Bush dan Kelompok Radikal AS <http://swaramuslim.net/weblog.php?id=C0_18_1> Resensi Oleh : Redaksi <http://swaramuslim.net/> 21 Jan 2006 - 1:00 am image <http://swaramuslim.net/images/uploads/ebook/dreaming_war.jpg> Gelombang anti perang di seantero dunia cenderung melihat usaha penguasaan minyak sebagai alasan invasi Amerika Serikat (AS) terhadap Irak. Seorang pujangga prolifik AS, Gore Vidal, baru saja meluncurkan buku yang menghebohkan, Dreaming War: Blood for Oil and the Cheney-Bush Junta.
Seraya menuding ambisi penguasaan cadangan minyak yang berlimpah di sekitar laut Kaspia, Vidal juga memandang invasi tersebut sebagai cermin totalitarian minded dari Bush dan Cheney. Presiden dan wakil presiden AS yang menjerumuskan negaranya ke dalam perangkap junta militeristik yang mengancam sendi-sendi demokrasi dan kebebasan sipil. Barangkali pandangan demikian ada benarnya. Namun, masih ada hal yang belum terjawab. Bagaimana mungkin invasi ke Irak semata demi minyak, jika Irak secara diam-diam telah menyelundupkan minyak ke AS, dan jika AS menghendaki pasokan yang lebih banyak. Bukankah tinggal mencabut sanksi ekonomi dan militer terhadap Irak? Sisa teka-teki tersebut mengharuskan kita mempertimbangkan aspek-aspek non-ekonomis. Sebuah siaran ABC (10/03/2003) berjudul American Dreamers, membongkar agenda-agenda jaringan neo-konservatif dan garis keras Republican di balik invasi tersebut. Terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa konservatisme, atau lazim juga disebut 'sayap kanan' (right-wing), dalam politik adalah sebuah paham politik yang berbasis pada empat nilai utama: otoritas, hierarki, pemilikan, dan komunitas. Pemikiran politik konservatif bermula sebagai upaya mempertahankan otoritas tradisional di semua lapis masyarakat, terutama otoritas keagamaan tradisional dalam menghadapi serangan skeptisisme radikal dan sekularisme liberal. Kalangan konservatif juga berkepentingan untuk mempertahankan hierarki tradisional dan garis keturunan. Mereka cenderung mendukung monarki serta aristokrasi, dan dalam kecenderungan terakhir bersikap anti-imigran. Kalangan konservatif punya pandangan yang sama dengan kalangan liberal dalam komitmennya terhadap hak-hak milik perseorangan, yang membuat mereka berseberangan dengan pendukung sosialisme dan komunisme. Akhirnya, berbeda dengan kalangan liberal, kalangan konservatif berusaha mempertahankan dan membangun komunitas-komunitas solidaristik yang dipersatukan karena kesamaan perasaan, darah, etnik, bahasa, budaya/agama, dan pada gilirannya komunitas kebangsaan. Deskripsi tersebut merupakan tipe ideal. Dalam kenyataannya, kalangan konservatif tidaklah homogen. Ada yang menganut cara-cara reaksioner (menghendaki pemulihan secara penuh otoritas politik dan keagamaan masa lalu), seperti digagas oleh Joseph de Maistre dari Prancis. Ada pula yang memilih cara-cara evolusioner (menolak perubahan radikal, tapi tidak semua perubahan), seperti digagas oleh Edmund Burke dari Irlandia. Pengelompokannya berjejer mulai dari yang lunak (dekat ke liberal), moderat, hingga yang radikal. Konservatif radikal Gelombang pasang konservatisme yang melanda Eropa, Amerika Serikat dan Australia saat ini, menunjukkan revivalisme kelompok-kelompok konservatif radikal. Dalam pemilihan presiden Perancis tahun 2002, Jean-Marie Le Pen, pemimpin partai konservatif radikal (French National Front), mengejutkan Eropa karena keberhasilannya menyodok ke urutan kedua, melampaui kandidat partai sosialis, Perdana Menteri Lionel Jospin. Dalam pemilihan parlemen Belanda pada tahun yang sama, partai konservatif Kristen Demokrat (CDA) tampil sebagai pemenang pertama, disusul di tempat kedua oleh partai konservatif radikal (LPF), yang dipimpin oleh seorang tokoh far-right, Pim Fortuyn. Fortuyn terkenal karena pernyataannya yang menyebut agama Islam sebagai ' terbelakang' (backward) dan meminta Belanda untuk menutup pintunya kepada para imigran. Di luar itu, sayap kanan radikal juga kian menguat di Denmark. Danish People's Party, pimpinan Pia Kjaersgaard, menguasai 22 kursi di parlemen. Di Austria, partai konservatif radikal, Freedom Party, tampil sebagai pemenang pada pemilu tahun 2000. Sedang di Swiss, partai ektrem kanan, Swiss People's Party (SVP), memproleh 22.5 persen dari total pemilih. Di Jerman, ekstrem sayap kanan maulai meraih 20 persen dalam sebuah pemilu lokal di Hamburg. Di benua lain, Australia, koalisi konservatif pimpinan John Howard terus menguasai parlemen, ditambah dengan penempatan Peter Hollingworth, mantan Uskup Anglican di Brisbane, sebagai Gubernur Jenderal. Dan akhirnya, AS di bawah Presiden George W Bush, merupakan momen emas bagi kalangan radikal Republikan yang berbasis Kristen fundamentalis serta kalangan neo-konservatif yang berbasis imigran Yahudi. George Bush mewakili suara konservatif AS. Kemenangannya dalam pemilihan presiden sangat ditentukan oleh dukungan finansial dan jaringan politik fundamentalis Kristen (Right Wing Networks). Seperti ditulis oleh Ted Kahl (2001), jaringan sayap kanan ini dikoordinasikan oleh the Heritage Foundation dengan basis dukungan lobi fundamentalis Kristen. Keluarga Bush sendiri amat dekat dengan pemuka-pemuka gereja konservatif, terutama Reverend Moon, yang terkenal (notorious) sebagai pemimpin The Unification Church. Di bawah jaringan Moon terdapat front-front organisasi bisnis dan keagamaan yang siap dimobilisasi untuk suatu dukungan politik. Dalam jaringan ini terdapat nama-nama fundamentalis Kristen semacam Ralph Reed (mantan pemimpin Christian Coalition) dan juga sang fenomenon, Jerry Falwell. Kalangan fundamentalis Kristen ini, karena alasan fragmatis dan teologis --berupa nubuat turunnya kembali Jesus Kristus di Jerussalem-- memiliki kedekatan dengan kalangan fundamentalis Yahudi. Afinitas Bush terhadap jaringan sayap kanan Kristen ditunjukkan, antara lain, dari pengangkatan John Ashcroft sebagai Jaksa Agung. Pengangkatan Ashcroft ke dalam jabatan ini mengundang kontroversi yang panas. Kecenderungan konservatif dan pandangan-pandangan ke-kristenannya yang mendalam dikhawatirkan bisa berpengaruh negatif terhadap kenetralan lembaga kehakiman. Kelompok lain yang lebih berpengaruh di seputar Bush, dan menyita perhatian publik saat ini, adalah apa yang disebut sebagai kelompok neo-konservatif (neo-kon). Dikatakan neo-konservatif, karena sesungguhnya mereka tidak dilahirkan sebagai konservatif dan tidak pula dibesarkan dalam tradisi konservatisme. Kebanyakan orang tua mereka, bahkan mereka sendiri, merupakan imigran Yahudi dari Eropa Timur yang pada mulanya berhaluan kiri. Begitu memasuki AS mereka bergabung ke dalam sayap kiri Partai Demokrat. Namun secara perlahan, mereka beralih ke sayap kanan Partai Republik, lantas menetap di sana. Kelompok neo-kon merupakan gugus kerjasama yang ketat dan jaringan Washington yang efektif. Anggota-anggotanya menyusup di Kongres, lembaga-lembaga tanki pemikir, media massa dan program-program talk show di televisi. Pandangan politiknya sangat anti-komunis, dan sangat pro-Israel. Itulah titik temu diantara mereka. Bukan hal yang aneh. Hijrah ke Amerika di bawah bayang-bayang tragedi pembantaian, pembacaan sejarah mereka sering terhenti di Munich dan Holocaust, dengan Munich sebagai sebab dan Holocaust sebagai akibat. Mereka memandang setiap konflik sebagai batu uji seperti halnya ujian yang dihadapi Chamberlain dan gagal di Munich pada 1938. Maka dari itu, peristiwa Holocaust kedua harus dihindari dengan apapun ongkosnya. Termasuk melakukan pembantaian terhadap lawan-lawan politik Israel dengan tingkat kekejaman seburuk peristiwa Holocaust, bahkan lebih dari itu. Yang mengejutkan, tokoh terpenting dari kelompok ini adalah Paul Wolfowitz, mantan duta besar AS di Indonesia, yang saat ini memegang jabatan Deputi Menteri Pertahanan (Secretary of Defense). Tokoh kunci lainnya adalah Richard Perle, mantan asisten Menteri Pertahanan yang saat ini menjadi ketua The Defense Policy Board, sebuah gugus sivil terkemuka yang memberikan saran kebijakan kepada Menteri Pertahanan. Selain kedua orang itu, ada juga nama John Bolton, seorang neo-konservatif yang paling radikal yang bekerja sebagai asisten Menteri Pertahanan. Alhasil, posisi-posisi kunci pengambilan keputusan di Pentagon, dikuasai oleh jaringan neo-kon. Ancaman bagi Israel Dalam kacamata neo-kon, Saddam Hussein dengan kecenderungan ekspansionis dan koneksi Rusianya merupakan ancaman berbahaya bagi masa depan Israel. Tak heran, dalam 12 tahun terakhir, Saddam merupakan agenda utama mereka. Mereka bersemangat mendukung George Bush senior dalam Perang Teluk pertama, dan sangat gelisah ketika Bush menarik mundur pasukan sebelum Saddam berhasil dijatuhkan. Harapan Saddam digulingkan dari dalam tidak terbukti. Kekuatan bersenjatanya malah berhasil menghancurkan para pemberontak di Selatan dan Utara Irak. Menteri Pertahanan dalam pemerintahan Bush senior, Dick Cheney, sependapat dengan neo-kon, bahwa keputusan menghentikan perang merupakan kesalahan besar. Namun di era Presiden Clinton, tidak banyak hal yang bisa mereka lakukan, karena tergusur dari pusat-pusat pengambilan keputusan. Pada bulan Februari 1998, The Center for Security Policy, sebuah tanki pemikir neo-kon, mengirim surat terbuka kepada Clinton, menyatakan bahwa hanya dengan pengerahan kekuatan bersenjata AS krisis di Irak bisa dituntasi secara memuaskan. Surat tersebut ditandatangani oleh 30 orang gembong neo-kon termasuk Richard Perle dan Paul Wolfowitz, didukung garis keras Republican seperti Caspar Weinberger and Donald Rumsfeld. Nyatanya, Clinton tidak memberikan respon yang diharapkan. Patah arang dengan Clinton, perhatian mereka mulai dipusatkan untuk mencari dan mendukung kandidat presiden selanjutnya. Pilihannya adalah Gubernur Texas, George W Bush. Baik Perle maupun Wolfowitz masuk ke dalam suatu tim penasehat untuk urusan keamanan dan luar negeri Gubernur Bush. Lewat hasil Pemilu yang paling kontroversial dalam seratus tahun terakhir sejarah AS, Bush yunior pun berhasil menjadi Presiden. Dengan posisi-posisi strategisnya di kementerian pertahanan, mereka mulai merancang kembali agenda Irak yang tertunda. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Serangan teroris 11 September 2001 menyediakan pintu masuk yang baik. Bagi Wolfowitz, Osama bin Laden memang berbahaya, tetapi ancaman terbesar tetap saja Saddam Hussein. Bagi mereka, Irak di bawah Saddam Hussein dengan senjata-senjata canggihnya (yang pernah dipasok AS) bisa menjadi terorisme negara yang mengancam Israel. Target selanjutnya adalah Iran dan Syria. Selain dipandang memiliki program pengembangan senjata pemusnah, keduanya merupakan sponsor gerakan Hezbollah yang juga merongrong Israel. Maka genderang perang pun segera ditabuh. Atas nama Tuhan dan Holocaust, yang dilumasi oleh minyak, ribuan rakyat Irak dan orang-orang tak berdosa di negeri-negeri lainnya siap dikorbankan sebagai sesajen. Namun jangan salah, ini bukanlah penyerbuan Judeo-Kristiani terhadap Islam. Bukankah Paus Paulus sendiri mengecam perang, dan berbilang-bilang kelompok Kristen dan Yahudi di pelbagai belahan dunia menceburkan diri dalam gelombang anti-perang. Jangan lupa pula, umat Kristen dan Yahudi tidak mesti mengikuti garis politik konservatisme. Di Perancis, misalnya, meskipun kekuatan konservatif radikal mulai menguat, mayoritas penduduknya justru menentang perang. Bahkan kalangan konservatif pun tidaklah homogen, tidak semuanya radikal, dan tidak semuanya mendukung perang. Di Australia, misalnya, the Victorian Trades Hall Council and the Victorian Council of Churches, dua jaringan dagang dan gereja yang selama ini sering disebut berhaluan konservatif, justru memelopori aksi-aksi anti-perang. Alhasil, ini bukanlah penyerbuan antaragama, melainkan serangan orang-orang fanatik dan intoleran, sebagai anak haram dari agama-agama, dengan orang-orang tak berdosa sebagai korbannya. Yudi Latief Kandidat PhD Australian National University image <http://swaramuslim.net/images/uploads/ebook/dreaming_war-b.jpg> [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/