan
> Ilahi, yang tentu saja
> berbeda dengan kaum awam yang dipersepsi sebagai
> kenikmatan bilogis
> seksual-hewani.
> 
> Syurga bagi kaum Sufi adalah Ma'rifatullah dengan
> derajat kema'rifatan yang
> berbeda-beda. Karena nikmat tertinggi di syurga
> adalah Ma'rifat Dzatullah.
> Jadi kalimat Rabi'ah Adawiyah tentang ibadah tanpa
> keinginan syurga adalah
> syurga fisik dengan kenikmatan fisik yang selama ini
> kita persepsikan. Dan
> hal demikian memang bisa menjadi penghalang (hijab)
> antara hamba dengan
> Allah dalam prosesi kema'rifatan.
> 
> Bahkan Allah pun membagi-bagi syurga dengan symbol
> berbeda-beda, ada
> Jannatul Ma'wa, Jannatul Khuldi, Jannatun Na'im,
> Jannatul Firdaus, yang
> tentu saja menunjukkan kualifikasi yang bersifat
> lahiriyah maupun
> bathiniyah. Bagi orang beriman yang masih
> bergelimang dengan nafsunya, maka
> perspesi tentang nikmat syurga, adalah pantulan
> nafsu hewaninya dan
> syahwatnya, lalu persepsi kesenangan duniawi ingin
> dikorelasikan dengan rasa
> nikmat syurgawi yang identik dengan syahwatiyah.
> 
> Rabi'ah Adawiyah dan para Sufi lainnya ingin
> membersihkan jiwa dan hatinya
> dari segala bentuk dan motivasi selain Allah yang
> bisa menghambat perjalanan
> menuju kepada Allah. Dengan bahasa seni yang indah
> dan tajam, mereka hanya
> menginginkan Allah, bukan menginginkan makhluk
> Allah. Amaliyah di dunia
> sebagi visa syurga hanyalah untuk menentukan
> kualifikasi kesyurgawiannya,
> bukan sebagai kunci masuk syurganya. Karena hanya
> Fadhal dan RahmatNya saja
> yang menyebabkan kita masuk syurga. "karena Fadhal
> dan Rahmat itulah kamu
> sekalian bergembira..." Demikian dalam Al-Qur'an.
> Bukan gembira karena
> syurgaNya.
> 
> Syurga dan neraka adalah makhluk Allah. Apakah
> seseorang bisa wushul (sampai
> kepada) Allah, manakala perjalanannya dari makhluk
> menuju makhluk? Apakah
> itu tidak lebih dari sapi atau khimar yang
> menjalankan roda gilingan, yang
> berputar-putar terus menerus tanpa tujuan?
> Nah anda bisa merenungkan sendiri, betapa
> tudingan-tudingan mereka yang anti
> tasawuf soal persepsi syurga dan neraka ini, bisa
> terbantahkan dengan
> sendirinya, tanpa harus berdebat lebih panjang.
> 
> Hanya mereka yang mungkin belum mengerti saja, jika
> ada ucapan seperti ini
> dikecam habis, "Tuhanku, hanya engkau tujuanku, dan
> hanya ridloMulah yang
> kucari. Limpahkan Cinta dan Ma'rifatMu kepadaku..."
> Ucapan yang menjadi
> munajat para Sufi. Lalu mereka mengecam ucapan ini,
> sebagai bentuk anti
> syurga dan tak takut neraka?
> 
> -----
> 
> Salam sayang,
> Hidayat
> 
> On 12/22/05, A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > Wa'alaikum salam wr wb,
> >
> > --- Aria Subekti <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > > Assalamu'alaikum wr.wb...
> > >   Dari milis tetangga tentang tasawuf :
> > >     Di zaman para sahabat Nabi saw, kaum
> Muslimin
> > > serta pengikutnya mempelajari tasawuf, agama
> Islam
> > > dan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, tanpa
> > > kecuali.
> >
> > Jika kita kaji Al Qur'an dan Hadits, kita tidak
> akan
> > menemui satu kata pun tentang tasawuf. Bahkan
> tasawuf
> > itu sendiri bukan berasal dari bahasa Arab. Klaim
> di
> > atas tidak ada dasarnya.
> >
> > Cukuplah sudah Al Qur'an dan Sunnah Nabi sebagai
> > pedoman kita. Janganlah kita berpegang kepada
> bid'ah
> > atau selain dari 2 yang di atas.
> >
> > >   Dalam syairnya, Rabi'ah Al-Adawiyah telah
> berkata:
> > >   "Semua orang yang menyembah Allah karena takut
> > > akan neraka dan ingin menikmati surga. Kalau aku
> > > tidak demikian, aku menyembah Allah, karena aku
> > > cinta kepada Allah dan ingin ridhaNya."
> >
> > Di situ Rabi'ah seperti pamer atau riya. Salah
> satu
> > pernyataan Rabi'ah: "Jika aku menyembahMu karena
> ingin
> > masuk surga, maka tutuplah pintu surga bagiku.
> Jika
> > aku menyembahMu karena takut neraka, masukkanlah
> aku
> > ke dalam neraka" itu berbau sombong pamer dan
> > bertentangan dgn do'a yang diajarkan Nabi:
> >
> > "Robbana aatina fid dunya hasanah. Wa fil akhiroti
> > hasanah. Wa qiina 'adzaaban naar" (Ya Allah
> berilah
> > kami kebaikan di dunia dan akhirat. Dan
> hindarkanlah
> > kami dari api neraka)
> >
> > >   Kemudian pandangan mereka itu berubah, dari
> > > pendidikan akhlak dan latihan jiwa, berubah
> menjadi
> > > paham-paham baru atas Islam yang menyimpang,
> yaitu
> > > filsafat; dan yang paling menonjol ialah
> Al-Ghaulu
> > > bil Hulul wa Wahdatul-Wujud (paham bersatunya
> hamba
> > > dengan Allah).
> > >   Paham ini juga yang dianut oleh Al-Hallaj,
> seorang
> > > tokoh sufi, sehingga dihukum mati tahun 309 H.
> > > karena ia berkata, "Saya adalah Tuhan."
> >
> > Itulah akibatnya karena belajar Islam bukan
> bersumber
> > dari Al Qur'an dan Hadits. Tapi dari sumber lain
> > seperti kisah2 yang tidak jelas riwayatnya.
> >
> >
> --- deleted ---
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been
> removed]
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis
> Media Dakwah.
> Kirim email ke:
> [EMAIL PROTECTED] 
> Yahoo! Groups Links
> 
> 
> 
>  
>
--------------------------------------------------------
> 
> This message (including any attachments) is only for
> the use of the person(s) for whom it is intended. It
> may contain Mattel confidential, proprietary and/or
> trade secret information. If you are not the
> intended recipient, you should not copy, distribute
> or use this information for any purpose, and you
> should delete this message and inform the sender
> immediately.
> 
> 
> 


Tertarik masalah Ekonomi? Mari bergabung ke milis Ekonomi Nasional
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]


                
__________________________________________ 
Yahoo! DSL – Something to write home about. 
Just $16.99/mo. or less. 
dsl.yahoo.com 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke