K.H. Muchtar Adam Ingin Bangun Pesantren di Pulau Terpencil <http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2006/032006/05/pekan%20KH%20Muchtar%2 0Adam.gif> USIA Pimpinan Pondok Pesantren Alquran Babussalam, K.H. Muchtar Adam, sudah menginjak 66 tahun. Namun, semangatnya untuk mengembangkan dunia pendidikan tak pernah pudar. Malah ia semakin menggebu-gebu, terutama untuk mendirikan pendidikan terpadu antara sekolah umum dengan pesantren, di pulau-pulau terpencil yang ada di Indonesia.
Sebagian dari mimpi besarnya untuk membangun pesantren di pulau-pulau terpencil itu perlahan terwujud. Selain memimpin pontren di Ciburial, Dago, Kota Bandung, sekarang ini dia sedang merintis pembangunan pesantren terpadu di Aceh Besar, Meulaboh (Nanggroe Aceh Darussalam), Pulau Wakatobi, (Sulawesi Tenggara), Pulau Alor (Nusa Tenggara Timur) Muara Labi, Kab. Solok Selatan, (Sumatra Barat), dan lainnya. "Terakhir saya ditawari untuk membangun pesantren di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya. Ada yang sudah mau menyiapkan tanahnya seluas empat hektare, tetapi belum kita kaji secara serius, karena harus dipertimbangkan berbagai halnya," kata Kiai Muchtar Adam, kepada "PR", di Mekah, Saudi Arabia, Januari lalu. Beberapa sekolah yang sudah berdiri binaan Kiai Muchtar Adam yaitu sekolah di Pulau Selayar, Kab. Selayar, Sulawesi Selatan. Sekolah ini sudah dirintis sejak tahun 1995. Di pulau ini, Kiai Muchtar Adam sudah membangun sekolah terpadu mulai dari SD hingga SMA di atas lahan seluas empat hektare. Bahkan, aktivitas anak-anak atau santri setiap tahunnya terus bertambah. Hal ini membuat kiai semakin bangga, karena perjuangannya bisa diterima oleh masyarakat setempat. Beberapa kali ia terbang ke pulau ini untuk memantau perkembangan sekolah serta pesantrennya. Siswa SMA di Selayar yang dikelolanya 2005, semuanya mendapatkan nilai ujian nasional yang bagus. Artinya, pengelolaan sekolah di daerah ini, menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Sekolah ini juga mengembangkan budi daya udang karang (lobster) yang mengambil tempat pada bibir pantai. Budi daya ini dengan cara pembesaran lobster, untuk dijual ke luar negeri. Usaha itu guna meningkatkan kesejahteraan para guru setempat. Lalu, sekolah lain di pulau terpencil yang berada di Pulau Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Di daerah itu, Babussalam sudah membangun SMA terpadu. Rencananya, akan dikembangkan juga SD dan SMP di kepulauan kecil yang berbatasan dengan Maluku ini. "Untuk di sekolah ini murid yang diterima pada tahun ajaran lalu mencapai sebanyak 33 anak," paparnya. Kiai Muchtar Adam masih akan terus mengembangkan sekolah yang ada di daerah ini, hingga bisa memberikan andil untuk kemajuan pendidikan bagi warga sekitar. Kiai Muchtar Adam juga menyiapkan sekolah terpadu di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur. Tetapi, sudah dua tahun lebih izin prinsip untuk sekolah ini belum turun dari bupati setempat. Ia masih tetap menunggu izin, karena setelah di daerah itu akan dibuka sekolah tepadu di daerah berbatasan dengan Timor Leste. Atas permintaan masyarakat daerah Muara Labo, Kab. Solok Selatan, Sumatra Barat, September lalu, ia memulai pembangunan sekolah di daerah itu. Tahap pertama, sedang dibangun masjid yang juga berfungsi sementara sebagian ruangannya sekolah SMP. Lalu, asramanya untuk sementara menyewa rumah penduduk. Bangunan masjid di daerah itu akan menelan dana Rp 600 juta. Hingga 2010 nanti, dia merencanakan mendirikan sekolah terpadu, di Seram Timur, Kab. Seram (Provinsi Maluku), di Pulau Sebatik, daerah Nunukan, (Kalimantan Timur) yang berbatasan dengan Malaysia, serta di Pulau Miangas yang berbatasan dengan Filipina. Di daerah Bali, tepatnya di Pulau Menjangan, juga akan dirintis sekolah terpadu. Lalu di Pulau Wetar, dan Tanimbar, akan dibangun sekolah serupa. Ada beberapa alasan menapa Kiai Muchtar Adam bergerak untuk membangun sekolah terpadu di daerah pulau terpencil. Pertama, karena ia melihat bahwa di pulau-pulau terpencil itu untuk pendidikan jauh tertinggal dengan yang ada di Jabar atau Jawa secara umum. Diceritakan ketika dirinya duduk di Komisi VI DPR-RI (periode 1999-2004). Saat melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah luar Jawa, terutama pulau terpencil sangat terasa sekali ketimpangan pendidikan tersebut. Masih banyak anak usia sekolah tidak bisa sekolah karena sulit dan kurangnya sarana pendidikan di daerah terpencil. "Itu sangat menyedihkan sekali. Sehingga, saya ingin sekali berjuang untuk membangun sekolah di daerah terpencil. Saya menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk membantu pendanaannya. Karena, kalau dari kocek sendiri berat untuk membiayai pembangunan sekolah-sekolah itu," katanya sambil tersenyum. Tak jarang di daerah-daerah terpencil itu, di antara mereka kalau ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP ke SMA, harus pindah pulau atau datang ke kota lainnya, yang jaraknya sangat jauh. Jelas secara finansial akan memakan biaya besar, sementara sisi perekonomian keluarga di daerah terpencil itu, sangat kurang. "Saya banyak terenyuh kalau sudah demikian, karena kesempatan anak-anak di pulau kecil itu, tidak biasa seperti kita yang ada di Pulau Jawa. Makanya, saya bertekad untuk mengembangkan sekolah di daerah itu. Kita menjalin kerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen Kelautan dan Perikanan, untuk membantu pengembangan sekolah yang dirintis ini," paparnya. Alasan kedua, pertimbangannya yaitu agar kemajuan warga di pulau itu berkembang. Serta masalah lain, agar pulau itu tidak dicaplok oleh negara lain. Beberapa pulau kecil yang berbatasan dengan Filipina atau Malaysia, jangan sampai ditinggal oleh warga hanya karena alasan anak mudanya tidak bisa sekolah. Jika nanti generasi mudanya pergi, pulau itu kosong. Jelas khawatir pulau itu akan diisi oleh orang luar. Salah satu cara untuk mencegah hal itu terjadi, harus dibangun sekolah di daerah itu. "Tujuan utama lainnya, yang menjadi alasan saya untuk hadir di pulau itu yaitu kita berdakwah," tegasnya. Untuk datang ke pulau-pulau terpencil itu jelasnya, membutuhkan waktu serta dana besar. Pergi ke Pulau Wakatobi, misalnya, mesti berjam-jam di kapal kecil di tengah lautan yang mesti dilalui. "Bahkan, ada yang 19 jam mesti kita tempuh dengan perahu untuk sampai ke sekolah itu," ungkap ayah tujuh anak ini. Tetapi, karena semua itu ikhlas untuk berjuang dalam dakwah Islam, maka dilakukannya dengan penuh semangat. Ia tak mengenal lelah atau putus asa, untuk terus berjuang datang ke satu pulau kecil hingga pulau lainnya, untuk mendirikan sekolah berikut pesantrennya. Termasuk kerja sama dengan Harian Umum (HU) Pikiran Rakyat untuk membangun sekolah terpadu di Aceh Besar dan Meulaboh. Kehadiran Kiai Muchtar Adam di Aceh, karena tidak ingin anak muda dari Serambi Mekah ini, semakin jauh dari ajaran Islam. Justru sebaliknya, agar anak-anak Aceh bisa lebih teguh dalam memegang serta menjalankan ajaran agama Islam. Ia merasa bersyukur bersama dengan Pikiran Rakyat, bisa berkiprah di Aceh untuk membangun dua buah pesantren terpadu, yaitu di Montasik, Aceh Besar dan Meulaboh. Sekarang ini, pembangunan sekolah terpadu di Montasik sudah dalam proses pembangunan fisik. Sedangkan di Meulaboh, sedang penyusunan pengurus sekolah. Untuk lahan sekolah terpadu dengan pesantren di Meulaboh, sudah tersedia seluas 25 hektare. Nanti, di sekitar sekolah juga ada usaha perikanan dan perkebunan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan para gurunya. Rencana kehadiran dua sekolah terpadu di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sendiri, disambut baik oleh para pejabat setempat. Mereka yakin kiprah kiai asal Ciburial ini, akan memberikan manfaat besar untuk kemajuan pendidikan di daerah tersebut. ** PENGASUH Babussalam ini, lahir 10 November 1939, di Benteng, Selayar, Sulawesi Selatan. Setelah menamatkan Sekolah Rakyat (SR) pada 1953, dia melanjutkan ke Sekolah Menengah Islam (SMI) Muhammadiyah, hingga lulus 1960. Dari daerahnya, terbang ke Yogyakarta untuk masuk ke Madrasah Menengah Tinggi Kauman Yogyakarta. Dari Kota Gudeg, ia ke tanah Pasundan masuk ke IKIP Bandung mengambil jurusan Sastra Arab. Pernah dikirim ke Pulau Buru (1971-1974) untuk memberikan dakwah bagi tahanan PKI. Ia banyak berkenalan dengan tokoh PKI di pulau itu. Tetapi pengalaman menyenangkan selama di Pulau Buru yaitu beriteraksi dengan masyarakat asli yaitu Suku Alipuru. Banyak pelajaran yang berarti bisa diambil dari kesederhanaan, ketulusan serta kepolosan suku asli itu. Bahkan, mereka punya rasa malu yang besar. Contohnya, ketika ada pasangan suami-istri sedang bersebadan, lalu ada yang melihatnya, baik sengaja atau tidak, maka waktu itu juga mereka akan bunuh diri. Mereka benar-benar merasa malu. Pulang dari Pulau Buru, ia aktif mengajar di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung mulai tahun 1974 hingga 1989. Dalam kurun waktu bersamaaan, juga ia bekerja di Departemen Agama Kota Bandung. Terakhir waktu itu menjabat Kepala Seksi Penerangan Depag Kota Bandung, lalu dicopot dari posisinya. Setelah itu dipindah ke Kanwil Depag Jabar, tanpa ada jabatan atau kursi tempat duduk. Sejak itu, ia mulai berpikir untuk mendirikan pesantren, tepatnya tahun 1981. Lalu ia menjadi guru di daerah Ciburial, tempat pesantrennya. Sekira tahun 1981, ia mulai merintis pembangunan pondok pesantren Babussalam, di daerah Ciburial, Dago. Saat merintis, beberapa orang dari tentara masuk dalam pengurus yayasan pesantrennya. Awalnya, ia mulai membangun ibtidaiyah, lalu dilanjutkan tsanawiyah hingga aliyah. Belakangan diganti menjadi SD-SMP, hingga SMA Babunssalam, Ciburial, Dago, Bandung. Santri mesti mondok di Babussalam. Paginya sekolah umum, lalu dilanjutkan belajar hafalan atau tafsir Alquran dan kitab lainnya. Santri jebolan dari pesantren ini memiliki ilmu umum dan ilmu agama yang diberikan secara terpadu. Para gurunya juga diberi bekal yang demikian, sehingga mereka dalam mengajar fisika atau lainnya, bisa mengaplikasikannya dengan tafsir Alquran. Di sela-sela kesibukannya, aktifitas lain yaitu menulis buku. Sudah puluhan buku dihasilkan karya, antara lain Tafsir Ayat-Ayat Haji, Metode Praktis Membaca dan menulis Alquran, Salat Jenazah, Tinjauan Tafsir Istiadzah, Ijtihad Antara Teks dan Kontek, Perbandingan Mazhab dan Permasalahannya, Al-Azkar dan lainnya. Kini dari Ciburial Bandung itu, tengah berusaha untuk terus berkembang membuka sekolah lain di pulau terpencil dari Aceh hingga ke Alor. Ia merasa untuk mengamalkan ilmu serta belajar, tidak ada cerita untuk pensiun. Serta tak kenal lelah. Sehingga, ke mana pun harus ditempuh dan dilakukan, kendati mesti di pulau terpencil sekalipun. Suami dari Hj. Siti Sukaesih ini, dalam pengembangan pendidikan selain kerja sama dengan ulama atau warga setempat, juga mengirimkan santrinya dari Bandung ke pulau-pulau terpencil itu, untuk memberikan bimbingan atau pengajaran. Ia juga bertekad untuk dua sekolah terpadu di Aceh, bisa berjalan dengan baik. Tujuannya, yaitu membantu membangun kembali moral masyarakat Aceh, serta masa depan anak-anak di Serambi Mekah ini. "Tentu kita sangat berterima kasih kepada Pikiran Rakyat, yang telah memberikan kepercayaan kepada Babussalam, untuk menyelenggarakan pendidikan di Aceh ini," tegas Kiai Muchtar Adam yang juga mantan anggota DPR RI ini. (Undang Sudrajat/"PR")*** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/