Asslm. Wr. Wb.

Mbak /Ibu Kartika yang Budiman.......



Saya bertanya dimana ya.... saya mencari hadist ini dan apakah hadist ini
sahih dan diriwayatkan oleh siapa.......mohon penjelasannya
ketika Sayidina Ali menanyakan kepada Nabi " Ya Rosulullah mengapa engkau
selalu berpuasa di hari senin? Kata Rosulullah " Ketahuilah Ali sesungguhnya
hari senin itu adalah hari kelahiranku dan di hari senin itu pula turunya
wahyu". Inikan mensunnahkan kita berpuasa pada hari itu bukan merayakannya.
Terima kasih.


----- Original Message -----
From: "Kartika, Bambang" <[EMAIL PROTECTED]>
To: "Imam Syafei" <[EMAIL PROTECTED]>; <media-dakwah@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, January 17, 2006 9:37 AM
Subject: RE: [media-dakwah] Re : APA HUKUMNYA MERAYAKAN MAULID NABI ?


Asalamualaikum .wr.wb

Saudara-saudaraku Menghindari perselisihan antar muslim memang sulit karena
adanya berbagai macam faham, ada yang mengatakan Bid'ah, orang ahli bid'ah
neraka tempatnya, Saudara-saudraku masihkah kita saling mengatakan
golongankulah yang paling benar berdasarkan kitab ini itu dalil ini dalil
itu aku syiarkan biar kalian tahu akulah yang paling benar kamulah yang
salah, kamulah ahli bid'ah dan lain sebagainya....
Disini saya ambilkan 2 contoh :

1. Tentang Sholat Tarawih 23 dan 11
Ada yang mengatakan 11 lah yang paling benar dan yang 23 adalah Bid'ah, kita
semua tahu masing masing mempunyai sumbernya, yang 11 dari Siti Aisah, bahwa
Nabi tidak pernah lebih sholatnya dimalam bulan romadon empat, empat, tiga,
begitu juga untuk yang 23 mereka juga mempunyai sumber hukumnya Kata Nabi "
Wajib atas umatku untuk mengikuti sunah-sunah para sahabatku Al
Qurafurosidin dilanjutkan lagi dengan hadis Nabi "Gigitlah dengan rahangmu".
Mengapa Nabi menganjurkan dengan gigi rahang bukan gigi seri, /depan?
Artinya adalah "Ikutilah dengan sungguh-sungguh". Meskipun sebagian
mengatakan 23 adalah bid'ah tetapi itu adalah bid'ah yang baik. Menurut saya
pribadi yang salah adalah yang tidak Sholat tapi saya tidak bisa menfonisnya
secara telak karena itu sholat sunah.

2. Merayakan Maulid Nabi, apakah Bid'ah ?
Ada sebagian yang mengatakan Bid'ah dan banyak juga yang mengatakan itu
bid'ah yang baik, ketika Sayidina Ali menanyakan kepada Nabi " Ya Rosulullah
mengapa engkau selalu berpuasa di hari senin? Kata Rosulullah " Ketahuilah
Ali sesungguhnya hari senin itu adalah hari kelahiranku dan di hari senin
itu pula turunya wahyu". Dengan kata lain mengapa Nabi tidak merayakanya
seperti sekarang ini, ini semua hanya kemuliyaan hatinya diantaranya adalah
rendah hati, dengan demikian pada dasarnya maulid adalah syiar tentang
sejarah Islam dan Muhamad hingga diangkat menjadi Rosul, sebagai Nabi
penutup, dll.

Hal yang sangat mudah coba kita amati perkembangan anak-anak tentang agama
dan para Nabi pembawanya, kita Tanyakan ke mereka tentang DORA EMON, Kpt
SUBASA, SINCAN dll, mereka lebih paham dari pada mengenal Agama dan
Nabi-pembawanya apalagi sampai ke Hasan ,Husen, Fatimah, dan para Sahabat
Nabi.

Saudara-saudaraku kalau kita mau mengatakan sesuatu itu Bid'ah marilah
sebelumnya kita rujuk kita kaji secara mendalam Al'Quran dan Hadis jangan
hanya yang tersurat saja tapi camkan baik baik apa yang tersirat di
dalamnya. Tidak akan terjadi perselisihan jika kita semua bercermin kepada
kerendahati Rosulullah.

Masih banyak yang lain yang memberikan keterangan tentang Maulid.

Sangat konyol sekali kalu kita membicarakan bid'ah2 yang seperti ini hingga
kita terlena dengan nafsunya sementara yang diluar dengan leluasa
mengembangkan sayapnya untuk mendapatkan Domba-domba.

Mohon ma'af apabila kata yang kurang berkenan

Wasalam





-----Original Message-----
From: media-dakwah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Imam Syafei
Sent: Monday, January 16, 2006 11:27 AM
To: media-dakwah@yahoogroups.com
Subject: [media-dakwah] Re : APA HUKUMNYA MERAYAKAN MAULID NABI ?


APA HUKUMNYA MERAYAKAN MAULID NABI ?


Oleh
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani ( 1173 - 1250 H )
Bagian Pertama dari Empat Tulisan [1/4]






Pendahuluan editor
Bismillahi- rahmaani-rahiim
Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah, kita memuji-Nya, memohon
pertolongan, petunjuk dan ampunan serta bertaubat kepada-Nya. Kita memohon
perlindungan dari kejahatan diri dan amalan kita kepada-Nya. Sesungguhnya
barang siapa yang telah Allah berikan petunjuk, niscaya tidak akan ada yang
mampu menyesatkannya, dan barang siapa yang telah Allah sesatkan, niscaya
tidak akan ada yang mampu memberikannya petunjuk.

Saya bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah semata,
dan tiada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusannya.

Amma ba'du:
Sungguh menuntut ilmu syariat dan berdakwah kepadanya serta mengajarkannya
kepada orang yang tidak mengetahuinya, memberikan peringatan kepada kaum
muslimin dari perbuatan yang diharamkan dan kemungkaran, dan menjauhkan
mereka dari perbuatan bid'ah adalah termasuk dari amar-ma'ruf dan
nahi-mungkar. Yang mana Allah telah menjadikan kebaikan bagi ummat ini
apabila mereka mau menegakkannya, sebagai mana firman Allah :

Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. [Al
Imron 110]

Dan dikarenakan isi buku ini membahas satu aspek penting untuk meluruskan
gambaran agama Islam dari upacara-upacara yang dinisbahkan kepadanya, yang
mendatangkan gambaran buruk akan agama Islam. Sebab setiap orang yang
menyaksikan ahli bid'ah dari kalangan sufi sedang melaksanakan acara bid'ah
mereka maulid dengan gerak-gerik dan tata cara mereka, niscaya ia akan
meyakini bahwa dasar acara ini adalah khurofat dan cerita-cerita palsu.

Tidak diragukan lagi bahwa setiap orang yang menyaksikan mereka sedang
melaksanakan acara ini niscaya akan menjauh dari Islam, dan berburuk sangka
dengan pemeluknya, terlebih-lebih pada zaman sekarang yang perayaan maulid
disiarkan langsung melalui parabola, sebab ia tidak menyaksikan adanya
sebuah agama yang hakiki, yang akan mendatangkan kepercayaan pada jiwa, dan
membangkitkan semangat beramal dan membantu orang lain.

Dan karena diantara kesempurnaan iman adalah rasa cinta seseorang kepada
saudaranya, akan apa yang dicintai untuk ia dapatkan, yaitu dengan cara
menjelaskan kebenaran bagi orang yang terperdaya dengan kebatilan dari
pemeluk agama ini, dan ini termasuk jihad yang Allah wajibkan kepada pemeluk
agama yang Allah jadikan sebagai penutup dari semua agama. Sebab hal ini
salah satu kewajiban yang paling wajib, sebagaimana memerangi musuh dengan
berperang, maka usaha membersihkan ummat ini dari penyebab kelemahan dan
amalan-amalan yang hina merupakan kewajiban yang paling wajib.

Sebab ummat ini tidak akan mampu memerangi musuhnya dengan pedang sehinggga
membentengi dirinya dengan benteng yang kokoh dari dalam tubuhnya sendiri,
yaitu dengan cara menyebarkan agama Islam yang benar. Dikarenakan
membersihkan barisan merupakan salah satu penyebab datangnya kemenangan.

Betapa banyak kita menyaksikan dalam sejarah kelompok ini (kaum sufi) yang
dianggap bagian dari Islam padahal bukan, telah mendatangkan bencana dan
peperangan dalam tubuh negara Islam sebelum mereka diserang oleh musuh
mereka yang sebenarnya. Bahkan sepanjang masa, merekalah yang membukakan
jalan bagi musuh untuk masuk kedalam negri kaum muslimin pada berbagai
daerah.

Hal ini disebabkan karena agama yang mereka pegangi bertopang dengan kuat
pada menuruti syahwat pribadi yang diharamkan dalam Islam, baik itu yang
berhubungan dengan makanan, pakaian, wanita atau yang lainnya, dan mereka
benar-benar sadar bahwa agama Islam yang sebenarnya sangatlah bertentangan
dengan hal ini, kecuali dalam batas yang dihalalkan dalam syariat.

Dan mungkin sekarang ini saya -dan juga yang lainnya- telah melihat bahwa
dibawah debu telah terdapat percikan api, hal ini dikarenakan banyaknya
perayaan acara bid'ah ini, dan usaha-usaha untuk menghidupkan tempat-tempat
jahiliyah pada zaman ini.

Nah karya ini merupakan andil saya dalam menyebar luaskan jawaban bagi
pertanyaan yang sering terlintas dalam benak kebanyakan pemeluk agama Islam,
terlebih-lebih pada zaman ini, zaman yang banyak sekali perbuatan bid'ah dan
telah menyebar dengan cepat sebagaimana menyebarnya api dalam rumput kering.
Itu semua disebabkan kebodohan dan kurangnya kesadaran dan rasa cinta untuk
tersohor, walau berakibat buruk terhadap agama ini.

Sungguh tersebarnya buku seperti ini telah menjadi ganjalan dalam
tenggorokan setiap ahli bid'ah dan orang sufi. Sebuah karya yang dituliskan
oleh seorang alim besar, hidup antara abad kedua dan ketiga belas di negri
Yaman. Negri yang didoakan oleh Nabi e untuk mendapatkan berkah, dan beliau
termasuk salah seorang mujtahid dan termasuk salah seorang ulama' ummat ini,
yang selalu berpegangan dengan dalil.

Kebanyakan kaum muslimin beranggapan bahwa menghukumi perayaan maulid
sebagai sebuah kebid'ahan adalah suatu ungkapan yang tidak pernah diucapkan
oleh ulama' terdahulu, akan tetapi hanya sekedar perkataan ulama-ulama zaman
sekarang. Dan juga berprasangka bahwa permasalan ini tidak pernah ada pada
pembahasan dan tulisan-tulisan mereka, juga tidak pernah ada pendiskusian
argumentasi orang yang membolehkan perayaan ini, dan bantahan terhadap
syubhat-syubhat mereka, terlebih-lebih dari ulama' seperti As Syaukani
rohimahullah, dimana beliau tersohor sebagai seorang yang selalu berpegang
teguh dengan dalil, dan berkata-kata penuh dengan kebijaksanaan, dan selalu
berlepas diri dari setiap perbuatan bid'ah.

Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan bukti kuat bahwa As Syaukani
rahimahullah dan ulama' lainnya mencintai kebaikan bagi orang lain, dan
membenci sikap ketidak jelasan dalam beramal tanpa adanya dalil.

Sebagaimana yang keadaan kebanyakan orang awam dari kaum muslimin, dan
kebanyakan orang yang dianggap berilmu pada kebanyakan negara Islam. Dimana
mereka sama sekali tidak memiliki perhatian dengan urusan agama mereka,
sehingga mereka terus menerus berada dalam gelapnya kebodohan dan kesesatan.
Dan hanya berusaha memuaskan syahawat perut dan birahi, atau hal-hal yang
mengarah kepada kedua syahwat ini, dari berbagai macam bentuk nyanyian,
musik-musik, dan pergaulan dengan orang yang tidak halal untuk mereka
pergauli.

Atau sikap tidak mau tahu dan mengamalkan setiap yang sesuai dengan hawa
nafsu mereka, tanpa memperdulikan tingkat kecocokan amalan tersebut dengan
syariat, sebagaimana hal ini terjadi pada saat perayaan acara-acara bid'ah
seperti acara maulid dan yang serupa dengannya, sehingga mereka beramal
tidak dengan ilmu, dan berkata atas Nama Allah dengan tanpa ilmu.

Oleh karena itu saya sajikan buku ini wahai pembaca yang budiman, dengan
penuh harap dari Allah yang Maha Tinggi dan Maha Mampu, agar dijadikan
sebagai penyebab yang penuh dengan barokah bagi saya dan ummat Islam dalam
meluruskan pemahaman kebanyakan kaum muslimin terhadap acara bid'ah ini.
Acara yang hampir-hampir saja menyelimuti seluruh permukaan bumi.

Dan semoga Allah menjadikannya bagian dari timbangan amal baik bagi saya,
pengarang, penulis, pembaca, penerbit dan semua orang yang ikut andil dalam
penyebarannya. Semoga Allah menjadikan amalan ini benar-benar ikhlas hanya
karena-Nya, dan menjadikannya sebagai hal yang akan mendekatkan diri dari
kebahagiaan di sisi-Nya di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Semoga
Allah meluruskan niat saya dan anak keturunan saya, dan mengaruniai kita
ilmu yang bermanfaat, amalan yang sholih yang diterima, dan mengampuni
kekhilafan kita, serta merahmati orang-orang yang telah meninggal dari kita,
dan mengampuni kedua orang tua saya dan orang tua seluruh kaum muslimin.

Semoga sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi was allam, keluarga, dan sahabatnya.

Dituliskan oleh:
Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al Musyaiqih
Al Qoshim-Buraidah [Semoga Allah melindunginya dari segala kejelekan]


[Disalin dari buku "Maa hukmul Ihtifal bi maulidin -Naby", ditulis oleh Imam
Syaukani, editor Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al
Musyaiqih, diterjemahkan oleh Ali Musri Lc, Aspri Rahmat Lc, Arifin Badri
Lc, dan M. Nur Ihsan Lc.]



Oleh
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani ( 1173 - 1250 H )
Bagian Kedua dari Empat Tulisan [2/4]





Pembahasan Buku
Buku ini walaupun ringkas akan tetapi sangat besar sekali manfaatnya,
dikarenakan penulisan buku ini pada awalnya tidak dimaksudkan untuk
dijadikan sebuah buku, akan tetapi ia merupakan jawaban dari sebuah
pertanyaan yang datang kepada Al Imam As Sayukany, maka beliau menuliskan
jawabannya ini, dan beliau menguatkan jawabannya dengan berkata:

[1]. Saya tidak mendapatkan sebuah dalilpun akan disyariatkannya perayaan
ini, baik dalam Al Qur'an atau As Sunnah atau qiyas atau yang dalil lainnya.

[2]. Beliau menukilkan ijma' kaum muslimin bahwa perayaan ini tidak pernah
dilaksanakan pada generasi yang paling mulia, generasi sahabat, tabiin,
tabiit tabiin, dan juga tidak pada generasi setelahnya.

[3]. Tidak ada seorang ulama-pun yang menukilkan dari ulama sebelumnya bahwa
acara ini bukanlah acara bid'ah, bersamaam dengan itu mereka sepakat bahwa
setiap perbuatan bid'ah merupakan kesesatan.

[4]. Beliau membantah pendapat orang yang membagi bid'ah menjadi lima hukum,
bahwa pembagian ini tidak ada dalilnya dan juga sama sekali tidak beralasan.

[5]. Pengaruh kekuatan para pemimpin dan raja serta kesholihan mereka dalam
mengarahkan rakyat menuju kepada jalan selamat dan untuk tidak mengambil
pendapat siapapun yang tidak berdasarkan pada dalil.

[6]. Begitu cepatnya amalan bid'ah menyebar pada masyarakat apabila para
ulama tidak berjuang menjelaskan akan buruknya amalan bidah, dan menerangkan
akan kejahatan para ulama jahat, atau yang kurang ilmunya, dan kejahatan
orang yang berusaha mendapatkan kedudukan dunia dalam rangka mengumpulkan
harta dengan cara memberikan contoh buruk.

[7]. Perjuangan ahli bid'ah untuk menyebarluaskan kehinaan dan simbol-simbol
yang berbau khurofat di tengah-tengah masyarakat, serta mereka akan marah
apabila masyarakat enggan untuk menerimanya, sebagaimana diungkapkan oleh
pengarang: "Masyarakat tidak menyadari bahwa hal-hal tersebut dijadikan
perantara untuk dilakukannya segala bentuk kemungkaran, dan sebagai
penghalang bagi setiap orang yang akan mengingkarinya, dan mereka akan
melakukan dalam perayaan maulid mereka -yang tidaklah dihadiri kecuali oleh
orang-orang rendahan- segala kemungkaran, dengan beralasan : Telah hadir
dalam perayan maulid si fulan dan si fulan" dan seterusnya.

[8]. Perayaan maulid seperti ini pasti disertai dengan berbagai bentuk
kemungkaran dan hal-hal ang diharamkan dalam agama.

[9]. Usaha untuk menutup semua celah yang akan menghantarkan kepada hal-hal
yang diharamkan, dan ini merupakan salah satu dari tujuan syariat ini.

[10]. Semua orang yang mengarang buku tentang maulid Nabi tidak mampu
mendatangkan satu alasanpun yang berdasarkan kepada dalil yang syar'i dan
kuat, bersamaan dengan itu mereka semua mengakui bahwa perayaan maulid
adalah sebuah bid'ah, sehingga mereka membikin syarat-syarat yang sangat
sulit dalam perayaannya.

Keterangan Para Ulama Tentang Bid'ahnya Perayaan Maulid

Para ulama-baik yang membolehkan perayaan maulid atau tidak- telah sepakat
bahwa perayan maulid tidak pernah dilaksanakan oleh salafus sholeh (ulama'
terdahulu), dan diantara pernyataan mereka :

[1]. Syeikhul Islam Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya "Iqtidlous Sirotul
Mustaqim Mukholafata Ashabil Jahim" Hal: 295 tentang Maulid Nabawy: "Tidak
pernah dilakukan oleh as salafus sholeh padahal dorongan untuk diadakannya
perayaan ini sudah ada, dan tidak ada penghalangnya, sehingga seandainya
perayaan ini sebuah kebaikan yang murni atau lebih besar, niscaya as salaf
(ulama' terdahulu) -semoga Allah meridloi mereka- akan lebih giat dalam
melaksanakannya daripada kita, sebab mereka lebih dari kita dalam mencintai
Rosulullah e dan mengagungkannya, dan mereka lebih bersemangat dalam
mendapatkan kebaikan. Dan sesungguhnya kesempurnaan rasa cinta dan
pengagungan kepada beliau terletak pada sikap mengikuti dan mentaati
perintahnya, dan menghidupkan sunnah-sunnahnya, baik yang lahir ataupun
batin, serta menyebarkan ajarannya, dan berjuang dalam merealisasikan hal
itu dengan hati, tangan dan lisan. Sungguh inilah jalannya para ulama'
terdahulu dari kalangan kaum muhajirin dan anshor yang selalu mengikuti
mereka dalam kebaikan". Dan silahkan baca pernyataan beliau dalam kitab "Al
Fatawa Al Misriyah" 1/312.

[2]. Pernyataan Al- Allamah Al- Imam As Syeikh Tajuddin Umar bin Ali Al
Lakhmy Al Iskandary, yang lebih dikenal dengan Al Fakihaany dalam kitabnya
"Al Maurid Fi Al Kalaam Ala Amali Al Maulid"

[3]. Beberapa ulama' berpegangan dengan pernyataan Al fakihany dalam bukunya
ini, diantaranya :

[a]. Al Maliky dalam hasiyahnya terhadap kitab "Mukhtashor As Syikh Kholil
Al- Maliky" 7/168, dalam pembahasan Al Washiyah, beliau menyatakan: "Adapun
berwasiat untuk perayaan al maulid as syariif, maka Al fakihany telah
menyebutkan bahwa perayaan maulid adalah makruh hukumnya".

[b]. Dan diantara mereka Abu Abdillah Muhammad Ulaisy dalam kitabnya "Fathu
Al Aly Al Malik Fi Al Fatawa Ala Mazhab Al Imam Malik" 1/171 ketika ditanya
tentang seorang lelaki yang memiliki seekor sapi yang sedang sakit, padahal
dia sedang hamil, lalu orang itu berkata " Kalau Allah menyembuhkan sapiku,
maka wajib atasku untuk menyembelih anak yang di dalam perutnya ketika acara
maulid Rosulillah e , dan kemudian Allah menyembuhkan sapinya dan melahirkan
anak betina, kemudian dia menunda penyembelihan sampai anak sapi tersebut
besar dan hamil, apakah wajib atasnya untuk menyembelih sapi tersebut atau
boleh menyembelih penggantinya atau dia tidak berkewajiban apa-apa ? Maka
beliau menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan : "Alhamdulillah, dan
sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada sayidina Muhammad Rosulillah,
dia tidak berkewajiban apa-apa, karena perayaan maulid Rosulillah e tidaklah
disunnahkan".

[4]. Ungkapkan pengarang kitab "Al Mi'yar Al Maqhrib" dalam nukilannya
terhadap jawaban salah seorang ulama Maqhrib "Ustaz abu 'abdillah al hiar"
terhadap sebuah pertanyaan yang ditujukan kepadanya tentang seseorang yang m
ewakafkan sebatang pohon untuk malam maulid, kemudian orang tersebut
meninggal, lalu anaknya ingin mengambil pohon tersebut?, berdasarkan apa
yang telah ditetapkannya bahwa melakukan maulid pada malam tersebut adalah
Bid'ah, mewakafkanan pohon tersebut adalah satu sebab masih berlangsungnya
perbuatan tersebut, yang tidak ada anjuran dalam agama untuk melakukannya,
sedangkan menghapus dan mencegahnya adalah di tuntut dalam agama, kemudian
ia menambahkan lagi, bahwa malam maulid di zamannya dilakukan dengan
tatacara kaum fakir(), sebagai mana dalam ungkapan beliau: "cara-cara mereka
pada saat ini telah mencemari agama, karena kebiasaan mereka dalam
perkumpulan tersebut hanya menyanyi dan bersorak-sorai, mereka telah
mempengaruhi orang-oramg awam kaum muslimin bahwa hal yang demikian adalah
ibadah yang sangat agung untuk dilakukan pada waktu tersebut, dan merupakan
jalan para wali Allah, sedangkan kenyataan mereka adalah kaum yang bodoh,
yang mana diantara mereka banyak yang tidak mengetahui hukum-hukum yang
diwajibkan kepadanya dalam sehari-hari, sebenarnya mereka adalah para
pesuruh setan untuk menyesatkan orang awam kaum muslimin, dengan menghiasi
kebatilan kepada mereka, mereka telah memasukan kedalam agama Allah sesuatu
yang tidak termasuk kedalamnya, karena bernyanyi dan bersorak-sorai adalah
termasuk dalam senda-gurau dan main-main, mereka menganggap hal yang
demikian adalah perbuatan para wali Allah, ini adalah suatu kebohongan
dibuat di atas nama mereka, sebagai salah satu jalan bagi mereka untuk
memakan harta manusia dengan cara haram, karena itu kebiasaan mereka adalah
menyendiri supaya mereka bebas melakukan hal-hal yang dilarang, maka apa
yang diwakafkan untuk hal tersebut hukumnya batil karena tidak menurut cara
yang benar (disyari'atkan oleh agama), maka dianjurkan bagi orang yang
berwakaf tadi untuk mengalihkan wakafnya kepada hal lain yang dianjurkan
dalam syari'at, kalau seandainya ia tidak mampu maka hendaklah ia ambil
untuk dirinya sendiri, semoga Allah menuntun kita selalu untuk mengikut
sunnah nabiNya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam , dan mengikuti para
salaf sholih karena keselamatan terdapat dalam langkah mereka".

[5]. Ungkapan Syehk Abdul Latif bin Abdur Rahman bin Hasan cucu dari Syaikh
Islam Muhammad bin Abdul Wahab dalam keterangannya tentang apa yang
dilakukan oleh Syehk Muhammad bin Abdul Wahab dalam berda'wah kepada
kebenaran, inilah ungkapan beliau tersebut: "sang imam Muhammad bin Abdul
Wahab melarang kebiasaan orang-orang di negri tersebut dan daerah lainnya
dari membesarkan hari maulid dan hari-hari besar jahiliyah lainnya, yang
tidak ada dalil yang memerintahkan untuk membesarkannya, dan tidak pula
keterangan dan hujah syar'iyah, karena hal yang demikian adalah menyerupai
umat nasroni (kristen) yang sesat dalam hari besar mereka baik secara waktu
maupun tempat, ini adalah kebatilan yang ditolak dalam syari'at penghulu
segala rasul (agama Islam), di kutib dari "kumpulan risalah dan masalah para
ulama nejed" hal: (4 / 440).

[6]. Jawaban Syehk Abdur Rahman bin Hasan terhadap sebuah pertanyaan yang
dikemukakan kepada beliau tentang mengkhususkan hari maulid dengan
berkorban, yang mereka sebut "nafilah", dan apa yang dilakuakn pada tanggal
27 rajab mengkhususkannya dengan berpuasa dan berkoban pada hari tersebut,
kemudian amalan malam nisfu sya'ban seperti itu juga, apakah hal tersebut
haram dilakukan atau makruh atau mubah (boleh)?, apakah wajib bagi
pemerintah dan ulama untuk mencegahnya?, apakah mereka berdosa bila diam
terhadap hal tersebut?, beliau menjawab: "semua hal tersebut adalah Bid'ah,
sebagaimana yang terdapat dalam sabda Nabie , bahwa beliau berkata:
"Barang siapa yang menambah-nambah dalam urusan kami ini (agama ini),
sesuatu yang tidak termasuk kedalamnya, maka hal tersebut adalah ditolak".
Dan dalam sabda beliau yang lain disebutkan:
"Hati-hatilah kalian terhadap sesuatu hal yang baru dalam agama ini,
sesungguhnya segala hal yang baru dalam agama adalah Bid'ah, dan setiap
Bid'ah itu adalah sesat".

Dan segala ibadah harus berdasarkan pada perintah atau larangan serta
mengikuti sunnah, sedangkan perkara yang di singgung di atas (pelaksanaan
maulid), tidak pernah disuruh oleh rasulullah saw, dan tidak pernah
dilakukan oleh khalifah ar-rosyidin, sahabat dan para tabi'in, telah
disebutkan dalam hadist yang shohih:

"Barang siapa yang melakukan suatu amalan (ibadah) yang tidak ada contoh
dari kami maka amalan tersebut ditolak".

Sedangkan segala macam bentuk ibadah yang disinggung diatas tidak ada contoh
dari rasulullah saw, makanya ditolak dan wajib diingkari, karena ia termasuk
dalam hal yang dilarang Allah dan rasulNya.

Sebagaiman firman Allah Subahanhu wa Ta'ala:

"apakah mereka itu memiliki tandingan-tandingan yang membuat syari'at agama
bagi mereka yang tidak pernah diizinkan Allah" [Asy syuura: 12]. Sedangkan
segala macam ibadah yang disebut di atas adalah bikinan orang-orang bodoh
tampa petunjuk dari Allah, hanya Allah swt yang lebih mengetahui". (Dinukil
dari kumpulan risalah dan masalah para ulama nejed bagian II. Hal: [ 4 /
357-358].

[7]. Jawaban Syaikh Muhammad bin Abdul Latif ketika beliau di tanya tentang
hukum mengeluarkan harta untuk acara maulid nabi. Beliau menjawab "perbuatan
maulid adalah perbuatan bid'ah, mungkar dan jelek, mengeluarkan harta untuk
perbuatan tersebut adalah bid'ah yang diharamkan, dan orang yang
melakukannya adalah berdosa, maka wajib dicegah orang yang melakukannya.
(dinukil dari "ad-durar as-sunniyah" Hal: ( 7 / 285 ).

[8]. Jawaban Imam Asy Syatiby ketika ditanya tentang hal ini. Beliau
menjawab "adapun yang pertama yaitu mewasiatkan sepertiga harta untuk
pelaksanaan maulid sebagaimana yang banyak dilakukan manusia ini adalah
bid'ah yang diada-adakan, setiap bid'ah itu adalah sesat, bersepakat untuk
melakukan bid'ah tidak boleh, dan wasiatnya tidak dilakukan, bahkan
diwajibkan kepada qodhi untuk membatalkannya dan mengembalikan sepertiga
harta tersebut kepada ahli waris supaya mereka bagi sesama mereka, semoga
Allah menjauhkan para kaum fakir dari menuntut supaya dilaksanakannya wasiat
seperti ini. (dikutib dari fatwa Asy syatiby, no: ( 203, 204 ).

[9]. Ungkapkan Syaikh Muhammad Abdussalam khadhar al qusyairy dalam kitabnya
"as sunan wal mubtadi'aat al muta'alliqah bil azkar wash sholawaat" Hal:
138-139. Dalam fasal: membicarakan bulan Robi'ul awal dan bid'ah melakukan
maulid pada waktu itu. "tidak boleh mengkhususkan bulan ini (Rabi'ul awal)
dengan berbagai macam ibadah seperti sholat, zikir, sedekah, dll. Karena
musim ini tidak termasuk hari besar Islam seperti hari jum'at dan hari
lebaran yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw, bulan ini memang bulan
kelahiran Nabi Muhammad saw, tapi juga merupakan bulan wafatnya nabi
Muhammad saw, kenapa mereka berbahagia atas kelahirannya tapi tidak bersedih
atas kematiannya?, menjadikan hari kelahirannya sebagai perayaan maulid
adalah bid'ah yang mungkar dan sesat, tidak diterima oleh syara' dan akal,
kalau sekiranya ada kebaikan dalam melakukannya tentu tidak akan lalai dari
melakukannya Abu bakar, Umar, Ustman dan Ali serta para sahabat yang
lainnya, dan para tabi'iin serata para ulama yang hidup setelah mereka, maka
tidak ragu lagi yang pertama melakukannya adalah kelompok sufisme yang tidak
punya kesibukan yang senang melakukan bid'ah kemudian diikuti oleh
manusia-manusia lainnya, kecuali orang yang diselamatkan Allah serta di beri
taufiq untuk memahami haqiqat agama Islam.

[10]. Perkataan Ibnul Hajj dalam kitab "Al Madkhal" Hal: ( 2 / 11, 12 )
setelah ia menyinggung kebiasaan-kebiasaan jelek yang dilakukan oleh
orang-orang dizamanya dalam melaksanakan maulid, dan berbagai kebinasaan
yang ditimbulkan akibat pelaksanaan tersebut, "sekalipun tidak terdapat
dalam pelaksanaan maulid tersebut nyanyi-nyanyian, cukup sekedar acara makan
bersama saja dengan maksud melaksanaka maulid, bersamaan dengan itu mengajak
teman-teman, maka hal tersebut tetap merupakan bid'ah walaupun hanya sebatas
niat saja, karena hal tersebut adalah menambah-nambah dalam urusan agama
yang tidak pernah dilakukan oleh para ulama salaf yang silam, mengikuti
salaf adalah lebih utama dan wajib dari pada menambah niat yang melanggar
terhadap apa yang mereka lakukan, mereka adalah manusia yang sangat
bersungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Rasulullah saw, dan lebih cinta
kepadanya dan kepada sunnahnya, kalau hal tersebut benar tentulah mereka
orang yang pertama sekali melakukannya, tetapi tidak seorang pun dari mereka
yang melakukannya, kita hanya mengikuti mereka, kita telah mengetahui bahwa
mengikut mereka dalam segala sumber dan keputusan.
Sebagaiman yang diungkapkan oleh Abu Tholib Al Makky dalam sebuah
karangannya "sungguh telah disebutkan dalam hadist:

"tidak akan terjadi hari qiamat sampai yang ma'ruf di anggap mungkar dan
yang mungkar dianggap ma'ruf".

Telah terjadi apa yang diberitakan oleh Rasulullah saw sebagaimana yang
telah kita sebutkan di muka, dan yang akan kita bicarakan pada berikut ini:
mereka berkeyakinan apa yang mereka lakukan tersebut adalah ketaatan, barang
siapa yang tidak melakukan apa yang mereka lakukan berarti telah lalai dari
ketaatan dan kikir, sungguh ini musibah yang telah menimpa."

Ibnul Hajj menambahkan lagi "sebagian penyair telah menceritakan keadaan
zaman kita ini dalam syair mereka:

Telah pergi orang-orang yang dicontoh perbuatan mereka,
Orang-orang yang mencegah bagi segala perbuatan yang mungkar,
Tinggal aku bersama orang-orang yang dibelakangan
Yang saling memuji sesama mereka, agar tertutup kejelekan masing-masing,
Anak ku sebagian orang telah menyerupai binatang,
Sekalipun kau lihat ia berpostur manusia mendengar dan melihat,
Sangat hati-hati terhadap segala yang akan menimpa hartanya,
Tapi bila agamanya yang dapat musibah, ia tidak merasa,
Belajarlah kepada orang alim semoga engkau seperti dia,
Orang yang luas keilmuan dan pandangannya.

Bahkan Ibnul Hajj menyebutkan dalam bukunya tersebut, Hal: 25. berbagai
macam ketimpangan yang terdapat dalam maulid tersebut, sehingga sebagian
mereka meninggalkan maulid karena melihat berbagai macam pelanggaran yang
terdapat di dalamnya, dan melaksanakan maulid dengan membaca shohih buhkary
sebagai ganti darinya, tidak diingkari bahwa membaca hadist merupakan ibadah
dan memiliki keberkatan, tetapi harus dilakukan dalam bentuk yang
digambarkan syara' (agama)".

[11]. Perkataan Ibnul Qoyyim dalam kitabnya "I'lamu Al Muwaaqi'in" Hal: ( 2
/ 390-391 ). "jika ada yang bertanya, dari mana kalian mengetahui bahwa
Rasulullah tidak melakukannya, tidak ditemukannya dalil tidak mesti
perbuatan tersebut tidak ada".

Pertanyaan seperti ini menunjukkan bahwa orang tersebut tidak mengetahui
petunjuk dan sunnah Rasulullah saw serta apa yang beliau sampaikan, kalau
pertanyaan ini benar dan dapat diterima, tentu akan ada yang berpendapat
dianjurkannya azan untuk sholat tarawih, dengan alasan yang sama, dan datang
lagi yang lain menganjurkan mandi setiap sholat, dengan alasan yang sama
juga, dan seterusnya ..maka terbuka lebarlah pintu bid'ah, setiap orang yang
melakukan bid'ah akan berkata: dimana anda mengetahui bahwa hal ini tidak
dilakukan Rasulullah.".

[12]. Jawaban Al Hafizh Abu Zur'ah Al 'Iroqy ketika ditanya tentang orang
yang melakukan maulit apakah dianjurkan atau makruh?, apakah ada dalil yang
memerintahkannya?, atau pernahkah dilakukan oleh orang yang dicontoh
perbuatannya?. Ia menjawab: "memberi makan orang yang lapar dianjurkan dalam
setiap waktu, apa lagi bergembira atas munculnya cahaya kenabian pada bulan
yang mulia ini, tapi tidak kita temukan seorang pun dari generasi salaf
(para ulama yang terdahulu) yang melakukan hal demikian, sekali pun sekedar
memberi makan orang yang kelaparan". Lihat "tasyniiful Azan" hal: 136.

[13]. Fatwa Abu Fahdal Ibnu Hajar Al 'Asqolany tentang hukum maulid yang
dinukil oleh As suyuthy dalam kitabnya "Husnul maqsad fi 'amalil maulid" di
situ Ia katakan: "asal perbuatan maulid adalah bid'ah tidak seorang pun dari
generasi salafus sholeh yang melakukannya dalam tiga abad pertama". Lihat
"Al hawy lil fatawa" hal: (1 / 196).

[14]. Fatwa Syaikh Zhohiruddin Ja'far Al Tizmanty tentang hukum maulid:
"melakukan maulid tidak pernah dilakukan oleh generasi Islam pertama dari sa
lafus sholih, sedangkan mereka adalah orang yang jauh lebih menghormati dan
mencintai nabi saw, yang mana kecintaan dan penghormatan salah seorang
diantara mereka terhadap nabi saw, tidak terjangkau oleh kita sekarang ini,
walau hanya secuil". Ungkapan ini dinukilkan dari Ibnu At Thobaahk dan Al
Tizmanty oleh pengarang kitab "Subulul huda war rosyad Fi sirah khairil
'ibad" hal: (1 / 441-442).

[15]. Di antara dalil bahwa salafus sholeh tidak pernah merayakan hari
maulid nabi saw. Yaitu perbedaan pendapat yang timbul dikalangan mereka
dalam menentukan hari lahirnya nabi saw. Sebagaimana telah disinggung oleh
Abu abdillah al hifaar dalam pembicaraannya, yang dinukil oleh pengarang
kitab "Al Mi'yaar" hal: (7 / 100). Yang berbunyi "Dalil yang menunjukkan
bahwa orang-orang salaf (generasi Islam yang pertama ) tidak pernah
membedakan antara malam maulid dengan malam-malam yang lainnya yaitu
perbedaan mereka dalam menentukan malam tersebut, sebagian berpendapat pada
bulan Ramadhan dan sebagian yang lain berpendapat pada bulan Rabi'ul awal,
kemudian mereka berbeda pendapat lagi tentang tanggalnya dalam empat
pendapat, kalau seandainya mereka melakukan ibadah tertentu pada hari
lahirnya nabi Muhammad saw, tentu hari tersebut diketahui secara masyhur dan
tidak akan terjadi perbedaan pendapat tentang hari tersebut".

[16]. Ditambah lagi di balik itu semua bahwa hari kelahiran nabi Muhammad
saw adalah bertepatan dengan hari kematiaanya, tidak lah bergembira lebih
utama dari bersedih pada hari itu, sebagaimana yang diungkapkan oleh
sebahagian ulama diantara mereka Ibnul Hajj dan Al Fakihaany.
Telah disebutkan oleh Ibnul Hajj dalam kitab "Al Madkhal" hal: (2/ 15,16)
ketika ia berbicara tentang maulid: "yang sangat mengherankan kenapa mereka
bergembiraria untuk kelahiran nabi saw! sedangkan kematiannya bertepatan
pada hari itu juga, dimana umat mendapat musibah yang amat besar, yang tidak
bisa dibandingkan dengan musibah yang lainnya, yang layak hanya menangis,
bersedih dan setiap orang menyendiri dengan dirinya, karena Rasulullah saw
bersabda: "hendaklah kaum muslimn itu teguh dalam segala musibah mereka,
musibah yang sebenarnya adalah kematian ku".
Ketika Rasulullah menyebutkan bahwa musibah yang sebenarnya adalah kematian
beliau, menjadi hilang segala musibah yang menimpa seseorang dalam kondisi
apa pun, tampa meninggalkan kesedihan.

Sangat indah kata-kata sajak yang dituturkan oleh Hassaan dalam kematian
Rasulullah: "Hitam kelam pandangan ku
Hitam atas kepergian mu
Ku relakan kematian selain mu
Kecemasanku hanya atas kepergian mu".

Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang pada bulan
tersebut (Rab'iul awal) jusru mereka bergebira-ria dan berjoget-joget,
bukanya menangis dan bersedih kalau ini yang mereka lakukan akan lebih tepat
dengan suasananya, supaya terhapus dosa-dosa mereka, karena bersedih dan
menangis atas kepergian nabi Muhammad saw, akan menghilangkan dosa-dosa dan
menghapus bekas-bekasnya. Sedangkan kalau seandainya mereka lakukan ini
secara rutinitas juga merupakan bid'ah, sekalipun bersedih atas kepergian
nabi saw wajib bagi setiap muslim, tetapi bukanlah dengan cara berkumpul
untuk melakukan hal yang demikian, sekalipun meneteskan air mata itu lebih
baik, tapi kalau tidak mungkin cukup dengan bersedih hati saja, yang melatar
belakangi pendapat ini adalah karena mereka melakukan kegembiraan yang
membuat jiwa mereka terlena dengan bersenda-gurau, jogetan, gendrang dan
seruling, berbeda dengan menangis dan bersedih yang bisa membuat jiwa mereka
tersendu dan menahan diri dari berbagai macam syahawat dan kesenangannya.

Jika ada yang berpendapat : Saya melakukan malid karena merasa bahagia dan
gembira atas kelahiran nabi Muhammmad saw, kemudian pada hari yang lain saya
khususkan untuk upacara kesedihan atas kematiannya.

Jawabannya adalah: telah kita sebutkan di atas seseorang yang mengadakan
jamuan makan saja dengan niat maulid dan mengajak teman-temannya, maka hal
ini dianggap bid'ah, yaitu suatu pebuatan yang secara lahirnya kebaikan dan
ketakwaan, maka bagaimana lagi dengan orang yang mengumpulkan berbagai macam
bid'ah dalam sekaligus, terlebih lagi yang melakukannya dua kali, sekali
untuk bergembira dan kali yang lain untuk bersedih?. Maka semakin bertambah
dengannya bid'ah, dan semakin banyak ia mendapat celaan dalam agama. Wallahu
a'lam".

Berkata Al Faakihaany dalam kitabnya "Al Maurid fi 'Amalil Maulid" :
"Sesungguhnya bulan kelahiran nabi Muhammad saw, bertepatan dengan bulan
kematiannya, maka tidak lah bergembira lebih utama dari pada bersedih pada
bulan tersebut".

Dengan kutipan ini menjadi jelas bagi kita bahwa salafus sholeh tidak pernah
melakuakan maulid nabi, tetapi mereka meninggalkannya, tidak mungkin mereka
meninggalkannya kecuali karena hal tersebut tidak ada nilai kebaikan di
dalamnya.

Karena itu dinilai suatu perbuatan terpuji yang dimiliki oleh para raja dan
penguasa yang telah berusaha melarang bid'ah tersebut, dan memberikan
hukuman bagi orang yang melakukannya. Sebagaimana dalam kitab "tarikh Al
Islam", hal: (4 / 181). "Al Afdhal -semoga Allah merahmatinya- memiliki
berbagai amal kebaikan dalam memperbaiki keadaan kaum muslimin diantaranya
ia telah menghapus upacara maulid nabi saw, upacara maulid fathimah, upacara
maulud Ali, dan upacara maulid khalifah Al qoim biamrillah".
Sebagaimana yang disebutkan oleh pengarang -asy syaukany- dalam kitab ini
hal: (50). Ketika ia memuji khalifah Al mahdy lidinillah bin 'Abbas Al
Mashur, dan menganjurkan khalifah sesudahnya supaya melarang pelaksanaan
upacara maulid.

Barang siapa yang dijadikan Allah sebagai pemimpin terhadap suatu negri,
hendak jangan sampai melaksanakan bid'ah yang telah dihapus Allah, terutama
di jazirah arab, yang telah bangkit para penegak kebenaran -yang diberi
taufik oleh Allah swt- untuk memberantas berbagai bentuk kesyirikan dan
bid'ah yang tersebar di sana yang telah berlangsung lebih dari dua abat
setengah.

Bilamana pemberantasan bid'ah dinilai sebagai kebaikan yang dimiliki oleh
para raja, sebaliknya membiarkan bid'ah tersebar dan diam terhadap orang
yang melakukannya dinilai sebagai kejelekkan yang dimiliki penguasa.
Semoga Alla memberi taufik dan kebaikan kepada kita semua terhadap segala
hal yang Ia cintai dan diredhaiNya, salam sejahtera buat nabi kita Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam.


[Disalin dari buku "Maa hukmul Ihtifal bi maulidin -Naby", ditulis oleh Imam
Syaukani, editor Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al
Musyaiqih, diterjemahkan oleh Ali Musri Lc, Aspri Rahmat Lc, Arifin Badri
Lc, dan M. Nur Ihsan Lc. ]

Oleh
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani ( 1173 - 1250 H )
Bagian Ketiga dari Empat Tulisan [3/4]





KITAB "APA HUKUMNYA MERAYAKAN MAULID NABI ? "
Pertanyaan yang dilontarkan kepada Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy
Syaukani ( 1173 - 1250 H )

Biografi Pengarang:
Namanya: Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Muhammad
bin Sholah bin Ibrahim bin Muhammad Al'afif bin Muhammad bin Rizq.

Gelarnya: Asy Syaukani. Dan dia kenal dengan gelar ini.

Tempat dan tanggal lahir: Beliau lahir di daerah Syaukan pada tahun 1173 H.

Guru-guru beliau yang masyhur:

[1].Gurunya yang paling pertama adalah orang tuanya, beliau membaca
kepadanya kitab "syarh Al azhar" dan yang lain-lain.
[2] Imam Abdurrahman bin Qosim Al Madani.
[3] Imam Ahmad bin 'Aamir Al Hidai.
Dan yang lain-lain.

Tugas/ kerja beliau:

Beliau menjabat sebagai Qhodi di Shan'aa, sementara umurnya diantara tiga
atau empat puluh tahun.

Karangan-karangannya:

[1] "As Sailul Al Jarrar 'Ala Hada'iq Al Azhar"
[2] 'Fathu Al Qodir ' tentang tafsir Al Qur'an.
[3] Irsyadul Fuhul ila tahqiq Al Haq min 'ilmi al Ushul'.
[4] 'Nailul Autar syarh Muntaqa Al Akhbar'
[5] Risalah fi Hukmil Maulid".
[6] Ad Durar Al Bahiyyah" dan syarahnya ' Ad Darari Al Mudhiyyah'. Dan yang
lain-lain berupa kitab-kitab yang bermanfaat.

Wafatnya:

Beliau meninggal pada bulan Jumadil akhir pada tahun 1250 H, dan dikebumikan
di " Al Huzaimah".

Bukti Kebenaran Kitab Ini Milik Pengarang:
Pertama: Beliau menisbatkan kitab ini kapada dirinya didalam kitab "Al-Badru
Ath-Thooli'"(2/221) takkala berbicara tentang karya-karya beliau, sambil
berkata: dan "risalah tentang hukum maulid".

Kedua: Didapatkan pada lembaran pertama dari manuskrif ini, kumpulan dengan
nomor: (7800) yang mencakup 23 manuskrif, semuanya milik pengarang yang
terdapat di Universitas Malik Su'ud di Riyahd.

Ketiga: pengarang menutup manuskrif ini dengan perkataannya: "Ditulis oleh
yang menjawab Muhammad bin Ali Asy syaukani".

Keempat: pengarang memuji dan mencela dua orang yang hidup semasa dengan
belia, yaitu :Al Imam Al Mahdi Lidinillah Al 'abbas bin Al Manshur,(yang
dipuji) dan anaknya : Al Imam Al Manshur Billah (yang dicela). Lihat
biografi mereka berdua halaman (50 dan 51).

Kelima: Risalah ini bersamaan dengan risalah yang lain yang milik beliau
juga dengan judul: "Ithla' Arbabi Al Kamal Ala Risalti Al Jalal Fi Al Hilal
Fi Ikhtilal". Dan risalah ini ada namanya di "Al Badru Ath-Tholi'" (2/220).

Sifat Dari Manuskrif Ini:

Manuskrif ini terdapat dalam kumpulan yang mencakup 23 risalah, seluruhnya
milik As Syaukani, pada setiap halaman jumlah barisnya sampai 33 baris, dan
jumlah kalimatnya 14 kalimat, tulisannya naskh bagus dan jelas, dan tidak
ada yang terhapus keculai tiga kalimat disebabkan oleh kelembaban dan
lain-lain. Dan manuskrif ini diawalnya terdapat Risalah yang lain dan
diakhirnya risalah yang ketiga dengan judul: "Ithla' Arbabi Al Kamal Ala
Risalti Al Jalal Fi Al Hilal Fi Ikhtilal".

Kerja Saya (Pentahqiq) Dalam Risalah ini:

[1] Menulisnya, memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki dan memberi tanda
baca.
[2] Mengomentari sebagian permasalahan.
[3] Menulis biografi nama-nama yang terdapat dalam risalah ini.

Judul Risalah:
Saya pilih judul risalah ini sesuai dengan yang ditulis oleh pengarang
didalam kitab" Al Badru Ath Tholi' " (2/221) yaitu " Risalah Tentang Hukum
Maulid". Dan apa yang didapatkan pada lembaran pertama tentang judul-judul
manuskrif-maniskrif yang ada bersama kumpulan ini kemungkinan ijtihad para
penulis. Dan semoga Allah memberikan taufiqNya.


[Disalin dari buku "Maa hukmul Ihtifal bi maulidin -Naby", ditulis oleh Imam
Syaukani, editor Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al
Musyaiqih, diterjemahkan oleh Ali Musri Lc, Aspri Rahmat Lc, Arifin Badri
Lc, dan M. Nur Ihsan Lc.]

Oleh
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani ( 1173 - 1250 H )
Bagian Terakhir dari Empat Tulisan [4/4]




Kandungan buku

"RISALAH TENTANG HUKUM MEMPERINGATI MAULID NABI -shallallahu 'alaihi wa
sallam- "

Beliau-rahimahullah- telah ditanya tentang hukum maulid:

Maka dia menjawab: Saya tidak mendapatkan sampai sekarang dalil
(argumentasi) didalam Al Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas dan Istidlal yang
menjelaskan landasan amalan maulid, bahkan kaum muslimin telah sepakat,
bahwa perayaan maulid nabi tidak ada pada masa qurun yang terbaik (para
shahabat, pent), juga orang yang datang sesudah mereka (para tabi'in) dan
yang datang sesudah mereka (tabi' tabi'in). Dan mereka juga sepakat bahwa
yang pertama sekali melakukan maulid ini adalah Sulthan Al Muzhaffar abu
Sa'id Kukburi, anak Zainuddin Ali bin Baktakin, pemilik kota Irbil dan yang
membangun mesjid Al Muzhaffari di Safah Qaasiyyun, pada tahun tujuh ratusan,
dan tidak seorangpun dari kaum muslimin yang tidak mengatakan bahwa maulid
tersebut bukan bid'ah.

Dan apabila telah tetap hal ini, jelaslah bagi yang memperhatikan (para
pembaca) bahwasanya orang yang membolehkan maulid tersebut setelah dia
mengakuinya sebagai bid'ah dan setiap yang bid'ah itu adalah sesat,
berdasarkan perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tidaklah dia
(yang membolehkan maulid) mengatakan kecuali apa yang bertentangan dengan
syari'at yang suci ini, dan tidak ada tempat dia berpegang kecuali hanya
taqlid kepada orang yang membagi bid'ah tersebut kepada beberapa macam, yang
sama sekali tidak berlandasakan kepada ilmu.

Dan kesimpulannya kita tidak bisa menerima dari seseorang yang mengatakan
bolehnya suatu amalan kecuali setelah dia sebutkan argumentasi yang
mengkhususkan bid'ah yang dilakukannya tersebut keluar dari keumuman (hadits
yang mengatakan: setiap yang baru itu adalah bid'ah dan setiap yang bid'ah
adalah sesat, pent) yang tidak dia ingkari, adapun semata-mata ungkapan yang
mengatakan "kata sipulan atau pendapat sipulan" ini sama sekali tidak
bermanfaat, sebab kebenaran itu lebih besar (agung) dari setiap orang, dan
jikalau seandainya kita percaya (berpegang) kepada perkatan manusia dan
kembali berpegang kepada omongan belaka, tiada lain orang yang membolehkan
bid'ah tersebut keculai orang yang menyimpang dari jalan kaum muslimin.

Adapun al 'atirah (para keluarga rasulullah) dan para pengikutnya tidak kita
temukan satu perkataan pun dari mereka yang membolehkan maulid tersebut,
bahkan perkataan mereka seakan sepakat mengatakan: bid'ah ini muncul jauh
dibelakangan hari, dan ia merupakan sarana yang paling jelek untuk timbulnya
kerusakan (kemungkaran), oleh karena itu kamu melihat negeri ini (Yaman)
bersih dari segala tipu daya orang-orang sufi, dan mulid nabi ini merupakan
salah satu dari tipu daya mereka -Alhamdulillah-, dan khalifah yang terakhir
yang membela (memperjuangkan) yang demikian itu adalah al Mahdi Lidinillah
Al 'Abbas bin Al Manshur, sesungguhnya dia telah melarang perayaan mulid dan
memerintahkan untuk penghancuran sebagian kuburan yang diyakini oleh
orang-orang awan, semoga Allah ta'ala memberikan ilham (taufig) kepada
khalifah kita sekarang Al Manshur Billah -semogah Allah memeliharanya- untuk
mengikuti as salafus sholeh (para shahabat, tabi'in, tabi' tabi'in dan yang
mengikuti jejak mereka, pent). Karena permasalahannya sebagaimana yang
ungkapkan dalam gubahan berikut ini:

Saya melihat kilatan bara api dicela-cela abu
Hampir saja bara tersebut akan menyala.

Bertebarnya bid'ah itu lebih cepat dari menyebarnya api, betapa lagi bid'ah
maulid, karena diri orang yang awam sangat menyukainya (merindukanya),
ditambah lagi jikalau yang hadir bersama mereka orang-orang yang berilmu,
terhormat dan yang berpangkat, sesudah itu mereka (orang yang awam) akan
memahami bahwasanya " perbuatan ini (maulid) merupakan tujuan dan bukanlah
suatu bid'ah", sebagaimana yang diungkapkan dalam gubahan ini:
Orang yang berilmu yang tidak peduli dengan kesalahannya adalah kerusakan
yang besar

Dan lebih rusak lagi orang yang bodoh yang banyak beribadah
Keduanya merupakan fitnah yang besar bagi alam ini
Bagi orang yang menjadikan mereka panutan didalam agamanya

Dan tidak diragukan lagi bahwasanya masyarakat awam merupakan orang yang
paling cepat menerima segala bentuk sarana yang membawa kepada kerusakan,
yang bisa mereka dengan sarana tersebut melakukan hal-hal yang diharamkan,
seperti maulid dan semisalnya, apalagi jika ditambah dengan kehadiran orang
yang yang dikenal keilmuan, kehormatan dan kedudukannya, mereka melakukan
yang terlarang dengan bentuk ketaatan, tenggelam dalam jurang kebodohan dan
kesesatan, sehingga mereka (orang awam) akan berlepas diri dari pelarangan
sambil berkata: "Telah hadir bersama kami sayyid (tuan) si pulan, sipulan
dan sipulan".

Jangankan orang yang awam, sebagian orang yang menuntut ilmupun juga telah
duduk didepan saya untuk membaca (mempelajari) sebagian dari ilmu-ilmu
ijtihad, lalu dia memberitahukan kepada saya: "bahwa dia telah hadir pada
malan perayaan maulid tersebut, pada bulan ini (Rabiul awwal, pent)" maka
saya ingkari perbuatannya, lantas dia berkata: " telah hadir bersama kami
tuan sipulan, sipulan dan sipulan", lalu saya bertanya: " bagaimana bentuk
pelaksanaannya didepan mereka para tuan itu", maka dia menjawab: 'yang
membaca maulid tersebut seorang laki-laki yang bodoh, sementara para
tuan-tuan tersebut memukul gendang sambil menyanyi dan mendengarkannya,
sampai dia berdiri seolah-olah lepas dari ikatan sambil mengucapkan: "
Selamat datang wahai cahaya mataku, selamat datang" dan berdiri pula
bersamanya seluruh yang hadir termasuk para tuan tersebut dan yang lainnya,
lalu dia bersuara sambil berdiri, begitu juga mereka yang hadir, tatkala
capek sebagian yang hadir lalu dia duduk, lalu sebagian para tuan tersebut
melarangnya sambil berkata yang dimukanya terlihat kemarahan-: "berdiri
wahai sibodoh", (dengan lafazd seperti ini), dan mereka tidak ragu lagi
bahwasanya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam telah sampai kepada
mereka pada waktu itu, kemudian mereka saling bersalaman dan sebagian orang
yang awam dengan segera memberikan bermacam-macam wangian ketangan mereka,
seolah-olah mereka sedang mempergunakan kesempatan bertemu Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallm, innalillahi wainnailaihi raji'un !! lalu mana
kehormatan (kemuliaan) agama ini ?, jikalau sudah hilang, mana rasa malu dan
akal yang sehat ? .

Seandainya tidak ada terjadi dihadapan mereka para tuan tersebut satupun
dari bentuk kemungkaran, -sabagaimana persangkaan baik kita terhadap
mereka,- tapi apakah mereka tidak tahu bahwa orang awam menjadikan yang
demikian itu sebagai sarana untuk kemungkaran, menutupi dengan kehadiran
mereka segala bentuk kemungkaran, melakukan pada perayaan maulid mereka-
yang tidak dihadirinya- setiap kemungkaran, sambil berkata: telah hadir
dalam perayaan maulid sipulan, sipulan dan sipulan, mereka berpegang dengan
nama maulid.

Maka disini jelaslah bagimu rusaknya I'tidzar (dalil) sebagian orang yang
membolehkannya dengan alasan " apabilah tidak terjadi dalam perayaan
tersebut kecuali berkumpul untuk makan dan dzikir, maka tidak apa-apa, dan
ini tidak mengharuskan haramnya hal-hal yang terlarang yang menyertai maulid
tersebut".

Karena kita katakan: Perayaan maulid dalam posisinya sebagai bid'ah -sesuai
dengan pengakuanmu- biasanya disertai dengan banyak bentuk kemungkaran dan
sudah menjadi sarana untuk melakukan kemaksiatan yang banyak. Dan adanya
perayaan maulid seperti ini yang tidak mencakup selain makanan dan dzikir
labih baik dari kibriit (permata) yang merah.

Dan telah tetap bahwa "saddudz dzarai' (menutupi jalan-jalan)) dan melarang
seluruh sarana yang menjurus kepada sesuatu yang terlarang" merupakan Qaedah
Syariat yang amat penting, yang dianggap wajib oleh para jumhur (ulama). Dan
jikalau seandainya masih ada dalam dirimu rasa inshof janganlah kamu ingkari
permasalahan ini.

Dan jika telah jelas bagi anda bahwa tiada seorangpun dari ahli bait dan
para pengikut mereka yang membolehkan perayaan Maulid, dan anda ingin juga
mengetahui pendapat ulama selain ahli bait, maka keterangannya sebagai
berikut :

Kami telah jelaskan pada anda bahwa semua kaum muslimin telah bersepakat
bahwasanya ia adalah bid'ah, hanya saja para penguasa berpengaruh besar
dalam menghidupkan bid'ah atau menghancurkannya. Maka tatkala sang pencetus
perbuatan bid'ah ini adalah seorang raja yaitu saaidah bin dihyah(), dimana
beliau menyusun sebuah karangan dalam masalah itu yang dinamakannya :

"Penjelasan Gamlang Tentang Maulid Sang Pemberi Kabar Gembira Dan Penakut",
meskipun beliau ahli dalam masalah ilmu hadits, tetapi kitab tersebut kosong
dari dalil-dalil yang kuat, tidak dapat diingkari, ia membolehkan nya dengan
imbalan seribu dinar -sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Khallakaan -
dan cinta dunia, bisa berbuat lebih dari ini.

Kemudian setelah terjadi perayaan maulid ini, tegaklah perselisihan yang
besar, dan bermunculanlah karangan-karangan tentang masalah ini, antara yang
melarang dan yang membolehkan, diantara pengarang-pengarang tersebut ialah
Alfakihany Almaliky menulis sebuah kitab yang berjudul : "Pendapat Yang
Mendasar Dalam Pelaksanaan Maulid" di dalamnya beliau mencela dan mencaci,
dan diantara gubahan dalam kitab itu yang ditujukan kepada gurunya
Al-Qusyairy :

Kemunkaran telah dianggap baik.
Dan kebaikan menjadi munkar di zaman yang pelik.
Para ulama tak bernilai lagi.
Sedangkan orang-orang bodoh mendapat kedudukan tinggi
Mereka menyeleweng dari kebenaran.
Dulunya pemimpin-pemimpin mereka tak diperhatikan
Maka kukatakan kepada orang-orang baik lagi bertaqwa
Dan beragama, tatkala memuncaknya kesedihan
Janganlah kalian menyesali keadaan, telah tiba
Giliran mu pada masa yang asing.

Kemudian juga Al-Imam Abdillah bin Al-Haaj dengan nama kitabnya : "Pintu
Masuk Dalam Mengamalkan Maulid", dan Imam Ahli Qiro-at Al-Jazary dengan nama
kitabnya: "Pengenalan Terhadap Maulid Yang Mulia", dan juga Imam Al-Hafidz
Ibnu Naashir() dengan kitabnya: "Sumber Utama Dalam Pelaksanaan Maulid Sang
Pembawa Petunjuk", dan Imam Suyuthi dengan kitabnya : "Tujuan Yang Baik
Dalam Melaksanakan Maulid" di antara mereka ada yang benar-benar tidak
membolehkan, dan ada juga yang membolehkan dengan bersyarat kalau tidak
dicampuri oleh hal-hal yang munkar, meskipun mereka mengakui bahwasanya itu
merupakan perbuatan bid'ah, namun mereka tidak mampu untuk memberikan
argumentasi yang kuat, adapun dalil mereka dengan hadits bahwasanya Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dikala sampai di Madinah beliau mendapati
orang-orang yahudi berpuasa pada hari asyura, lalu beliau menanyakan
sebabnya, hari tersebut adalah hari dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan
membinasakan Fir'aun, lalu kami berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur
kepada Allah ta'ala sebagaimana yang dilakukan Ibnu Hajar(), atau dengan
hadits bahwasanya Rasulullah e mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah
kenabian(), sebagaimana yang dilakukan suyuthi, ini merupakan suatu yang
sangat aneh dimana itu terjadi karena keinginan untuk menegakkan bid'ah.

Walhasil bahwa sesungguhnya orang-orang yang membolehkan - yang mereka itu
segelintir kalau dibandingkan dengan orang-orang yang mengharamkan - mereka
sepakat bahwasanya tidak boleh kecuali dengan syarat hanya untuk makan-makan
dan berdzikir. Telah kita jelaskan bahwasanya ia sudah menjadi wacana untuk
hal-hal yang munkar. Hal ini tidak satu pun yang bisa mengingkarinya. Dan
adapun peringatan maulid seperti ini yang terjadi sekarang semuanya
bersepakat bahwa ia tidak boleh. Rasanya semua ini sudah cukup bagi kita,
meskipun semestinya membutuhkan penjelasan yang panjang lebar, membeberkan
pendapat-pendapat orang yang membolehkan kemudian dibantah, hal yang
demikian tentu akan menghasilkan beberapa buah buku. Dan Allah tentu akan
mengilhamkan kepada salah seorang petinggi negara untuk mencegah perbuatan
ini, maka ia akan mudah dikikis habis, yaitu dengan mencegah generasi yang
akan diajak untuk melakukan perayaan maulid serta mengecamnya. Cara seperti
ini bisa dilakukan oleh setiap orang.

Adapun pertanyaan anda tentang kejadian besar yang terjadi di Qotor Tuhamy,
di mana mereka menghiasi batu-batu, lalu mereka tawaf di sekelilingnya,
sebagai mana tawaf di sekeliling Ka'bah, telah sampai kepada orang yang
mencintai anda - yaitu pengarang (pent)- pertanyaan sebagian pemuka penduduk
Tuhamah, yang ditulis oleh Sayyid Muhammad Ahmad An-Nu'amy, pertanyaan itu
telah saya jawab dengan panjang lebar, maka bacalah ia kalau memungkinkan,
dan pertanyaan itu memuat keyakinan mereka terhadap orang-orang yang telah
mati, dan batu-batu itu, bahwasanya dia dapat memberikan mudharat dan
manfaat, hal ini adalah perbuatan kufur() yang tidak diragukan lagi, bahkan
ia lebih dari kekufuran penyembah-penyembah berhala dulu, karena orang-orang
itu berkata: kami mengibadati berhala-berhala itu agar mereka mendekatkan
kami kepada Allah sedekat-dekatnya. Sedangkan mereka ini berkata: kami
ibadati mereka supaya dapat memberikan mudharat dan manfaat, maka musibah
mana yang lebih keji dari pada kekufuran, dan kemungkaran mana yang lebih
dahsyat dari nya ?! dan bagaimana bisa orang yang sanggup untuk melaksanakan
perintah-perintah beranggapan bahwasanya ia termasuk orang-orang yang
beriman, sedangkan saudara-saudara sesama muslim telah terjerumus kedalam
kekufuran yang nyata ? Innalillahi wa inna ilaihi rooji'uun, dan semoga
Allah merahmati Al-Mahdy lidinillah Al-Abbas bin Mansur Beliau telah
berusaha menghancurkan kemungkaran di setiap tempat, dan semoga Allah
mengilhami pemimpin zaman sekarang untuk melakukan kewajiban yang sangat
penting ini.

Sebagai kesimpulan, tidak ada seorangpun yang membutuhkan dalil tentang
jeleknya amalan ini, tiada seorang muslimpun yang ragu akan kufurnya
perbuatan ini, dan tiada seorangpun yang menyelisihi tentang buruknya
kekufuran, Al-Qur'an dan sunnah penuh oleh dalil-dalil yang menetapkan
jeleknya kekufuran, yang membeberkan kepada orang kafir apa-apa yang mereka
yakini. Siapa yang membaca satu lembar saja dari Al-Quran niscaya ia akan
menemukan dalil-dalil tentang tauhid, dan tentang jeleknya syirik dan kufur,
apa yang membuatnya puas dan merasa cukup, maka tidak akan ada faedahnya
kalau kita berpanjang lebar, jikalau ada orang yang ingin menyebutkan secara
detil dalil-dalil tentang itu baik naql ataupun akal, pasti akan
mengeluarkan kitab yang berjilid-jilid.

Ya Allah sesungguh Engkau mengetahui bahwa kemampuan kami terbatas untuk
melawan kerusakan-kerusakan ini dan menghancurkan kemungkaran-kemungkaran
ini, tidaklah ada yang bisa kami lakukan kecuali hanya memberi peringatan
dan menyampaikan, dan itu telah kami lakukan. Ya Allah turunkan murka Mu
karena agama Mu, dan sucikanlah ia dari noda-noda para syetan yaitu
mereka-mereka yang menyembah kubur, dan selamatkanlah kami dari
kotoran-kotoran yang mengeruhkan kesucian agama yang kokoh ini.
Ditulis oleh penjawab Muhammad bin Ali As-Syaukany pada subuh hari kamis
Bulan Rabiul awwal 1306 H.

Tamat

[Disalin dari buku "Maa hukmul Ihtifal bi maulidin -Naby", ditulis oleh Imam
Syaukani, editor Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al
Musyaiqih, diterjemahkan oleh Ali Musri Lc, Aspri Rahmat Lc, Arifin Badri
Lc, dan M. Nur Ihsan Lc. ]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=345&bagian=0






[Non-text portions of this message have been removed]






Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Yahoo! Groups Links




--------------------------------------------------------

This message (including any attachments) is only for the use of the
person(s) for whom it is intended. It may contain Mattel confidential,
proprietary and/or trade secret information. If you are not the intended
recipient, you should not copy, distribute or use this information for any
purpose, and you should delete this message and inform the sender
immediately.





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke