Mohon Disebarkan kepada Kaum Muslimin dan Muslimat Semoga Bermanfaat,.......... 
 
MIN USHUL AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH

MUKADDIMAH MIN USHUL AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Rab semesta alam yang telah menunjuki kita sekalian 
kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tidak akan mendapat petunjuk jika 
Allah tidak memberi kita petunjuk. Kita memohon kepada-Nya agar kita senantiasa 
ditetapkan di atas hidayah-Nya sampai akhir hayat, sebagaimana difirmankan 
Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan 
sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali 
dalam keadaan Islam". [Ali-Imran : 102].

Begitu pula kita memohon agar hati kita tidak dicondongkan kepada kesesatan 
setelah kita mendapat petunjuk.
"Artinya : Ya Allah, janganlah engkau palingkan hati-hati kami setelah engkau 
memberi kami hidayah". [Ali Imran : 8]

Dan semoga shalawat serta salam senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita, 
suri tauladan dan kekasih kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa 
sallam, yang telah diutus-Nya sebagai rahmat bagi alam semesta. Dan semoga 
ridla-Nya selalu dilimpahkan kepada para sahabatnya yang shalih dan suci, baik 
dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, serta kepada para pengikutnya yang setia 
selama ada waktu malam dan siang.



Wa ba'du.
Inilah beberapa kalimat ringkas tentang penjelasan 'Aqidah Ahlus Sunnah 
Wal-Jama'ah yang pada kenyataan hidup masa kini diperselisihkan oleh umat Islam 
sehingga mereka terpecah belah. Hal itu terbukti dengan tumbuhnya berbagai 
kelompok (da'wah) kontemporer dan jama'ah-jama'ah yang berbeda-beda. 
Masing-masing menyeru manusia (umat Islam) kepada golongannya ; mengklaim bahwa 
diri dan golongan merekalah yang paling baik dan benar, sampai-sampai seorang 
muslim yang masih awam menjadi bingung kepada siapakah dia belajar Islam dan 
kepada jama'ah mana dia harus ikut bergabung. Bahkan seorang kafir yang ingin 
masuk Islam-pun bingung. Islam apakah yang benar yang harus di dengar dan 
dibacanya ; yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah 
yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para sahabat Rasulullah 
yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu ; namun 
justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi 
dirinya.

Begitulah yang pernah dikatakan oleh seorang orientalis tentang Islam : "Islam 
itu tertutup oleh kaumnya sendiri", yakni orang-orang yang mengaku-ngaku muslim 
tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang seluruhnya oleh karena Allah 
telah menjamin kelanggengan Islam ini dengan keabadian Kitab-Nya sebagaimana 
Dia telah berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Al-Qur'an, dan 
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". [Al-Hijr : 9]

Maka, Pastilah akan senantiasa ada segolongan kaum muslimin yang tetap teguh 
(konsisten) memegang ajarannya dan memelihara serta membelanya sebagaimana di 
firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad 
dari agamanya (dari Islam), maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang 
Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lembut 
terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, 
yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang 
yang suka mencela ...". [Al-Maaidah : 54]

Dan firman Allah.
"Artinya : Ingatlah kamu ini. orang-orang yang diajak untuk menafkahkan 
(hartamu) di jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang bakhil barang siapa 
bakhil berarti dia bakhil pada dirinya sendiri, Allah Maha Kaya dan kamu 
orang-orang yang membutuhkan-Nya, dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan 
mengganti ( kamu) dengan kaum selain kalian dan mereka tidak akan seperti kamu 
ini". [Muhammad : 38]
Golongan atau jama'ah yang dimaksud adalah seperti yang disabdakan oleh 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits :
"Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tetap membela 
al-haq, mereka senantiasa unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan 
mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allah (Tabaraka wa Ta'la), 
sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian". [1]

Bertolak dari sinilah kita dan siapa saja yang ingin mengenal Islam yang benar 
beserta pemeluknya yang setia harus mengenal golongan yang diberkahi ini dan 
yang mewakili Islam yang benar, Semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam 
golongan ini agar kita bisa mengambil contoh dari berjalan pada jalan mereka 
dan agar supaya orang kafir yang ingin masuk Islam itupun dapat mengetahui 
untuk kemudian bisa bergabung.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, diterbitkan oleh Dar Al-Gasem 
Saudi Arabia PO Box 6373 Riyadh 11442, penerjemah Abu Aasia]
_________
Foote Note
[1] Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari 4/3641, 7460; dan Imam Muslim 5 juz 13, 
hal. 65-67 pada syarah Imam Nawawy

 AL-FIRQOTUN NAJIYAH ADALAH AHLUS SUNNAH WAL-JAMA'AH

Pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kaum muslimin 
itu adalah umat yang satu sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab 
kalian, maka beribadahlah kepada-Ku". [Al-Anbiyaa : 92].

Maka kemudian sudah beberapa kali kaum Yahudi dan munafiqun berusaha memecah 
belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun 
mereka belum pernah berhasil. Telah berkata kaum munafiq.

"Artinya : Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi 
Rasulullah, supaya mereka bubar". 

Yang kemudian dibantah langsung oleh Allah (pada lanjutan ayat yang sama) :

"Padahal milik Allah-lah perbandaharaan langit dan bumi, akan tetapi 
orang-orang munafiq itu tidak memahami". [Al-Munafiqun : 7].

Demikian pula, kaum Yahudi-pun berusaha memecah belah dan memurtadkan mereka 
dari Ad-Din mereka.

"Artinya : Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah berkata (kepada sesamanya) : 
(pura-pura) berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang 
beriman (para sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, 
mudah-mudahan (dengan cara demikian) mereka (kaum muslimin) kembali kepada 
kekafiran". [Ali Imran : 72].

Walaupun demikian, makar yang seperti itu tidak pernah berhasil karena Allah 
menelanjangi dan menghinakan (usaha) mereka.

Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya mereka berusaha kembali memecah 
belah kesatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar) dengan mengibas-ngibas kaum 
Anshar tentang permusuhan diantara mereka sebelum datangnya Islam dan perang 
sya'ir diantara mereka. Allah membongkar makar tersebut dalam firman-Nya.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti segolongan 
orang-orang yang diberi Al-Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kalian 
menjadi orang kafir sesudah kalian beriman".[Ali Imran : 100].

Sampai pada firman Allah.

"Artinya : Pada hari yang diwaktu itu ada wajah-wajah berseri-seri dan muram 
....." [Ali-Imran : 106]

Maka kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kaum Anshar : 
menasehati dan mengingatkan mereka ni'mat Islam dan bersatunya merekapun 
melalui Islam, sehingga pada akhirnya mereka saling bersalaman dan berpelukan 
kembali setelah hampir terjadi perpecahan. [1]. Dengan demikian gagallah pula 
makar Yahudi dan tetaplah kaum muslimin berada dalam persatuan. Allah memang 
memerintahkan mereka untuk bersatu di atas Al-Haq dan melarang perselisihan dan 
perpecahan sebagaimana firman-Nya.

"Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan 
beselisih sesudah datangnya keterangan yang jelas ......".[Ali-Imran : 105].

Dan firman-Nya pula.
"Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan 
janganlah kamu berpecah-belah ....".[Ali-Imran : 103].

Dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan persatuan kepada mereka dalam 
melaksanakan berbagai macam ibadah : seperti shalat, dalam shiyam, dalam 
menunaikan haji dan dalam mencari ilmu. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa 
sallam-pun telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan melarang 
mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan beliau telah memberitahukan 
suatu berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih, 
yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini sebagaimana hal 
tersebut telah terjadi pada umat-umat sebelumnya ; sabdanya.

"Artinya : Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan 
melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan 
sunnah-Ku dan sunnah Khulafaa'rasiddin yang mendapat petunjuk setelah Aku".[2].

Dan sabdanya pula.

"Artinya : Telah berpecah kaum Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan ; dan 
telah berpecah kaum Nashara menjadi tujuh puluh dua golongan ; sedang umatku 
akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka 
kecuali satu. Maka kami-pun bertanya, siapakah yang satu itu ya Rasulullah ..? 
; beliau menjawab : yaitu barang-siapa yang berada pada apa-apa yang aku dan 
para sahabatku jalani hari ini". [3].

Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah diberitakan Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam, maka berpecahlah umat ini pada akhir generasi sahabat 
walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar pada kondisi umat semasa 
generasi yang dipuji oleh Rasulullah dalam sabdanya.

"Artinya : Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang datang 
sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya".[4]

Perawi hadits ini berkata : "saya tidak tahu apakah Rasulullah menyebut setelah 
generasinya dua atau tiga kali".

Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih banyaknya ulama dari kalangan 
muhadditsin, mufassirin dan fuqaha. Mereka termasuk sebagai ulama tabi'in dan 
pengikut para tabi'in serta para imam yang empat dan murid-murid mereka. Juga 
disebabkan masih kuatnya daulah-dualah Islamiyah pada abad-abad tersebut, 
sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami 
pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya.

Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah kaum muslimin dengan 
pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan. Diterjemahkannya kitab ilmu 
ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun mengambil beberapa kaki tangan 
pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka 
semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan bercampurlah berbagai 
ragam golongan dan ajaran. Begitupun madzhab-madzhab yang batilpun ikut 
bergabung dalam rangka merusak persatuan umat. Hal itu terus berlangsung hingga 
zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah. Walaupun demikian 
kita tetap bersyukur kepada Allah karena Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal 
Jama'ah masih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh dengan ajaran Islam 
yang benar berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada 
dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang 
keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah 
karunia dari Allah demi langgenggnya Din ini dan tegaknya hujjah atas para 
penentangnya.

Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang 
pernah ada semasa sahabat Radhiyallahu 'anhum bersama Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam baik dalam perkataan perbuatan maupun keyakinannya seperti 
yang disabdakan oleh beliau.

"Artinya : Mereka yaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para 
sahabatku jalani hari ini" [5]

Sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik dari orang-orang yang 
tentang mereka Allah telah berfirman.

"Artinya : Maka mengapakah tidak ada dari umat-umat sebelum kamu orang-orang 
yang mempunyai keutamaan (shalih) yang melarang dari berbuat kerusakan di muka 
bumi kecuali sebagian kecil diantara orang-orang yang telah kami selamatkan 
diantara mereka, dan orang-orang yang dzolim hanya mementingkan kemewahan yang 
ada pada mereka ; dan mereka adalah orang-orang yang berdosa". [Huud : 116].


[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah oelh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 
Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]
_________
Foote Note
[1] Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/397 dan Asbabun Nuzul Al-Wahidy hal. 149-150
[2] Dikeluarkan oleh Abu Dawud 5/4607 dan Tirmidzi 5/2676 dan Dia berkata 
hadits ini hasan shahih ; juga oleh Imam Ahmad 4/126-127 dan Ibnu Majah 1/43
[3] Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 5/2641 dan Al-Hakim di dalam Mustadraknya 
I/128-129, dan Imam Al-Ajury di dalam Asy-Syari'ah hal.16 dan Imam Ibnu Nashr 
Al-Mawarzy di dalam As-Sunnah hal 22-23 cetakan Yayasan Kutubus Tsaqofiyyah 
1408, dan Imam Al-Lalikaai dalam Syar Ushul I'tiqaad Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah I 
nomor 145-147
[4] Dikeluarkan oleh Bukhari 3/3650, 3651 dan Muslim 6/juz 16 hal 86-87 Syarah 
An-Nawawy
[5] Dikeluarkan oleh Abu Dawud 5/4607 dan Tirmidzi 5/2676 dan Dia berkata 
hadits ini hasan shahih ; juga oleh Imam Ahmad 4/126-127 dan Ibnu Majah 1/43



BERDALIL SELALU MENGIKUTI APA-APA YANG DATANG DARI KITAB ALLAH DAN SUNNAH 
RASULULLAH

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwa dalam 
berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin dan 
mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun 
Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin sebagaimana 
wasiat Rasulullah dalam sabdanya.

"Artinya : Berepegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah 
khulafaur-rasyid-iin yang mendapat petunjuk". [Telah terdahulu takhrijnya]

Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap 
firman Allah dan sabda Rasulullah. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul Kitab 
Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur'an dan As-Sunnah, mereka mengambil 
apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar yang 
pertama ; yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan 
manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah telah 
berfirman.

"Artinya : Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah 
kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari 
akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya". 
[An-Nisaa : 59]

Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema'shuman seseorang selain Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka tidak berta'ashub pada suatu pendapat 
sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka 
meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak 
boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan 
tertentu menurut ahlul 'ilmi.

Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh 
mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, 
sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta'ashub dan ahlul bid'ah. Sungguh 
mereka tetap metolerir perbedaan yang layak (wajar), bahkan mereka tetap saling 
mencintai dan berwali satu sama lain ; sebagian mereka tetap shalat di belakang 
sebagian yang lain betapapun adanya perbedaan masalah far'i (cabang) diantara 
mereka. Sedang ahlul bid'ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat 
kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.


[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO. Box 6373 
Riyadh, penerjemah Abu Aasia.]



BERIMAN KEPADA ALLAH, PARA MALAIKATNYA, KITAB-KITABNYA, RASUL-RASUL-NYA, HARI 
AKHIR DAN TAQDIR BAIK DAN BURUK

Sesungguhnynya Ahlus Sunnah wal Jama'ah berjalan di atas prinsip-prinsip yang 
jelas dan kokoh baik dalam itiqad, amal maupun perilakunya. Seluruh 
prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya 
dan apa-apa yang dipegang oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, 
tabi'in dan para pengikut mereka yang setia.

Prinsip-Prinsip Tersebut Teringkas Dalam Butir-Butir Berikut.

Prinsip Pertama.
BERIMAN KEPADA ALLAH, PARA MALAIKATNYA, KITAB-KITABNYA, RASUL-RASUL-NYA, HARI 
AKHIR DAN TAQDIR BAIK DAN BURUK

[1]. Iman Kepada Allah
Beriman kepada Allah artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta 
beriti'qad dan beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluuhiyyah dan 
tauhid al-asmaa wa -ash-shifaat. Adapun tauhid rububiyyah adalah menatauhidkan 
segala apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan 
mematikan ; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.

Tauhid uluuhiyyah artinya mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba yang 
dengan cara itu mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah apabila memang hal 
itu disyari'atkan oleh-Nya seperti berdo'a, takut, rojaa' (harap), cinta, dzabh 
(penyembelihan), nadzr (janji), isti'aanah (minta pertolongan), al-istighotsah 
(minta bantuan), al-isti'adzah (meminta perlindungan), shalat, shaum, haji, 
berinfaq di jalan Allah dan segala apa saja yang disyari'atkan dan 
diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik 
seorang malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya.

Sedangkan makna tauhid al-asma wash-shifaat adalah menetapkan apa-apa yang 
Allah dan Rasuln-Nya telah tetapkan atas diri-Nya baik itu berkenaan dengan 
nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan mensucikan-Nya dari segala 'aib dan 
kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya. 
Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamtstil (perumpamaan), tanpa tasybiih 
(penyerupaan), tahrif (penyelewengan), ta'thil (penafian), dan tanpa takwil ; 
seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi 
Maha Mengetahui". [Asy-Syuro : 11]

Dan firman Allah pula.

"Artinya : Dan Allah mempunyai nama-nama yang baik, maka berdo'alah kamu 
dengannya". [Al-A'raf : 180].

[2]. Beriman Kepada Para Malaikat-Nya
Yakni membenarkan adanya para malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah mahluk 
dari sekian banyak mahluk Allah, diciptakan dari cahaya. Allah mencitakan 
malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan 
perintah-perintah-Nya di dunia ini, sebagaimana difirmankan Allah.

"Artinya : ....Bahkan malaikat-malaikat itu adalah mahluk yang dumuliakan, 
mereka tidak mendahulu-Nya dalam perkataan dan mereka mengerjakan 
perintah-perintah-Nya". [Al-Anbiyaa : 26-27].

"Artinya : Allahlah yang menjadikan para malaikat sebagai utusan yang memiliki 
sayap dua, tiga dan empat ; Allah menambah para mahluk-Nya apa-apa yang Dia 
kehendaki". [Faathir : 1]




[3]. Iman Kepada Kitab-kitab-Nya
Yakni membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik 
yang berupa hidayah (petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang 
menurunkan kitab-kitab itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. 
Dan bahwasanya yang paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu adalah 
tiga kitab yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur'an dan di antara ketiga kitab agung 
tersebut ada yang teragung yakni Al-Qur'an yang merupakan mu'jizat yang agung. 
Allah berfirman.

"Artinya : Katakanlah (Hai Muhammad) : 'sesungguhnya jika manusia dan jin 
berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an niscaya mereka tidak akan mampu 
melakukannya walaupun sesama mereka saling bahu membahu". [Al-isra : 88]

Dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah mengimani bahwa Al-Qur'an itu adalah kalam 
(firman) Allah ; dan dia bukanlah mahluq baik huruf maupun artinya. Berbeda 
dengan pendapat golongan Jahmiyah dan Mu'tazilah, mereka mengatakan bahwa 
Al-Qur'an adalah mahluk baik huruf maupun maknanya. Berbeda pula dengan 
pendapat Asyaa'irah dan yang menyerupai mereka, yang mengatakan bahwa kalam 
(firman) Allah hanyalah artinya saja, sedangkan huruf-hurufnya adalah mahluk. 
Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, kedua pendapat tersebut adalah bathil 
berdasarkan firman Allah.

"Artinya : Dan jika ada seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan 
kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar Kalam Allah 
(Al-Qur'an)". [At-Taubah : 6]

"Artinya : Mereka itu ingin merubah Kalam Allah". [Al-Fath : 15]

[4]. Iman Kepada Para Rasul
Yakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun 
yang tidak ; dari yang pertama sampai yang terkahir, dan penutup para nabi 
tersebut adalah nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya pula, 
beriman kepada para rasul seluruhnya dan beriman kepada Nabi kita secara 
terperinci serta mengimani bahwasanya beliau adalah penutup para nabi dan rasul 
dan tidak ada nabi sesudahnya ; maka barangsiapa yang keimanannya kepada para 
rasul tidak demikian berarti dia telah kafir. Termasuk pula beriman kepada para 
rasul adalah tidak melalaikan dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak mereka 
dan harus berbeda dengan kaum Yahudi dan Nashara yang berlebih-lebihan terhadap 
para rasul mereka sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan para rasul itu 
seperti memperlakukan terhadap Tuhanya (Allah) sebagaimana yang difirmankan 
Allah.
"Artinya : Dan orang-orang Yahudi berkata : 'Uzair itu anak Allah ; dan 
orang-orang Nasharani berkata :'Isa Al-Masih itu anak Allah...". [At-Taubah : 
30]

Sedang orang-orang sufi dan para ahli filsafat telah bertindak sebaliknya. 
Mereka telah meerendahkan dan menghinakan hak para rasul dan lebih mengutamakan 
para pemimpin mereka, sedang kaum penyembah berhala dan atheis telah kafir 
kepada seluruh rasul tersebut. Orang-orang Yahudi telah -kafir terhadap Nabi 
Isa dan Muhammad 'alaihima shalatu wa sallam ; sedangkan orang-orang Nashara 
telah kafir kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan orang-orang 
yang mengimani sebagian- mengingkari sebagian (dari para rasul Allah), maka dia 
telah mengingkari dengan seluruh rasul, Allah telah berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafur kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya 
dan bermaksud memperbedakan antara (keimana kepada) Allah dan Rasul-Nya, dengan 
mengatakan : Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir kepada sebagian 
(yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan diantara 
yang demikian (iman dan kafir) merekalah orang-orang yang kafir 
sebenar-benarnya, kami telah menyediakan untuk mereka siksa yang menghinakan". 
[An-Nisaa : 150-151].

Dan Allah juga berfirman.
"Artinya : Kami tidak mebeda-bedakan satu diantara Rasul-rasul-Nya 
....".[Al-Baqarah : 285]

[5]. Iman Kepada Hari Akhirat
Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang 
telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya baik tentang adzab dan ni'mat kubur, hari 
kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari 
perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatn dan pemberian buku laporan 
amal dengan tangan kanan atau kiri, tentang jembatan (sirat), serta syurga dan 
neraka. Disamping itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh 
dan meninggalkan amalan sayyi-aat (jahat) serta bertaubat dari padanya.

Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir orang-orang musyrik dan kaum 
dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan Nashara tidak mengimani hal ini dengan 
keimanan yan benar sesuai dengan tuntutan, walau mereka beriman akan adanya 
hari akhir. Firman Allah.

"Artinya : Dan mereka (Yahudi dan Nashara) berkata : 'Sekali-kali tidaklah 
masuk syurga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nashara. 
Demikianlah angan-angan mereka ......". [Al-Baqarah : 111].
"Artinya : Dan mereka berkata : Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka 
kecuali hanya dalam beberapa hari saja". [Al-Baqarah : 80].

[6]. Iman Kepada Taqdir.
Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan 
yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan 
bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, 
ma'shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan 
bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan.

Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih 
terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta'atan atau 
ma'shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda 
dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa 
dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya 
golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang 
berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, 
kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.

Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya.
"Artinya : Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah 
menghendakinya". [At-Takwir : 29]

Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai 
banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan 
kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman 
kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi 
cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak 
terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan 
menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.


[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem-Riyadh, 
penerjemah Abu Aasia]



BERSIHNYA HATI DAN MULUT MEREKA TERHADAP PARA SAHABAT RASUL RADHIYALLAHU 'ANHUM.

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bersihnya hati dan 
mulut mereka terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu 'anhum sebagaimana hal 
ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika mengkisahkan 
Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka.

"Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan : Ya Allah, 
ampunilah kami dan saudara-suadara kami yang telah mendahului kami dalam iman 
dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang 
beriman : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". 
[Al-Hasyr : 10].

Dan sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat 
yang jiwaku ditangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara kalian 
menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam 
kebaikan salah seorang diantara mereka tidak juga setengahnya". [Dikeluarkan 
oleh Bukhary 3/3673, dan Muslim 6/ Juz 16 hal 92-93 atas Syarah Nawawy]

Berlainan dengan sikap orang-orang ahlul bid'ah baik dari kalangan Rafidhoh 
maupun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat.

Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan 
dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhum ajma'in. Barangsiapa yang mencela 
salah satu khalifah diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai 
karena bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka dalam 
silsilah seperti ini.


[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 
Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]



HARAMNYA KELUAR UNTUK MEMBERONTAK TERHADAP PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN.

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah haramnya keluar 
untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan 
hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur. Hal 
ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang 
wajibnya ta'at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma'shiyat dan selama 
belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berlainan dengan Mu'tazilah yang 
mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang melakukan dosa 
besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut 
sebagai amar ma'ruf nahi munkar. Sedang pada kenyataannya, keyakinan Mu'tazilah 
seperti ini merupakan kemunkaran yang besar karena menuntut adanya 
bahaya-bahaya yang besar baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan 
kerawanan dari pihak musuh.



[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 
Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]

 

IMAN ITU PERKATAAN, PERBUATAN DAN KEYAKINAN YANG BISA BERTAMBAH DENGAN KETAATAN 
DAN BERKURANG DENGAN KEMAKSHIYATAN. 

Sesungguhnynya Ahlus Sunnah wal Jama'ah berjalan di atas prinsip-prinsip yang 
jelas dan kokoh baik dalam itiqad, amal maupun perilakunya. Seluruh 
prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya 
dan apa-apa yang dipegang oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, 
tabi'in dan para pengikut mereka yang setia.

Prinsip-Prinsip Tersebut Teringkas Dalam Butir-Butir Berikut.


Prinsip Kedua
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah : Bahwasanya iman 
itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan keta'atan dan 
berkurang dengan kema'shiyatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan 
perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum 
munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma'rifah (mengetahui) dan 
meyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan 
orang-orang kafir yang menolak kebenaran. 

Allah berfirman.

"Artinya : Dan mereka mengingkarinya karena kedzoliman dan kesombongan 
(mereka), padahal hati-hati mereka meyakini kebenarannya, maka lihatlah 
kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan itu". [An-Naml : 14]

"Artinya : ....... karena sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, akan tetapi 
orang-orang yang dzolim itu menentang ayat-ayat Allah". [Al-An'aam : 33]

"Artinya : Dan kaum 'Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu 
kehancuran tempat-tempat tinggal mereka. Dan syetan menjadikan mereka memandang 
baik perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah padahal 
mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam" [Al-Ankabut : 38]

Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan dan 
keyakinan tanpa amal perbuatan karena yang demikian adalah keimanan golongan 
Murji'ah ; Allah seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman sebagaimana 
tersebut dalam firman-Nya.

"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang apabila 
ia disebut nama Allah tergetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah 
bertambahlah imannya dan kepada Allahlah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang 
yang mendirikan shalat, dan yang menafkahkan apa-apa yang telah dikaruniakan 
kepada mereka. Merekalah orang-orang mu'min yang sebenarnya ..." [Al-Anfaal : 
2-4]

"Artinya : Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian" [Al-Baqarah : 143]


[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem-Riyadh, 
penerjemah Abu Aasia]

 

MEMBENARKAN ADANYA KAROMAH PARA WALI

Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah membenarkan adanya karomah 
para wali yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian 
mereka, berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka 
sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Sedang golongan yang mengingkari adanya karomah-karomah tersebut daintaranya 
Mu'tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang 
diketahuinya. Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada 
zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan 
berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk 
karomah baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan 
para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainnya itu jelas, 
Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para 
hamba-Nya yang sholeh, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa 
diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud 
untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah bersumber 
pada keta'atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan ma'shiyat.


[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 
Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]

 

MENCINTAI AHLUL BAIT SESUAI DENGAN WASIAT RASUL SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mencintai ahlul 
bait sesuai dengan wasiat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya.

"Artinya : Sesungguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku". [1]

Sedang yang termasuk keluarga beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum 
mu'minin Radhiyallahu 'anhunna wa ardhaahunna. Dan sungguh Allah telah 
berfirman tentang mereka setelah menegur mereka.

"Artinya : Wahai wanita-wanita nabi ........". [Al-Ahzab : 32]

Kemudian mengarahkan nasehat-nasehat kepada mereka dan menjanjikan mereka 
dengan pahala yang besar, Allah berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, 
hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya". [Al-Ahzab : 33]

Pada pokoknya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam dan yang dimaksud disini khususnya adalah yang sholeh 
diantara mereka. Sedang sudara-saudara dekat yang tidak sholeh seperti 
pamannya, Abu Lahab maka tidak memiliki hak. Allah berfirman.

"Artinya : Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya celaka dia". 
[Al-Lahab : 1]

Maka sekedar hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada Rasul tanpa 
keshalehan dalam ber-din (Islam), tidak ada manfaat dari Allah sedikitpun 
baginya, Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya :Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat 
memberi kamu manfaat di hadapan Allah sedikitpun ; ya Abbas paman Rasulullah, 
aku tidak dapat memberikan manfa'at apapun di hadapan Allah. Ya Shofiyyah bibi 
Rasulullah, aku tidak dapat memberi manfaat apapun di hadapan Allah, ya Fatimah 
anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu aku tidak dapat memberikan manfaat 
apapun di hadapan Allah". [2]

Dan saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak atas kita 
berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh 
berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah 
kepada mereka. Adapaun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi 
manfaat atau madlarat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah 
berfirman.

"Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan 
kemadlaratan dan manfaat bagi kalian". [Al-Jin : 21].

"Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Aku tidak memiliki manfaat atau madlarat 
atas diriku kecuali apa-apa yang tidak dikehendaki oleh Allah , kalaulah aku 
mengetahui yang ghaib sunguh aku aka perbanyak berbuat baik dan aku tidak akan 
ditimpa kemadlaratan". [Al-A'raf : 188]

Apabila Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi, apa 
yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rasul adalah suatu keyakinan 
yang bathil.


[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 
Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]
_________
Foote Note
[1]. Dikeluarkan Muslim 5 Juz 15, hal 180 Nawawy, Ahmad 4/366-367 dan Ibnu Abi 
'Ashim dalam kitab As-Sunnah No. 629]
[2]. Dikeluarkan oleh Bukhary 3/4771, 2/2753, Muslim 1 Juz 3 hal 80-81 Nawawy

 

NAMA-NAMA AL-FIRQOTUN NAAJIYAH DAN ARTINYA


Setelah kita mengetahui bahwa kelompok ini adalah golongan yang selamat dari 
kesesatan, maka tibalah giliran bagi kita untuk mengetahui pula nama-nama 
beserta ciri-cirinya agar kita dapat mengikutinya. Sebenarnyalah kelompok ini 
memiliki nama-nama agung yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain. Dan 
diantara nama-namanya adalah : Al-Firqotun Najiyah (golongan yang selamat) ; 
Ath-Thooifatul Manshuroh (golongan yang ditolong) ; dan Ahlus Sunnah Wal 
Jama'ah, yang artinya adalah sebagai berikut.

[1]. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang selamat dari api neraka 
sebagaimana telah dikecualikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
ketika menyebutkan kelompok-kelompok yang ada pada umatnya dengan sabdanya : 
"Seluruhnya di atas neraka kecuali satu ; yakni yang tidak masuk kedalam 
neraka".(Telah terdahulu keterangannya)

[2]. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang tetap berpegang teguh pada 
Al-Qur'an dan As-Sunnah dan apa-apa yang dipegang oleh As-Saabiqunal Awwalun 
(para pendahulu yang pertama) baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, 
sebagaimana di sabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Mereka itu 
adalah siapa-siapa yang berjalan diatas apa-apa yang aku dan sahabatku lakukan 
hari ini".(Telah terdahulu keterangannya)

[3]. Bahwasanya pemeluk kelompok ini adalah mereka yang menganut paham Ahlus 
Sunnah wal Jama'ah. Mereka itu bisa dibedakan dari kelompok lainnya pada dua 
hal penting ; pertama. berpegang teguhnya mereka terhadap As-Sunnah sehingga 
mereka di sebut sebagai pemeluk sunnah (Ahlus Sunnah). Berbeda dengan 
kelompok-kelompok lain karena mereka berpegang teguh dengan 
pendapat-pendapatnya, hawa nafsunya dan perkataan para pemimpinnya. Oleh karena 
itu, kelompok-kelompok tersebut tidak dinisbatkan kepada Sunnah, akan tetapi 
dinisbatkan kepada bid'ah-bid'ah dan kesesatan-kesesatan yang ada pada kelompok 
itu sendiri, seperti Al-Qadariyah dan Al-Murji'ah ; atau dinisbatkan kepada 
para imam-nya seperti Al-Jahmiyah ; atau dinisbatkan pada 
pekerjaan-pekerjaannya yang kotor seperti Ar-Rafidhah dan Al-Khawarij. Adapun 
perbedaan yang kedua adalah bahwasanya mereka itu Ahlul Jama'ah karena 
kesepakatan mereka untuk berpegang teguh dengan Al-Haq dan jauhnya mereka dari 
perpecahan. Berbeda dengan kelompok-kelompok lain, mereka tidak bersepakat 
untuk berpegang teguh dengan Al-Haq akan tetapi mereka itu hanya mengikuti hawa 
nafsu mereka, maka tidak ada kebenaran pada mereka yang mampu menyatukan mereka.

[4]. Bahwasanya kelompok ini adalah golongan yang ditolong Allah sampai hari 
kiamat. Karena gigihnya mereka dalam menolong dinullah maka Allah menolong 
mereka, seperti difirmankan Allah :

"Artinya : Jika kamu menolong Allah niscaya Allah akan menolong mereka". 
[Muhammad : 7].

Oleh karena itu pula Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

"Artinya : Tidaklah yang menghina dan menentang mereka itu akan mampu 
memadlorotkan (membahayakan) mereka sampai datang keputusan Allah Tabaraka wa 
Ta'ala sedang mereka itu tetap dalam keadaan demikian". [1]


[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem Riyadh, 
penerjemah Abu Asia]
_________
Foote Note
[1] Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari 4/3641, 7460 dan Imam Muslim 5, Juz 13, 
hal. 65-67 pada syarah Imam Nawawy



TIDAK MENGKAFIRKAN SEORANGPUN DARI KAUM MUSLIMIN KECUALI APABILA DIA MELAKUKAN 
PERBUATAN YANG MEMBATALKAN KEISLAMANNYA.

Dan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwasanya 
mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia 
melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar 
selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. 
Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) 
tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. 
Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak 
Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal 
di neraka, telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia 
mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendakinya ..." [An-Nisaa : 
48]

Dan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah ini berada di tengah-tengah 
antara Khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau 
bukan termasuk syirik dan Murji'ah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai 
mu'min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu 
dosa/ma'shiyat dengan adanya iman sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan 
ta'at dengan adanya kekafiran.


[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem-Riyadh, 
penerjemah Abu Aasia]

 

WAJIBNYA TA'AT KEPADA PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN SELAMA MEREKA TIDAK MEMERINTAHKAN 
UNTUK BERBUAT KEMAKSHIYATAN. 

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah wajibnya ta'at 
kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat 
kemakshiyatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan ma'shiyat, dikala itulah 
kita dilarang untuk menta'atinya namun tetap wajib ta'at dalam kebenaran 
lainnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta'atlah kamu kepada Allah dan 
ta'atlah kepada Rasul serta para pemimpin diantara kalian ..." [An-Nisaa : 59]

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah 
dan mendengar dan ta'at walaupun yang memimpin kalian seorang hamba". [Telah 
terdahulu takhrijnya, merupakan potongan hadits 'Irbadh bin Sariyah tentang 
nasihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya].

Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah memandang bahwa ma'shiyat kepada seorang amir yang 
muslim itu merupakan ma'shiyat kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, 
sebagaimana sabdanya.

"Artinya : Barangsiapa yang ta'at kepada amir (yang muslim) maka dia ta'at 
kepadaku dan barangsiapa yang ma'shiyat kepada amir maka dia ma'shiyat 
kepadaku". [Dikelaurkan oleh Bukhari 4/7137, Muslim 4 Juz 12 hal. 223 atas 
Syarah Nawawi].
Demikian pula, Ahlus Sunnah wal Jama'ah-pun memandang bolehnya shalat dan 
berjihad di belakang para amir dan menasehati serta medo'akan mereka untuk 
kebaikan dan keistiqomahan.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 
Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]


PENUTUP KITAB MIN USHUL 'AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL-JAMA'AH

Kemudian dengan adanya prinsip-prinsip yang dikemukakan dimuka, mereka 
senantiasa berakhlak mulia sebagai pelengkap aqidah yang diyakininya.

Diantara sifat-sifat yang agung itu adalah.

Pertama
Mereka beramar ma'ruf dan nahi mungkar seperti yang telah diwajibkan syari'at 
dalam firman Allah berikut.

"Artinya : Jadilah kalian umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, 
beramar ma'ruf dan nahi mungkar dan kalian beriman kepada Allah". [Ali-Imran : 
110]

"Artinya : Barangsiapa diantara kamu menyaksikan suatu kemungkaran, maka 
hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka rubahlah 
dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian 
itulah selemah-lemah iman". [1]

Sekali lagi, amar ma'ruf nahi mungkar hanya terhadap apa-apa yang diwajibkan 
oleh syari'at. Sedangkan golongan Muta'zilah mengeluarkan amar ma'ruf dan nahi 
mungkar dari apa-apa yang diwajibkan oleh syara, sehingga mereka berpandangan 
bahwa amar ma'ruf nahi mungkar adalah keluar dari para pemimpin kaum muslimin 
apabila mereka melakukan maksiyat walaupun belum termasuk perbuatan kufur. 
Sedang Ahlus Sunnah Wal Jama'ah memandang wajib menasehati mereka dalam hal 
kemak'shiyatannya tanpa harus memberontak kepada mereka. Hal ini dilakukan 
dalam rangka mempersatukan kalimat dan menghindari perpecahan dan perselisihan. 
Telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah : Barangkali hampir 
tidak dikenal suatu kelompok keluar memberontak terhadap pemilik kekuasaan 
kecuali lebih banyaknya kerusakan yang terjadi ketimbang terhapusnya kemunkaran 
(melalui cara pemberontakan tersebut).

Kedua.
Ahlus Sunnah wal Jama'ah menjaga tetap tegaknya syi'ar Islam baik dengan 
menegakkan shalat Jum'at dan shalat berjama'ah sebagai pembeda terhadap 
kalangan ahlul bid'ah dan orang-orang munafik yang tidak mendirikan shalat 
Jum'at maupun shalat Jama'ah.

Ketiga
Menegakkan nasehat bagi setiap muslim dan bekerja sama serta tolong menolong 
dalam kebajikan dan taqwa sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Ad-Din itu nasehat, kami bertanya : untuk siapa .? Beliau menjawab : 
Untuk Allah dan Rasul-Nya dan para imam kaum muslimin serta kaum muslimin pada 
umumnya". [2]

"Artinya : Mu'min yang satu bagi mu'min yang lain bagaikan satu bangunan yang 
satu sama lain saling mengokohkan". [3]

Keempat.
Mereka tegar dalam menghadapi ujian-ujian dengan sabar ketika mendapat 
cobaan-cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan keni'matan dan menerimanya 
dengan ketentuan Allah.

Kelima
Bahwasanya mereka selalu berahlak mulia dan beramal baik, berbuat baik kepada 
kedua orang tua, menyambung tali persaudaraan, berlaku baik dengan tetangga, 
dan mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sombong, dzolim (aniaya) 
sesuai dengan firman Allah.

"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan 
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib, kerabat, 
anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya 
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri". 
[An-Nisaa : 36]

"Artinya : Sesempurna-sempurna iman seorang mu'min adalah yang baik ahlaknya". 
[4]

Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar berkenan menjadikan kita semua 
bagian dari mereka dan tidak menjadikan hati kita condong kepada kekafiran 
setelah diberi petunjuk (hidayah-Nya) dan semoga shalawat serta salam terlimpah 
kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya beserta 
shabat-sahabatnya. Aamin.


[Disalin dri buku Prinsip-Prinsip 'Aqidah Ahlus Sunah Wal Jama'ah oleh Syaikh 
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 
Riyadh, penerjemah Abu Aasia]
_________
Foote Note
[1]. Dikeluarkan oleh Muslim 1/Juz 2 hal. 22-25 syarah Nawawy dari Abu Sa'id 
Al-Khudry
[2]. Dikeluarkan oleh Muslim I/Juz 2 hal. 36-37 syarah Nawawy, Abu Daud 
5/49944, dan An-Nasaai 7/4197, Imam Ahmad 4/102 dari Tamiim Ad-Dary
[3]. Dikeluarkan oleh Bukhary 4/6026 dan Muslim 6/Juz 16 hal. 139 syarah Nawawy
[4]. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 13 No. 7396, Tirmidzi 3/1162, Abu Daud 5/4682, 
dan Al-Haitsamy dalam Mawarid No. 1311, 1926

 

 

 

 

 


















[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke