Assalamualaikum Wr. Wb.

Dalam kenyataannya saya membandingkan dan belajar fakta2, masalah sufi,
masalah fiqh, masalah salaf, dll. elemen yang berseberangan membuat saya
bingung.

Saya jadi susah memposisikan diri apalagi ditambah lagi fakta2, yang
diteorikan maupun disusun oleh filsuf2 barat, ditambah lagi dengan ilmu2
seperti fisika, matematika, fisika, dan sains pada umumnya, apakah dari
semua fakta2 baik dzahir maupun batin, atau fakta2 sains positivistik dan
ilham yang intuistik, lanjut lagi dengan masalah kenyataan akhir2 ini
dimana banyak hal2 baru yang tidak terjadi di masa nabi seperti kloning
atau revolusi informasi saat ini.

Yang saya imani semua fakta2 itu tidak lepas dari qudrat dan iradat Allah
semata, apakah dari semua fakta2 itu tidak ada benang merahnya sama sekali
sebagai suatu fakta konsisten dan integratif yang adalah merupakan qudrat
dan iradat Allah SWT semata ?!?!?!  Apakah semua fakta2 itu memang harus
selalu dipertentang2kan ?!?!?!

Sains dan agama bertentangan, sufi dengan salaf bertentangan, semuanya
saling bertentangan ................................., bagaimana ini pak
?!?!?!

Semua fakta2 itu seringkali membingungkan karena ternyata fakta2 lain
adalah sekuat apapun kita mengingkari sains, kenyataannya yang merubah
wajah dunia dan bumi saat ini adalah sains, dan email2an yang seperti kita
lakukan sekarang ini tidak lepas pula dari berkembangnya sains.

Bisa dipastikan kalo keributan2 semacam ini saja yang dipertahankan, pada
masa beberapa puluh tahun yang lalu, pasti hari ini kita tidak bakalan
menikmati email2an seperti ini ................

Saya pikir memang sih bagus kita kuat2 memegang sunnah2 dari Nabi SAW dan
hadis2nya, tapi masalah ikhlas, iman, ihsan, cinta apakah tercermin secara
explisit dari  naskah2 itu ?!?!?!  Sedangkan keadaan2 itu sangat terkait
sekali dengan kondisi kekinian, misalnya ekonomi, sosial, psikologis yang
secara explisit tidak dinyatakan dalam naskah2 salaf terdahulu itu.

Bagaimana ini pak ?!?!?!?!?!  Apakah ada yang bisa membantu saya ?!?!?!

Wassalam

Wallahu'alam




                                                                                
                                        
                    "Imam Syafei"                                               
                                        
                    <[EMAIL PROTECTED]        To:     
<media-dakwah@yahoogroups.com>                                    
                    d>                        cc:                               
                                        
                    Sent by:                  Subject:     [BULK] - 
[media-dakwah] Re : TENTANG SUFI (TASAWUF)          
                    [EMAIL PROTECTED]                                           
                                       
                    groups.com                                                  
                                        
                                                                                
                                        
                                                                                
                                        
                    13/01/2006 09:36                                            
                                        
                                                                                
                                        
                                                                                
                                        



TENTANG SUFI


Oleh
Salim Al-Hilali dan Ziyad Ad-Dabij
Bagian Pertama dari Tiga Tulisan 1/3





Tasawuf merupakan gerakan berpola pikir filsafat klasik yang mengekor
kepada para filosof dan ahli syair Romawi, India dan Persia. Namun, dalam
hal ini, kita akan membatasi kajian masalah sufi dengan berkedok Islam.
Kedok Islam ini dikenakan sebagai upaya menutupi hakikatnya. Maka
barangsiapa yang meneliti dan mengamati gerak-geriknya, niscaya akan
berkesimpulan, bahwa sufi bukan Islam. Baik menyangkut aqidah, prilaku dan
pendidikan.

MENGENAL BEBERAPA KEYAKINAN SUFI
Sesungguhnya para penguasa sufi telah berusaha memelihara
keyakinan-keyakinan tasawuf, yakni, dengan merancukan dan menghapuskan
ayat-ayat Al-Kitab Al-Karim. Membolak-balik, serta merubah pemahaman Sunnah
An-Nabawiyah yang telah suci. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
menakdirkan untuk agama ini, orang-orang yang memperbaharui agama-Nya.

Yakni, dengan membersihkan Islam dari bermacam aqidah dan filsafat yang
mengalir dalam benak manusia akibat pengaruh pola pikir keberhalaan. Maka,
diungkaplah borok-borok mereka, dipilah perkataan mereka serta diterangkan
kebohongannya. Metoda merekapun dibuyarkan dengan menelaah kitab-kitab
induk sufi. Berikut secara ringkas ditampilkan keyakinan-keyakinan mereka.

ILMU LADUNI
Istilah ini dikaitkan kepada firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala tentang nabi
Khidir:

"wa 'allamnaahu min Ladunnaa 'ilmaan"
"Artinya :...Dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.". [Al-Kahfi :
65].

Yang dimaksud dengan ayat diatas, menurut mereka, adalah disingkapnya alam
ghaib bagi mereka. Caranya, dengan kasyaf (penyingkapan), tajliyat
(penampakan) serta melakukan kontak langsung dengan Allah dan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam[1]. Mereka berdalil dengan firman-Nya
Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan mengganjari kepada
kalian semua". [Al-Baqarah : 282].

Pemikiran ilmu laduni dipelopori oleh Hisyam Ibnu Al-Hakam (wafat 199H),
seorang penganut Syi'ah yang mahir ilmu kalam. Ia berasal dari Kufah. [2]

Orang-orang sufi, dalam rangka merealisir ajarannya, menempuh beberapa
jalan. Jalan terpenting itu, diantaranya :

[1] Menjauhkan diri dari menuntut ilmu syar'i. Dikatakan oleh Al-Junaid,
seorang pentolan sufi, "Yang paling aku sukai pada seorang pemula, bila tak
ingin berubah keadaannya, hendaknya jangan menyibukkan hatinya dengan tiga
perkara berikut : mencari penghidupan, menimba ilmu (hadits) dan menikah.
Dan yang lebih aku sukai lagi, pada penganut sufi, tidak membaca dan
menulis. Karena hal itu hanya akan menyita perhatiannya".[3]

Demikian pula yang dikatakan Abu Sulaiman Ad-Darani, "Jika seseorang
menimba ilmu (hadits), bepergian untuk mencari penghidupan, atau menikah,
sungguh ia telah condong kepada dunia"[.4]

[2] Menghancurkan sanad-sanad hadits dan menshahihkan hadits-hadits dha'if
(lemah), munkar dan maudhu' (palsu) dengan cara kasyaf. Sebagaimana
dikatakan Abu Yazid Al-Busthami, "Kalian mengambil ilmu dari mayat ke
mayat. Sedang kami mengambil ilmu dari yang Maha Hidup dan tidak pernah
mati. Hal itu seperti yang telah disampaikan para pemimpin kami : "Telah
mengabarkan pada aku hatiku dari Rabbku". Sedang kalian (maksudnya,
kalangan Ahlu Al-hadits) mengatakan : "Telah mengabarkan kepada kami
Fulan". Padahal, bila ditanya dimana dia (si Fulan tersebut) ?. Tentu akan
dijawab : "Ia (Fulan, yakni yang meriwayatkan ilmu atau hadits tersebut)
telah meninggal". "(Kemudian) dari Fulan (lagi)". Padahal, bila ditanyakan
dimana dia (Fulan tadi)? Tentu akan dijawab : "Ia telah meninggal".[5]
Dikatakan pula oleh Ibnu Arabi, "Ulama Tulisan mengambil peninggalan dari
salaf (orang-orang terdahulu) hingga hari kiamat. Itulah yang menjauhkan
atau menjadikan timbulnya jarak antara nasab mereka. S
 edang para wali mengambil ilmu dari Allah (secara langsung -peny). Yakni,
dengan cara Ia (Allah) mengilhamkan kedalam hati para wali"[6]. Dikatakan
oleh Asy-Sya'rani, "Berkenan dengan hadits-hadits. Walaupun cacat menurut
para ulama ilmu hadits, tapi tetap shahih menurut ulama ilmu kasyaf".[7].

[3] Menganggap menimba ilmu (hadits) sebagai perbuatan aib dan merupakan
jalan menuju kemaksiatan serta kesalahan. Ibnu Al-Jauzi menukil, bahwa ada
seorang syaikh sufi melihat seorang murid membawa papan tulis (baca :
buku), maka dikatakannya kepada murid tersebut :"Sembunyikan auratmu".[8]
Bahkan, mereka saling mewariskan sebagian pameo-pameo yang bertendensi
menjauhkan peninggalan salaf, umpanya : Barang siapa gurunya kitab, maka
salahnya lebih banyak dari benarnya.

Sanggahan terhadap pernyataan-pernyataan sebagaimana diungkap diatas :

Pertama.
Barangsiapa berkeyakinan, bahwa dengan kemampuannya dapat berjumpa dengan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti keadaan nabi Khidir
dengan nabi Musa, maka ia telah kafir berdasarkan ijma' para ulama kaum
muslimin. Karena, nabi Musa tidaklah diutus kepada nabi Khidir, dan tidak
pula nabi Khidir diperintahkan untuk mengikuti nabi Musa.

Padahal Allah telah menjadikan masing-masing nabi mempunyai jalan dan
minhaj yang berbeda-beda. Dan peristiwa yang demikian itu, berulang kali
terjadi sebelum beliau diutus sebagai nabi. Seperti, sezamannya nabi Luth
denga nabi Ibrahim, nabi Yahya dengan nabi Isa.

Sesungguhnya para nabi tersebut dibangkitkan untuk kaumnya saja, sedangkan
Muhammad shalallallahu 'alaihi wa sallam dibangkitkan untuk seluruh manusia
hingga hari kiamat. Telah bersabda Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Adalah para nabi diutus untuk kaumnya saja, sedangkan aku diutus
untuk seluruh manusia". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim].

"Artinya : Tidak seorang pun dari umat ini yang mendengar tentangku, baik
Yahudi atau Nashrani, kemudian tidak beriman kepadaku, melainkan akan
dimasukkan ke neraka" [Hadits Shahih Riwayat Muslim I/93]

Aqidah semacam ini merupakan asasnya Islam, berdasarkan firman-Nya
Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Tidaklah engkau Kami utus kecuali untuk seluruh manusia, sebagai
pemberi khabar gembira dan pemberi peringatan". [Saba' : 28]

Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Katakanlah, wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepada kalian semua". [Al-A'raf : 157]

Dan siapa saja yang 'alim, baik jin maupun manusia, diperintahkan untuk
mengikuti rasul yang ummi ini. Maka barangsiapa yang mengaku bahwa dengan
kemampuannya dapat keluar dari minhaj dan petunjuk nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam ke minhaj lainnya, walaupun minhaj Isa, Musa,
Ibrahim, maka dia sesat dan menyesatkan. Telah bersabda Shalallahu 'alaihi
wa sallam.

"Artinya : Seandainya Musa turun, lalu kalian semua mengikutinya dan
meninggalkan aku, maka sungguh sesatlah kalian. Aku adalah bagian kalian,
dan kalian adalah bagian dari umat-umat yang ada". [Riwayat Baihaqi dalam
Syu'abu al-Iman, dan lihat pula dalam Irwa'al-Ghalil karangan Al-Bani hal.
1588]

Adapun keyakinan orang-orang sufi bahwa nabi Khidir masih tetap hidup,
selalu berhubungan dengan mereka, mengajarkan kepada mereka ilmu yang
diajarkan Allah kepadanya, seperti nama-nama Allah yang Agung, hal ini
merupakan dusta dan mengada-ada. Karena menyelesihi Al-Qur'an secara nyata
:

"Artinya : Dan tidaklah kami jadikan seorang manusiapun sebelummu abadi".
[Al-Anbiya' : 34]

"Artinya : Tidak ada satu jiwapun yang bernafas pada hari ini yang datang
dari zaman seratus tahun sebelumnya, sedangkan dia saat sekarang ini masih
hidup". [Hadits Riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari Jabir]

Hadits-hadits yang menerangkan masih hidupnya nabi Khidir semuanya maudhu'
(palsu) menurut kesepakatan seluruh ulama hadits.[9]

Kedua.
Adapun hujjah mereka dengan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu (ilmu)".
[Al-Baqarah : 282]

Hal itu bukanlah hujjah, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
telah menerangkan pemahaman ayat ini dan telah menentukan cara mencari ilmu
yang disyari'atkan dan diwajibkan atas setiap muslim. Seperti sabdanya
Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Sesungguhnya ilmu itu (diperoleh) dengan cara belajar". [Hadits
Riwayat Daruquthni dalam Al-Ifrad wa al-Khatib dalam tarikhnya dari Abu
Hurairah dan Abu Darda'. Lihat Silsilah Ash-Shahihah 342]

Kata innama (sesungguhnya) disini adalah untuk membatasi.

Ketiga.
Perihal pendapat mereka yang menyatakan, bahwa mencari ilmu dengan cara
belajar adalah jalan yang memayahkan, terlalu bertele-tele, dianggap
condong kepada dunia serta menyita perhatian dan kesungguhan (walaupun
telah tinggi dalam menuntut ilmu tadi), tetap dianggap tidak sempurna.
Kecuali, bila ditempuh dengan cara kasyaf dan ilham.

Berkenan dengan ilmu itu sendiri, termasuk tentunya dalam pengamalannya.
Bahkan sebatas mencari ilmu semata. Berkata Ibnu Al-Jauzi, "Iblis
menginginkan untuk menutup jalan tersebut dengan cara yang paling samar.
Memang jelas bahwa yang dimaksud adalah mengamalkannya bukan sebatas
mencari ilmu saja. Namun, dalam hal ini para penipu itu telah
menyembunyikan masalah pengamalannya. [10] Dan tidaklah kasyaf yang mereka
dakwakan itu, kecuali hanya khayalan setan belaka.

"Artinya : Maukah Aku khabarkan kepada kalian tentang kepada siapa setan
turun ? (Setan) turun kepada setiap pendusta dan suka berbuat dosa. Mereka
menghadapkan pendengarannya itu (kepada setan), dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang pendusta". [Asy-Syu'ara : 221-223]

"Artinya : Tidaklah kamu melihat bahwasanya Kami telah mengirim setan-setan
itu kepada orang-orang kafir untuk menghusung mereka agar berbuat maksiat
dengan sungguh-sungguh ? Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan
siksaan bagi mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung (hari
siksaan) itu untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. Ingat ketika hari
Kami mengumpulkan orang-orang yang bertaqwa kepada Rabb yang Maha Pemurah
sebagai perutusan yang terhormat. Dan kami akan menghalau orang-orang yang
durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga". [Maryam : 83-86]

Adapun pengakuan mereka, seperti pensyarah Al-Ushul katakan, bahwa kasyaf
merupakan bagian dari iman yang benar. Dan maksud kasyaf adalah
disingkapkannya sebagian yang tersembunyi, dan tidak tampak, mengetahui
gerak-gerik jiwa dan niat serta kelemahan sebagian manusia. Kasyaf semacam
inilah yang disebutkan dalam hadits syarif sebagai firasat seorang yang
beriman. [11] Jadi bila ada perkataan mereka semacam ini : "Telah
mengabarkan kepadaku hatiku dari Rabb-ku" tidak lain adalah perkataan
khurafat.

Keempat.
Sebagian mereka mengakku dapat melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam tidurnya, lalu mengajarkan kepadanya beberapa perkara dan
memintanya untuk berbuat begini dan begitu. Seperti, kata Ibnu Arabi,
"Sesungguhnya aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dalam mimpi. Aku melihatnya saat sepuluh akhir di bulan Muharram 627H, di
Mahrusah, Damsyiq. Saat itu di tangan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
membawa kitab. Maka sabdanya kepadaku, 'Kitab ini adalah kitab Fushush
Al-Hikam'. Ajarkan dan sebarkan kepada manusia agar bisa memetik manfa'at
darinya. Kemudian aku katakan, Aku dengar dan taat kepada Allah, Rasul-Nya
serta ulil amri diantara kita sebagaimana yang engkau perintahkan. Maka,
aku pun berusaha merealisasikan cita-cita dan aku murnikan niatku serta
kubulatkan tekad untuk mengajarkan kitab ini sebagaimana diajarkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. tanpa mengurangi dan
menambahinya".

Bantahan Terhadap Pendapat Diatas Adalah Sebagai Berikut:

[1] Para Rasul tidak memerintahkan kemaksiatan apalagi kekufuran, seperti
yang memenuhi kitab Fushush Al-Hikam. Seperti, mengkafirkan nabi Allah, Nuh
(hal. 70-72), meyakini bahwa Fir'aun itu telah beriman (hal. 21),
membenarkan pendirian Samiri dan perbuatannya dalam membuat patung (yang
menimbulkan fitnah di kalangan bani Israil) hingga mengibadahinya (hal.
188).

[2] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyuruh menyelisihi
syari'at. Sesungguhnya, ada yang mengatakan bahwa setan menampakkan diri
dalam bentuk nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di hadapan Ibnu Arabi.
Padahal mustahil hal itu bisa terjadi. Dia (Ibnu Arabi) telah tertipu dan
terperdaya. Walau ia mengatakan yang demikian itu dengan niat baik dan
prasangka bersih. Tetapi yang demikian itu mustahil, karena setan tidak
akan mampu menyerupai nabi. Maka, bagaimana hal itu bisa terjadi padahal
Nabi yang ma'shum Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

"Artinya : Barangsiapa yang melihatku (dalam mimpinya) maka sesungguhnya
akulah dia. Karena sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku". [Hadits
Shahih Riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah, mempunyai penguat yang sangat
banyak, sebagiannya Shahih diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Lihat Shahih
Al-Jami' dan ziyadahnya V/293]

Berdasarkan keterangan diatas, maka kita berkeyakinan bahwa Ibnu Arabi dan
para pengikutnya adalah dajjal-dajjal Khurasan. Sedang perkataan-perkataan
mereka dusta dan tidak mengandung kebenaran sama sekali.

[Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, cet.II, hal.
81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, dengan
judul Borok-Borok Sufi]
________
Foote Note.
[1]. Ihya 'Ulummuddin, Al-Ghazali, I/19-20 dan III/26, cet. Istiqomah,
Qahirah.
[2]. Minhaj As-Sunnah, Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, hal. 226
[3]. Quwat Al-Qulub, III/35
[4]. Al-Futuhat Al-Makkiyah, Ibnu Arabi, I/37.
[5]. Al-Kawakib Ad-Durriyah, hal. 226 dan Al-Futuhat Al-Makkiyah, I/365.
[6]. Al-Kawakib Ad-Durriyah, hal. 246 dan Rasail, Ibnu Arabi, hal.4.
[7]. Al-Mizan, I/28.
[8]. Tablis Iblis, hal. 370.
[9]. Al-Manar Al-Munif, Ibnu Qayim Al-Jauziyah.
[10]. Shaid Al-Khaathir, Ibnu Jauzi, I/144-146.
[11]. Syarah Al-Ushul Al-Isyrin, hal 27.



SYARI'AT DAN HAKIKAT
Para pemimpin sufi mengatakan, bahwa setiap ayat mempunyai unsur lahir dan
bathin. Atau, Islam itu terdiri dari syari'at dan hakikat. Syari'at, bila
dibandingkan dengan hakikat, laksana buih. Hakikat merupakan tingkatan
paling sempurna, puncak dan sangat tinggi dalam tangga peribadahan Islam.

Cara agar mampu untuk mencapainya adalah dengan memiliki ilmu laduni,
kasyaf Rabbani serta Faidh Ar-Rahmani. Dalihnya, hadits yang diriwayatkan
imam Bukhari dari Abu Hurairah :

"Artinya : Aku menghafalkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dua kantung ilmu. Adapun salah satunya telah aku sebarkan. Sedangkan
lainnya, bila ku sebarkan akan dipotong tenggorokan ini". [Hadits Riwayat
Bukhari dalam kitab Fitan]

Padahal ini sebagai isyarat dari beliau rahimahullah tentang akan tidak
adanya kaitan antara ilmu batin dan ilmu zhahir. Kalau tidak begitu, pasti
beliau akan mencantumkannya dalam Al-'Ilm. Sesungguhnya, Al-Hafidz Ibnu
Hajar telah menerangkan masalah tersebut secara rinci dalam kitabnya, Fathu
Al-Bari I/216.

Oleh karena itu, barangsiapa menyatakan Islam terdiri dari lahir dan batin,
berarti dia telah menyangka Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam menghianati tugas kerasulannya. Tapi, inilah kenyataannya. Mereka
berkeyakinan, Rasulullah hanya menyampaikan yang zhahir saja. Sedang, yang
batin beliau beritahukan kepada orang-orang tertentu.[1]

Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berlepas
dari yang mereka kaitkan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan
Allah, malaikat Jibril serta orang-orang shalih dari kalangan yang beriman
menyaksikan yang demikian itu. Berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Pada hari ini Aku sempurnakan untuk mu agamamu, dan Aku
lengkapkan untukmu semua ni'mat-Ku serta Aku ridhai bagimu Islam sebagai
agama". [Al-Maidah : 3]

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah meminta persaksian dihadapan
segenap manusia muslim yang berkumpul di bawah Jabal Ar-Rahmah pada hari
haji akbar. Kata beliau, "Sesungguhnya, kalian akan ditanya tentang aku.
Maka, apakah yang akan kalian katakan ?" Jawab mereka : "Kami bersaksi
bahwa engkau telah menyampaikan risalah Rabb-mu dan telah menunaikannya.
Engkau telah menasehati umatmu dan menunaikan kewajibanmu".

Lantas beliau bersabda seraya mengacungkan telunjuknya ke arah langit dan
menggerak-gerakkannya kehadapan manusia : "Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah,
saksikanlah". [Potongan dari hadits Jabir bin Abdullah tentang hajinya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Di-tahqiq ulang Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani dalam Hijjah An-Nabi, hal. 37-41].

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah menyatakan secara
terang-terangan, dan hal ini sebagai hujjah nyata guna menampar setiap
pendusta dan yang suka berbuat dosa. Kata beliau :

"Artinya : Sesungguhnya seorang nabi tidak mengenal main isyarat (dengan
mata)". [Hadits Shahih Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dari Anas. lihat
Shahih Al-Jami' II/303]

Maksudnya memberi isyarat dengan isyarat rahasia. Hal ini agar tidak ada
seorangpun yang berburuk sangka yang menyebabkan tumbuhnya keyakinan, bahwa
dalam agama Allah ada rahasia yang tidak banyak diketahui manusia.

Yang semakna dengan hadits ini adalah sabdanya :

"Artinya : Sesungguhnya tidak selayaknya bagi seorang nabi mempunyai mata
yang khianat". [Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa'i dan Hakim dari
Sa'id. Lihat Shahih Al-Jami' II/307]

AL-HULUL WA AL-ITTIHAD
Sebagaimana kelomppok sufi berkhayal, siapa saja yang menempuh jalan ilmu
batin, pada akhirnya akan mencapai tingkatan melebur bersama dzat Allah.
Ketika itulah ia menempati dzat tersebut, hingga bercampur sifat ketuhanan
dengan tabiat kemanusiaan. Bentuk lahirnya manusia, tetapi hakikat batinnya
adalah sifat ketuhanan.

Orang-orang yang berpikiran demikian, misalnya Al-Hallaj, ibnu Al-Faradh,
Ibnu Sab'in dan lainnya dari kalangan sufi. Berikut ini kami paparkan
sebagian perkataan mereka : Al-Hallaj berkata : [2]

Maha Suci yang menampakkan sifat kemanusiannya,
Kami rahasiakan sifat ketuhanannya yang cemerlang,
Kemudian Ia menampakkan diri pada mahluknya,
Dalam bentuk orang yang sedang makan dan minum,
Hingga mahluknya dapat menentukannya, seperti
jarak antara kedipan mata dengan kedipan yang lain.
Siapakah dia ? Dialah Rabbu Al-Arbab
yang tergambar dalam seluruh bentuk pada
hamban-Nya, Fulan. [3]

Dan Ibnu Al-Faradh berkata : [4]

Tidaklah aku shalat kepada selainku,
dan tidaklah shalatku kepada selainku
ketika menunaikan dalam setiap raka'atku.

Dan cukuplah bagi orang-orang sufi merasakan kesedihan tatkala Ibnu
Al-Faradh berpayah-payah dibalik fatamorgana. Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata, tatkala menceritakan keadaan Ibnu Al-Faradh : "Orang yang
mengucapkan sya'ir tersebut ketika meninggalnya mengucapkan syair sebagai
berikut :

Jika kedudukanku dalam cinta disisi-Mu,
tidak seperti yang pernah aku jumpai,
maka sesungguhnya aku telah membuang-buang umurku.
Angan-angan yang menancap dalam diriku beberapa lama,
dan pada hari ini aku mengiranya sebagai mimpi kosongku belaka.

At-Tusturi berkata : [5]

Akulah yang dicintai dan yang mencintai,
tidak ada selainnya.

Para syaikh tasawuf tersebut mencari-cari dalih dengan hadits yang
berbicara masalah wali. Padahal, segala dalih dan alasan itu tak mendukung
mereka. Misalnya sebuah hadits :

"Artinya : Tidak henti-hentinya seorang hamba mendekatkan diri kepadaku
dengan perbuatan-perbuatan yang disunnahkan hingga Aku mencintainya. Maka
jika Aku mencintainya, Akulah yang menjadi pendengarannya yang dia gunakan
untuk mendengar, dan penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, dan
tangannya yang dia julurkan, dan kakinya yang dia langkahkan. Maka, jika ia
meminta kepada-Ku, sungguh aku akan beri. Dan jika ia minta perlindungan
kepada-Ku, sungguh Aku akan melindunginya". [Hadits Riwayat Bukhari, akan
tetapi kami ringkas sesuai dengan makna pembahasan].

Hadits ini menunjukan dengan sangat adanya pembedaan dan pemisahan. Dalam
hal ini ada 'Abid (yang beribadah) dan Ma'bud (yang diibadahi). Sa-il (yang
meminta) dan Mas-ul (yang diminta), 'A-idz (yang minta perlindungan) dan
Mu'idz (yang melindungi). Sedang, orang-orang sufi tersebut mengaku bahwa
Allah berdiam dalam dzat hambanya. Yaitu, jika Dia menjadi dia dan keduanya
menjadi dua dzat yang menyatu.

Betapa anehnya ! Bagaimana akal orang-orang sufi tersebut menerimanya
dengan cara membenarkan kebohongan ini ? Dan bagaimana pula hingga lisan
mereka mengulang-ngulangnya ? Sungguh, Kursi-Nya seluas langit dan bumi,
maka bagaimana mungkin jasad manusia dapat menampung-Nya ?.

Adapun hadits berikut :

"Artinya : Langit dan bumi-Ku sempit bagi-Ku, akan tapi hati hamba-Ku yang
beriman lapang bagi-Ku"

Maka hadits ini adalah hadits palsu menurut kesepakatan para ulama ilmu
hadits.



WIHDAH AL-WUJUD
Pemahaman hulul wa al-ittihad mengantarkan para sufi pada perkataan wihdah
al-wujud. Istilah ini berdasar pola pikir orang-orang sufi bermakna, bahwa
dalam hal ini tidak ada yang wujud kecuali Allah. Maka, tidaklah segala
yang nampak ini kecuali penjelmaan dzat-Nya semata. Yaitu, Allah. Maha Suci
Allah, Rabb kita, Rabb yang Maha Mulia dari apa yang mereka sifatkan.

Ibnu Arabi berkata : "Tidak ada yang tampak ini kecuali Allah, dan tidaklah
Allah mengetahui kecuali Allah".

Dan termasuk dalam keyakinan ini adalah orang-orang yang mengatakan
:"Akulah Allah, Maha Suci Aku". Seperti, Abu Yazid Al-Bustahmi.[6]

Katanya : "Rabb itu haq dan hamba itu haq. Maka, betapa malangku. Siapakah
kalau demikian yang menjadi hamba ? Jika aku katakan hamba, maka yang
demikian itu haq, atau aku katakan Rabb, sesungguhnya aku hamba".

Dikatakan pula : [7] "Suatu saat hamba menjadi Rabb tanpa diragukan, dan
suatu saat seorang hamba menjadi hamba tanpa kedustaan".

Keberanian mereka kepada Allah sampai puncaknya ketika tukang sya'ir
mereka, Muhammad Baha'uddin Al-Baithar mengatakan : [8] "Tidaklah anjing
dan babi itu melainkan sesembahan kita, dan tidaklah Allah itu melainkan
rahib-rahib yang ada dalam gereja-gereja".

Pensyarah kitab Aqidah At-Thahawiyah, Ibnu Abil 'Izzi Al-Hanafi, berkata
:"Perkataan yang demikian itu mengantarkan manusia pada teori hulul wa
al-ittihad. Hal ini lebih keji daripada kafirnya orang-orang Nashrani.
Karena orang-orang Nashrani mengkhususkan menyatunya Alllah hanya dengan
Al-Masih, sedangkan mereka memberlakukan secara umum terhadap seluruh
mahluk. termasuk keyakinan mereka pula, bahwa Fir'aun dan kaumnya memiliki
kesempurnaan iman, sangat mengenal Allah secara hakiki.

Termasuk dari cabangnya pula, bahwa para penyembah berhala berada diatas
kebenaran, dan mereka sesungguhnya beribadah kepada Allah, tidak kepada
lainnya. Keyakinan lainnya, tida ada perbedaan dalam penghalalan dan
pengharaman antara ibu, saudara perempuan dan yang bukan mahram. Dan tidak
ada perbedaan antara air dengan khamer, zina dengan nikah. Semuanya itu
berasal dari sumber yang satu. Dan termasuk cabangnya pula, bahwa para nabi
mempersempit manusia. Maha Tinnggi Allah dari apa yang mereka katakan". [9]

Keyakinan semacam ini merupakan puncak tertinggi dari kekafiran, yang
dengannya hancurlah seluruh agama, membatalkan seluruh syari'at, dihalalkan
seluruh perkara yang diharamkan, dan disamakannya orang yang beriman dengan
orang fasik, orang bertaqwa dengan orang binasa, muslim dengan mujrim, yang
hidup dengan yang mati. Berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Apakah Kami hendak menjadikan orang-orang muslim seperti
orang-orang yang suka berbuat dosa, bagaimana kalian dengan apa yang kalian
putuskan. Apakah kalian mempunyai kitab yang dapat dibaca ? [Al-Qalam :
35-37].

Benar, mereka mempunyai kitab selain Al-Qur'an. yaitu, Al-Fushush Al-Hikam
dan Al-Futuhat Al-Makkiyah. Dan telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Apakah Kami hendak menjadikan orang yang beriman dan beramal
shalih seperti orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Ataukah
Kami hendak menjadikan orang-orang yang bertaqwa seperti orang-orang
kafir". [Shad : 28].

Dan apa yang kami paparkan di sini bukanlah hasil istimbath kami dan bukan
pula ijtihad. Akan tetapi, semua itu adalah perkataan mereka yang diucapkan
dengan lisannya. Yang syaikh paling senior diantara mereka selalu mengulang
kekafirannya dan menyatakan kefasikannya.

Bila pembaca menghendaki hakikat yang kami paparkan dan dalil yang kami
kukuhkan, maka lihatlah kitab Al-Fathu Ar-Rabbani dan Al-Faidh Ar-Rahmani,
karangan Abdul Ghani An-Nablisi hal. 84,85,86,87.

Semoga Allah memaafkan kita.

[Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, cet.II, hal.
81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, dengan
judul Borok-Borok Sufi]
________
Fote Note
[1]. Ihya'Ulumuddin, AL-Ghazali, I/19
[2]. Ath-Thawasin. Al-Hallaj, cet. Masoniyah, hal. 139
[3]. Tablis Iblis, Ibnul Jauzi, hal.145.
[4]. Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyah, XI/247-248
[5]. Ma'arij At-Tashawuf Ila Laqaiq At-Tashawuf, Ahmad Bin 'Ajibah,
hal.139.
[6]. Al-Futuhat Al-Makiyah, I/354.
[7]. Fushush Al-Hikam, hal.90
[8]. Shufiyat, hal.27
[9]. Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, hal.79




CAHAYA (NUR) MUHAMMADI
Termasuk dalam madzhab wihdah al-wujud, ialah adanya keyakinan dikalangan
orang-orang sufi tentang masalah Aqthab, Autad, Abdal, Aghwats, An-Najba
(yakni beberapa istilah status, jabatan atau peringkat dikalangan sufi),
bahwa ruh Allah berdiam pada diri mereka sehingga merekalah yang mengatur
apa yang ada.

Mereka menduduki kedudukan Allah dalam mencipta dan mengatur. Yang
demikianpun termasuk keyakinan Syi'ah terhadap para imamnya. Seperti
dikatakan Khumeini dalam kitabnya Al-Hukumah Al-Islamiyah hal.52 :
"Sesungguhnya imam mempunyai kedudukan yang terpuji dan derajat yang
tinggi, dan kekuasaan untuk mencipta serta tunduk di bawah kekuasaannya
seluruh unsur dari semesta ini. Dan termasuk madzhab kami yang sangat
penting pula, bahwa para imam kita mempunyai kedudukan yang tidak dapat
diraih oleh para malaikat terdekatpun, dan tidak pula oleh nabi yang
didekatkan. Dan berdasarkan riwayat-riwayat yang ada pada kita, dengan
hadits-haditsnya, bahwa Rasul teragung Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
para imam, mereka semua, sebelum adanya alam semesta ini berupa cahaya yang
dijadikan Allah mengelilingi Ars-Nya. [1]

Sesungguhnya orang-orang sufi, dimana beribu-ribu kaum muslimin dari segala
penjuru dirangkul mereka, lalai ketika mengangkat orang-orang tersebut
(para imamnya) ke derajat ketuhanan atau yang mendekati hal itu. Yaitu
menjadikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkedudukan diantara
mereka dalam mengatur semesta, baik masalah penciptaan dan pengaturan,
mendatangkan manfaat dan memberikan madharat, qadha dan qadar .... Maka,
mulailah mereka mengada-ngadakan perkataan terhadap Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam melalui teori Al-Haqiqah Al-Muhammadiyah yang
mengeluarkan Rasulullah dari alam manusia dan menjadikannya cahaya (nur).
Dari cahaya Muhammad itulah seluruh mahluk diciptakan.

"Artinya : ... Sungguh besar perkataan yang keluar dari mulut mereka.
Tiadalah yang mereka katakan itu kecuali dusta". [Al-Kahfi : 5]

Berikut ini sebagian dari perkataan mereka :

[1]. Muhammad Adalah Asal Semesta.
"Sesungguhnnya akal yang pertama adalah dinasabkan kepada Muhamad.
Karenanya Allah menciptakan Jibril di waktu terdahulu. Maka Muhammad adalah
bapak bagi Jibril dan merupakan asal dari seluruh alam semesta".[2]

[2]. Muhammad Di Atas 'Arsy.
"Mahluk yang pertama adalah debu, dan mahluk yang pertama yang berwujud
secara hakiki adalah Muhammad yang disifatkan istiwa' di atas 'Arsy
Ar-Rahmani, yaitu 'Arsy ilahi. [3]

[3]. Cahaya Muhammad (Nur Muhammadi) Adalah Cahaya Allah.

[4]. Muhammad Adalah Penjaga Atas Semesta.

[5]. Semesta Diciptakan Karena Muhammad.

Ibnu Nabatah Al-Mishri berkata :
Kalau bukan karenanya,
tidak adalah bumi dan tidak pula ufuk.
Tidak pula waktu, tidak pula mahluk,
tidak pula gunung.

[6]. Muhammad Mengetahui Yang Ghaib.

Berikut ini dalil-dalil mereka yang mereka sembunyikan di balik
punggung-punggunya :

Hadits pertama.
"Artinya : Pertama kali yang diciptakan Allah adalah cahaya nabimu, wahai
Jabir" [Hadits Palsu]

Hadits kedua.
"Artinya : Aku sudah menjadi nabi sedangkan Adam masih berwujud antara air
dan tanah". [Hadits Palsu. Lihat Syarah Jami'ash-Shagir III/91 dan Asna
Al-Mathalib hal. 195]

Ini adalah perkataan yang sangat lemah dan matan-nya mungkar. Bukankah air
adalah bagian dari tanah ? Adapun hadits shahih berlafadz : "Artinya : Aku
sudah menjadi Nabi, sedangkan Adam adalah keadaan antara ruh dan jasad",
tetapi ini pada ilmu Allah yang azali.

Hadits ketiga.
"Artinya : Kalau tidak karena engkau, maka bintang-bintang itu tidak
diciptakan". [Shan'ani berkata bahwa hadits ini Palsu dan disepakati Imam
Syaukani dalam kitab Fawaid Al-Majmu'ah hl. 116]

Padahal sesungguhnya Allah telah menutup berbagai jalan menuju perbuatan
yang melebih-lebihkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Katakanlah, sesungguhnya aku ini adalah manusia seperti kamu
semua. Hanyasanya diwahyukan kepadaku (wahyu). Sesungguhnya sesembahanmu
adalah sesembahan yang Esa. Maka barangsiapa yang mengharapkan bertemu
dengan Rabbnya, hendaklah ia beramal dengan amalan yang shalih dan tidak
menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya". [Al-kahfi : 110]

Dan berfirman Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Katakanlah, Maha Suci Rabbku. Bukankah aku ini hanya seorang
manusia yang menjadi rasul ?". [Al-Isra : 93]

Dan berfirman Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Katakanlah, tidaklah aku mengatakan kepada kalian semua bahwa
aku mempunyai perbendahaaran Allah, tidak pula aku mengetahui yang ghaib,
tidak juga aku katakan bahwasanya aku ini malaikat. Tidaklah aku mengikuti
kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah, apakah sama orang yang
melihat dengan orang yang buta ? Apakah kalian semua tidak berpikir ?".
[Al-An'am : 50]

Telah bersabda pula beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Janganlah kalian semua melebih-lebihkan aku seperti orang-orang
Nashrani melebih-lebihkan Isa anak Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba,
maka katakanlah hamba Allah dan utusan-Nya". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari
dan Muslim]

Dan telah bersabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Sesungguhnya aku ini adalah manusia yang dapat marah pula".
[Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim]

Dan riwayat lainnya yang sangat banyak. Inilah sifat-sifat kemanusiaan yang
di sandang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sejak lahirnya hingga bertemu
dengan Rabbnya. Beliaulah yang mengajak manusia untuk mencontohnya dan
menempuh jejak-jejaknya.

Kalau bukan dari alam kita, tidaklah kita diperintahkan untuk mengikuti
beliau dan menjalani sunah-sunahnya. Siapakah yang lebih benar perkataannya
dari Allah, sedangkan Dia telah menyetujui hakikat ini melalui
lafadz-lafadz Qur'ani yang pasti dan terinci :

"Artinya : Mereka berkata, kenapa tidak diturunkan kepada kita malaikat ?
kalau diturunkan kepada mereka malaikat, maka pasti telah diselesaikan
perkaranya (dengan dibinasakan mereka semua) kemudian mereka tidak diberi
tangguh. Dan kalau seandainya Kami turunkan malaikat, pasti akan Kami
jadikan dia seorang manusia, Kami-pun akan jadikan mereka tetap ragu
sebagaimana mereka kini ragu". [Al-An'am : 8-9]

Dan ketahuilah, semoga Allah menambahkan ilmu kepadamu, semesta ini adalah
mahluk yang diciptakan dengan tujuan tertentu. Yaitu beribadah kepada
Allah. Seperti dinyatakan dalam firman-Nya.

"Artinya : Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku". [Adz-Dzariyat : 56]


PENDIDIKAN SUFI
Supaya ajaran tasawuf mencapai tujuannya, mereka kenakan pada
tokoh-tokohnya sifat bebas dari dosa ('ishmah). Selain itu, menuntut kepada
muridnya agar bersikap seperti mayit di tangan yang memandikannya. Maka
janganlah engkau melampauinya dengan mengambil ilmu sufi dari guru lain,
karena seorang murid yang menimba ilmu dari dua guru ibarat seorang wanita
di tangan dua lelaki. [4]

Ibnu Arabi berkata : "Sesungguhnya termasuk syarat imam batin, hendaklah ia
ma'shum (bebas dari dosa)" [5] Katanya lebih lanjut : "Dan engkau, wahai
para murid yang tertipu dan tersesat, bantulah apa yang diinginkan terhadap
engkau. Dan bersangka baiklah, jangan membantah. Bahkan yakinilah. Dan
manusia dalam masalah ini mempunyai perkataan yang banyak. Tapi terserah
dirilah, niscaya engkau akan selamat. Dan Allah lebih mengetahui perkataan
para walinya. [6]

Kami tidak mengetahui kenapa banyak ulama kaum muslimin berdiam diri
terhadap kekufuran dan keingkaran yang bersembunyi dalam pakaian Islam yang
bertujuan menipu, menyesatkan serta mengajak kaum muslimin untuk
meyakininya serta menegakan agama mereka di atas asasnya ? Sesungguhnya
termasuk suatu kebaikan jihad di sisi Allah untuk menghapuskan fitnah ini
dari kalangan muslimin, karena sesungguhnya fitnah lebih kejam dari
pembunuhan.

Kenapa kaum muslimin tidak terang-terangan memerangi mereka secara
keseluruhan demi tumbangnya kepalsuan-kepalsuan yang telah memburamkan
keindahan Islam ?.

Bahkan kenyataannya banyak kaum muslimin yang tersembelih kesesatan dan
kekufuran ini. Dan tidaklah menyelamatkan mereka dari keadaan yang demikian
ini kecuali usaha para ulama Islam untuk menyingkap kebatilan-kebatilan
tadi dengan berbagai bahasa dan dengan berbagai kedudukan. Maka wahai
Rabbku, bangkitkanlah orang-orang yang memperbaharui agama-Mu ini, karena
sesungguhnya kaum sufi telah kembali bangkit dengan wajah baru pula.


[Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, cet.II, hal.
81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, dengan
judul Borok-Borok Sufi]
________
Fote Note.
[1] Al-Hukumat Al-Islamiyah, Khumeini, hal. 52
[2] Al-Insan Al-Kamil lil Jalil, hal.4
[3] Futuhat Al-Makkiyah, I/152
[4] Ihya' Ulumuddin, I/50-51 dan III/75-76
[5] Futuhat Al-Makkiyah, III/183
[6] Muqaddimah AL-Futuhat, I/5



[Non-text portions of this message have been removed]






Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Yahoo! Groups Links















------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke