http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2663&Itemid=1
Kiprah Misionaris di Papua Kiprah misionaris di bumi Papua menarik ditelusuri. Ali Athwa, wartawan Hidayatullah, yang juga penulis buku "Islam atau Kristen Agama Orang Papua?" menurunkan tulisan liku-likunya Jum'at, 6 Desember 2006 Kisah jatuhnya pesawat milik AMA (Associated Mission Aviation) --sebuah lembaga misionaris-- di Omba, Kecataman Burmey, Pegunungan Bintang Papua menarik ditelusuri. Ali Athwa, wartawan Hidayatullah, yang juga penulis buku "Islam atau Kristen Agama Orang Papua?" menurunkan tulisan liku-likunya, termasuk kemungkinan peran dakwah Islam yang bisa dikerjakan di bumi milik Indonesia yang dikenal kaya raya itu. *** Kisah awal mula perjalanan misionaris dan zending banyak dipublikasikan di berbagai buku. Termasuk diantaranya bisa ditemukan di sebuah situs OPM yang beralamat di http://www.geocities.com/opm-Irja). Dalam situ situ tertulis, gerakan para Zending atau misi Kristen Protestan dari Jerman (Ottow & Geissler) tiba di pulau Mansinam, Manokwari 5 Februari 1855 untuk selanjutnya menyebarkan ajaran agama di sepanjang pesisir pantai utara Papua. Pada tanggal 5 Februari 1935, tercatat lebih dari 50.000 orang menganut agama Kristen Krotestan. Kemudian pada tahun 1898 pemerintah Hindia Belanda membuka Pos Pemerintahan pertama di Fak-Fak dan Manokwari dan dilanjutkan dengan membuka pos pemerintah di Merauke pada tahun 1902. Dari Merauke aktivitas keagamaan misi Katholik dimulai dan pada umumnya disepanjang pantai selatan Papua. Pada tahun 1933 tercatat sebanyak 7.100 orang pemeluk agama Katholik. Pendidikan dasar saat itu sebagian besar diselenggarakan oleh kedua misi keagamaan tersebut, dimana guru sekolah dan guru agama umumnya berasal dari Indonesia Timur (Ambon, Ternate, Tidore, Seram, Key, Manado, Sanger-Talaud, dan Timor), dimana pelajaran diberikan dalam bahasa Melayu. Pembagian kedua kelompok agama tersebut kelihatannya identik dengan keadaan di Negeri Belanda dimana Kristen Protestan di Utara dan Kristen Katholik di Selatan. Pada tahun 1950-an pendidikan dasar terus dilakukan oleh kedua misi keagamaan tersebut. Tercatat bahwa pada tahun 1961 terdapat 496 sekolah misi tanpa subsidi dengan kurang lebih 20.000 murid. Sekolah Dasar yang bersubsidi sebanyak 776 dengan jumlah murid pada tahun 1961 sebanyak kurang lebih 45.000 murid, dan seluruhnya ditangani oleh misi, dan pelajaran agama merupakan mata pelajaran wajib. Pada tahun 1961 tercatat 1.000 murid belajar di sekolah menengah pertama, 95 orang Papua belajar diluar negeri yaitu Belanda, Port Moresby, dan Australia, di mana ada yang masuk Perguruan Tinggi serta ada yang masuk Sekolah Pertanian maupun Sekolah Perawat Kesehatan (misalnya pada Nederland Nasional Institut for Tropica Agriculture dan Papua Medical College di Port Moresby). Walaupun Belanda harus mengeluarkan anggaran yang besar untuk membangun Papua, namun hubungan antara kota dan desa atau kampung tetap terbatas. Hubungan laut dan luar negeri dilakukan oleh perusahaan Koninklijk Paketvaart Maatschappij (KPM) yang menghubungkan kota-kota Hollandia, Biak, Manokwari, Sorong, Fak-Fak, dan Merauke, Singapura, Negeri Belanda. Selain itu ada kapal-kapal kecil milik pemerintah untuk keperluan tugas pemerintahan. Belanda juga membuka 17 kantor POS dan telekomunikasi yang melayani antar kota. Terdapat sebuah telepon radio yang dapat menghubungi Hollandia-Amsterdam melalui Biak, juga ditiap kota terdapat telepon. Kiprah Asing Sejarah agama Kristen di mana-mana, termasuk di Indonesia tidak terlepas dari usaha Gereja dan organisasi-organisasi keagamaan tersebut untuk mengajak sesama manusia mengikuti ajaran Yesus melalui misionaris yang memenuhi kualifikasi tertentu dalam menjalankan tuganya. Misionaris-misionaris professional ini secara resmi diangkat, diarahkan dan dibiayai. Untuk itu mereka selali terkait dengan organisasi, Gereja yang mengirimnya. misionaris lepasan atau yang berdiri sendiri, kalaupun ada, dapat dikatakan sebagai pengecualian. Umumnya, dalam sejarah perkembangan gereja di Indonesia, kiprah gerakan misionaris Kristen selalu mendapat dukungan asing. Menurut Arthur R.McGratty, dalam bukunya Fiere of Francis Xavier: The Story of an Apostle, Francis Xavies, yang dikenal sebagai Apostle to the Indonesia (Rasul pada orang-orang Indonesia) merupakan misionaries pertama yang mengajak orang-orang Indonesia menganut ajaran Kristen. Ia diutus bersama misionaris lainnya oleh The Society of Jesus (Perkumpulan Yesus) sekitar tahun 1522. Muller Kruger menyatakan dalam bukunya "Sedjarah Geredja di Indonesia" bahwa pada tahun 1847, Duct Mission Society (Monnoite Zending) mengirim kelompok misionaris pertama ke Indonesia yang terdiri dari 4 orang. Pada masa awal pendudukan Inggris (1811-1816), misalnya, gereja Baptist Inggris didirikan di Batavia dan menunjuk William Robinson sebagai missionaris. Selanjutnya disusul utusan London Missionary Society John Supper, Gottlob Bruckner, Pieter Jans dari Mennonite Zending, Samuel Harthoom, Carel Poensen dari Duck Missionary Soviety, Lion Cachet dari Refomed Mission, Hendrik Kreamer dari Dutch Bible Society adalah missionaries-missionaris yang berjasa bagi perkembangan Gereja di Indonesia. Ulet Para misionaris ini memiliki semangat yang sangat tinggi dengan tingkat kesabaran dan keuletan yang mengagumkan. Umumnya, para pastur atau pendeta berhasil mengkristenkan puluhan hingga ratusan orang pribumi secara bersamaan yang mendiami daerah- daerah pedalaman dengan modal 'semangat kasih' dan fasilitas materi. Namun ini tidak berarti misinya dengan mulus-mulus saja. Tah jarang mereka juga mendapatkan perlawanan secara kasar oleh penduduk pribumi di awal-awal kegiatannya. Untuk menembus kultur masyarakat pribumi di Papua yang masih dikenal (maaf) primitf, kalangan misionaris bahkan harus membuat taktik lebih kreatif, sederhana dan mengena di masyarakat. Diantaranya membuat Pengkabaran Injil dengan nama "Penginjil Tukang". Dr. H. Berkhof, dalam buku "Sejarah Gereja", menulis, "Untuk membantu usaha Pekabaran Injil dengan cara yang baru, yang lebih murah dan yang mudah-mudahan lebih besar hasilnya, maka pada tahun 1847 dibentuk perhimpunan "Pengijil Tukang" oleh Ds. OG. Heldring. " Para penginjil itu di samping memiliki keahlian menyampaikan Al-Kitab, mereka juga membekali diri dengan ilmu tukang atau pertanian. Di sana mereka tidak segan-segan menyatu dengan kehidupan masyarakat pribumi, lalu mengajari mereka cara bercocok tanam, melatih hidup bersih, hingga melatih berbahasa. Berbagai kesukaran dan penderitaan dialami oleh para misionaris yang bertugas di Papua/ Namun mereka bukanlah misionaris yang cepat patah arang. Sebuah peristiwa yang dialami oleh dua orang penginjil yakni Bruno de Leeuw berkebangsaan Belanda dan Stanley Dale dari Australia. Kedatangan kedua missionaris tersebut tidak disenangi oleh kalangan suku Yali yang berdiam di wilayah selatan lembah Baliem. Tubuh mereka dilukai dengan anak panah dan dibuang ke tengah rawa-rawa. Kisah yang lain dialami oleh Gert Van Enk (31) yang selama 5 tahun menjalankan tugas missionaris di daerah Korowai yang oleh kalangan missi kerap dijuluki sebagai " Neraka Bagian Selatan". Gert yang berasal dari gereja Protestan dan berkebangsaan Belanda, saat itu akan membaptis 3000 penduduk Karowa. Saat itu dia tidak terlebih dahulu melapor kepada kepala suku. Akibatnya dia diserang dengan anak panah sehingga badannya penuh luka-luka. Pengalaman lain yang lebih menyeramkan adalah seperti yang dikisahkan oleh Willy Waley. Menurut Willy, misionaris asal Amerika yang sudah 30 tahun blusukan pedalaman Papua, selama proses sosialisasi nilai-nilai Kristus di barbagai daerah di pulau cenderawasih itu, banyak hal yang menyeramkan. Kepada penulis dia menuturkan, bahwa awal kedatangan seniornya (para pendeta asal Amerika) ke kawasan ini mereka diperlakukan secara buruk. Bukan saja mereka ditolak secara kasar, akan tetapi juga sampai kepada tingkat pembunuhan. Menurut Walley beberapa orang seniornya yang tidak ada kabarnya (hilang) ternyata telah dibunuh dan di makan tubuhnya oleh suku kanibal. Pengetahuan tentang hal itu baru diperoleh setelah suku itu berhasil di taklukkan dan dibabtis. Mereka (para suku kanimal itu) menceritakan dan menunjukkan tulang belulang pendeta Amerika pendahulu Walley yang tersimpat rapi di dalam gua. Pesawat Khusus Kiprah ini temasuk dukungan gereja Internasional yang ikut meramba bumi Papua dengan pengadaan pesawat-pesawat terbang, khusususnya di wilayah yang sukar dijangkau seperti Papua dan seluruh bumi Irian Jaya. Menurut penelusuran sementara, saat ini terdapat banyak perusahaan penerbangan milik kalangan misionaris hadir di papua. Diantaranya adalah Nederland Nieuw Guinea Luchvaart Maatschappij (NNGLM) yang menyelenggarakan penerbangan-penerbangan secara teratur antara Hollandia, Biak, Manokwari, Sorong, Me rauke, dan Jayawijaya dengan pesawat DC-3. Disusul kemusian perusahaan penerbangan Kroonduif dan Koniklijk Luchvaart Maatschappij (KLM) untuk penerbangan luar negeri dari Biak. Sudah sejak tahun 1950 lapangan terbang Biak menjadi lapangan Internasional. Selain penerbangan tersebut, masih terdapat juga penerbangan yang diselenggarakan oleh misi protestan yang bernama Mission Aviation Fellowship (MAF) dan penerbangan yang diselenggarakan oleh misi Katholik yang bernama Associated Mission Aviation (AMA). AMA melayani penerbangan ke pos-pos penginjilan di daerah pedalaman. Pesawat inilah yang dikabarkan jatuh hari Kamis (5/1/2006) di Omba, Kecataman Burmey, Pegunungan Bintang, Papua kemarin. Dakwah di bumi Papua Meski kesan umum Papua adalah pulau mayoritas Kristen, sejarah aslinya, Islam adalah agama nenek moyang orang Papua. Bagaimana kawasan ini berubah Kristen? Islam bukan saja pernah eksis di Papua, tapi juga hadir lebih dulu hadir dua abad dibanding para misionaris Kristen. Islam hadir di kawasan ini pada abad ke XVI melalui pengaruh Kesultanan Bacan di Maluku (1520 M). Seorang sejarawan berkebangsaan Inggris yakni Thomas W. Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam menjelaskan, " ?Agama ini (Islam) pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat (mungkin di Semenanjung Onin) oleh para pedagang yng berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk dan itu terjadi sejak tahun 1606?(hal. 350)" Gubernur pertama Papua bahkan seorang Muslim yakni H. Zainal Abidin Syah (1956-1961) yang merupakan Sultan Tidore. Kemudian disusul Gubernur Muslim lainnya yakni P. Parmuji, Acup Zaenal, Sutran dan Busiri. Sejak Gubernur Busiri sampai sekarang, Pimpinan Kepala Daerah (Gubernur) dijabat oleh Kristen. Sementara kedatangan Kristen ke kawasan ini dimulai saat gerakan para Zending atau misi Krinten Protestan dari Jerman( C.W.Ottow dan G.J.Geissler) tiba di pulau Mansinam, Manukwari yang terjadi pada 5 Februari 1855. Secara resmi, bahkan, Kelompok Studi Etnografi--yang anggotanyaa terdiri atas kelompok intelektual Kristen--Irian Jaya mencatat kedatangan Kristen Protestan ke Ibukota Jayapura baru terjadi pada tahun 1930. Abad pertama dakwah Islam di kawasan ini dimulai ketika sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama, Kerajaan Salawati, Kerajaan Fatagar dan Kerajaan Raja Ampat dan daerah-daerah di semenanjung Onin di Kabupaten Fak-Fak telah memeluk Islam dan memiliki kekuasaan dalam arti sebenarnya. Kala itu, mereka telah dapat mengatur tata hukum dan kemasyarakatan berlandaskan ketentuan hukum Islam seperti terkait dengan pernikahan, pembagian hak waris, shalat dan penyelenggaraan jenazah.(lihat buku "Islam atau Kristen Agama Orang Irian?, Pustaka Dai, hal. 155) Saat ini, secara umum, perkembangan dakwah di sana relatif lebih menggembirakan, walau dengan gerak lamban. Sejumlah kawasan komunitas Muslim semakin berkembang di berbagai tempat. Diantaranya di daerah Kokas, Kaimana, Patipi, Rumbati, dan di Semenanjung Onin. Demikian juga di kabupaten Sorong terdapat Kampung Islam di Waigeo, Misool, Doom, Salawati, Raja Ampat dan di Teminabuan. Di Manukwari kampung Islam terdapat di Bintuni, Babo dan di Teluk Arguni. Sedangkan di Kabupaten Jayawijaya perkampungan Islam terdapat di Walesi, Hitigima, Kurima, Megapura, Kurulu, Assologima, dll. Komunitas Muslim asli juga terdapat di berbagai kecamatan seperti di Kurulu 61 orang, Kelila 131 orang, Bakondidi 57 orang, di karubaga 59 orang, di Tiom 79 orang, di Makki 40 orang, di Kurima 18 orang, di Assologima 184 orang, di Oksibil 20 orang, di Okbibab 10 dan di Kiwirok 15 orang. Sedang di kota Wamena sendiri sekalipun bercampur dengan para pendatang dari Jawa, Bugis dan Sumatera jumlah komunitas Muslim di sini mencapai tidak kurang dari 5000 orang. Selain itu lahirnya dua lembaga ormas terbesar di Indonesia yakni NU-Muhammadiyah yang membuat sebuah institusi pendidikan bernama Yayasan Penddidikan Islam (Yapis) pada 15 Desember 1968. Keberadaan Yapis ini bukan saja mendapat respon positif dari kalangan Muslim. (Ali Atwa/cha/bas) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/