Assalamu'alaikum 
FYI...dari milis sebelah yang dikirim oleh redaksi Majalah Islam
Hidayatullah.
Setiap wacana syariat Islam dibuka maka akan nampak dipermukaan bumi ini
yang terlihat pihak yang pro dan kontra atau bisa dikatakan mana yang
beriman dan mana yang tidak. Dan simak pula komentar dan hujjah
masing-masing pihak.
=========================

Ass Wr Wb

Tulisan ini merupakan resume debat mbak Santi mewakili ibu rumah tangga
yang peduli nasib anak-anak dari ancaman pornografi, dikeroyok pemimpin
majalah Tempo, Bambang Harymurti dan Leo Batubara, Ketua Dewan Pers,
yang sangat bersemangat membela majalah Playboy.

Selamat menikmati.

Wass
Cholis


=====================
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=28
55&Itemid=1


 "Teori Konspirasi" Anti-Porno

Jumat, 10 Maret 2006

//Bambang Harymurti pemimpin redaksi majalah TEMPO bersemangat
mengkampanyekan sebuah teori konspirasi. Katanya, RUU AAP, tersembunyi
konspirasi Timur Tengah//

 
Jum'at, 10 Maret 2006


oleh Dzikrullah *)

 


Biasanya, majalah TEMPO selalu menolak dengan sinis teori konspirasi
jika itu diajukan oleh kalangan Muslim. Konspirasi Israel-Neo-Con
dibalik serangan 9/11,  ditolak. Konspirasi RMS-Kristen
Internasional-kekuatan-kekuatan Barat di balik kerusuhan Ambon-Poso,
ditolak juga.  Konspirasi IMF-Multinational Corporations-Barat
Anti-Islam di balik kejatuhan Soeharto, ditolak.  Konspirasi
Kristenisasi Internasional-Bisnis Konglomerat-CSIS di balik gerakan
pemurtadan umat Islam Indonesia, ditolak. Namun, tadi pagi (9/3/2006) di
ruang Diponegoro hotel Mandarin Jakarta yang adem, Bambang Harymurti
pemimpin redaksi majalah TEMPO bersemangat mengkampanyekan sebuah teori
konspirasi. Menurut dia, segala usaha menggolkan RUU
Anti-Pornografi-Pornoaksi (RUU-APP) semata-mata merupakan agenda politik
tersembunyi Ikhwanul Muslimin dan Hizbut-Tahrir dari Timur Tengah, demi
memaksakan nilai dan gaya hidup mereka di sana kepada bangsa Indonesia.
Weleh-weleh-weleh.

Bagi puluhan wartawan bule yang hadir dalam diskusi Jakarta Foreign
Correspondent Club itu (kebanyakan tentu wartawan politik), sudah pasti
teori konspirasi Bambang jauh lebih menarik untuk digali, ketimbang
keprihatinan seorang ibu, Santi Soekanto, pembicara lain dalam forum
itu. Santi - yang mewakili Aliansi Masyarakat Anti-Pornogradi dan
Pornoaksi, yang juga wartawan senior-- datang membawa komputer penuh
dengan file berupa gambar, potongan koran, berita koran, iklan, clip
film dan sinetron Indonesia, yang menunjukkan benang merah usaha yang
luar biasa raksasa untuk merusak anak-anak dan remaja Indonesia lewat
pornografi. Salah satu yang ditayangkan di forum itu adalah sebuah
adegan sinetron remaja di SCTV, di mana beberapa pasang pelajar SMA
berseragam menonton film porno.
Mereka digambarkan terangsang, lalu satu per satu meninggalkan ruangan
untuk memuaskan syahwatnya.

Menanggapi argumen Santi, Bambang yang lulusan Universitas Harvard,
Amerika, mengatakan, "Kalau berbagai tayangan dan penerbitan porno itu
menjadi sebab perkosaan dan lain-lain, tentu Skandinavia adalah kawasan
yang tingkat perkosaannya paling tinggi. Tapi, Timur Tengah justeru yang
tingkat perkosaannya paling tinggi, di mana peraturan justeru sangat
ketat." Ck..ck..ck.. serampangan benar tuduhan Bambang terhadap
negera-negara Timur Tengah itu.

Bambang juga berkali-kali menuduh, bahwa Aliansi (Santi dan
kawan-kawan) sebenarnya tidak peduli pada pornografi. Buktinya, katanya,
pasal-pasal dalam KUHP sudah cukup untuk menyeret pelaku pornografi,
namun Aliansi dan mereka yang mengusung RUU-APP tidak pernah melakukan
tekanan kepada polisi untuk mengambil tindakan tegas guna melaksanakan
pasal-pasal itu. Meskipun tuduhan "tidak pernah melakukan tekanan
terhadap polisi" itu asal bunyi (karena usaha-usaha itu nyatanya sudah
dilakukan), secara jujur memang gejala korupsi di kalangan penegak hukum
juga harus jadi perhatian kita. "Jadi, mereka
(Aliansi) ini sebenarnya lebih peduli pada agenda tersembunyi, yaitu
mendorong pelaksanaan syariat Islam di negeri ini, seperti Taliban di
Afghanistan. Saya menghawatirkan, potensi gerakan kekerasan jika RUU ini
diberlakukan."

Analisis ini diamini oleh Leo Batubara, salah satu Ketua Dewan Pers,
yang berbulan-bulan ini sangat bersemangat membela majalah porno Playboy
Indonesia agar boleh terbit di sini. "Saya tidak suka multiparty system,
tapi saya suka multi-posision (dalam melakukan hubungan seks)," katanya.
"Dari mana saya dan istri saya bisa belajar posisi-posisi itu kalau
bukan dari media porno?" Hadirin tertawa.
Menurut Leo, kebutuhan orang dewasa akan pornografi juga harus
dilindungi dengan undang-undang. Ia menyimpulkan, RUU-APP ini hanya
salah satu cara pemerintah Presiden SBY untuk menyenangkan hati Majelis
Ulama Indonesia supaya kekuasannya didukung terus, sekaligus mendapatkan
cara baru untuk mengontrol kebebasan pers.

Leo juga berkali-kali mengklaim, bahwa 41 juta orang Sunda pasti menolak
RUU-APP itu, karena akan mengkategorikan tari jaipongan sebagai
pornoaksi. tayuban di Jawa, tari Bali, dan orang Papua yang hanya
berkoteka juga dikhawatirkan Leo akan ditangkapi polisi. Suami isteri
yang berciuman di depan umum juga akan ditangkap. "Ini gerakan Taliban
Afghanistan, atau Saudi Arabiyah, mau dipaksakan kepada bangsa
Indonesia," katanya berapi-api. Teori konspirasi lagi.

Berbagai tema yang berkembang di media massa, di ruang-ruang DPR, dan di
masyarakat seputar RUU-APP tumpah di forum wartawan asing itu.
Semua keberatan itu dikemas dengan sangat menarik lewat dua isu,
"konspirasi Islam militan Ikhwanul Muslimin-Hizbut Tahrir-Timur
Tengah-Pro-Taliban untuk memaksakan syariat Islam di Indonesia" serta
"konspirasi pemerintah SBY-Majelis Ulama Indonesia untuk mengekang
kembali kebebasan pers". Sungguh teori-teori konspirasi yang punya
news-value sangat tinggi di masa kini, bukan? Uenaak tenaaan...

Bagi Bambang dan Leo, tidaklah penting untuk mendengarkan kecemasan yang
melanda jutaan ibu dan ayah atas serangan pornografi, sementara mereka
saban sore menuntun tangan mungil anak-anaknya dengan penuh kasih sayang
menuju masjid atau mushalla, atau taman bacaan Al-Quran.
Itu tidak penting.

Bambang dan Leo mungkin juga tidak percaya, bahwa ada jutaan pemuda dan
pemudi yang hanif, yang sehari-hari menjaga pandangan mata dan
pergaulannya agar ibadahnya khusyu' dan akhlaknya semakin baik. Tidak
penting juga bagi Bambang dan Leo untuk mendengarkan kegelisahan para
ulama (karena dari cara mereka menyebut kata "ulama" terasa, bahwa
mereka tidak merasa perlu menghormatinya), betapa kerja keras mereka
mendidik jutaan santri terancam oleh raksasa industri pornografi.

Bambang dan Leo jelas tidak merasa penting untuk mengapresiasi kerja
keras ibu-ibu yang tulus semisal Santi dan Bu Elly Risman dari Yayasan
Kita dan Buah Hati, yang bekerja keras mengumpulkan begitu banyak bukti
dahsyatnya kerusakan masyarakat kita akibat industri pornografi dan
pornoaksi. Nampaknya tidak terbayang oleh Bambang dan Leo, bahwa ada
jutaan orang tua yang setiap malam meneteskan air mata memohon kepada
Allah agar anak-anaknya diselamatkan dari kerusakan zaman.
Tidak, tidak, tidak. Itu bukan hal-hal yang penting bagi Bambang dan
Leo.

Karena itu sulit diterima oleh Bambang dan Leo, bahwa tanpa Ikhwanul
Muslimin maupun Hizbut Tahrir sekalipun, akan ada jutaan penduduk
Indonesia yang siap melakukan apa saja (termasuk mendukung RUU-APP yang
banyak kelemahan redaksionalnya), agar di mata Allah Subhanahu wa ta'ala
mereka tidak dianggap membiarkan berlangsungnya kemungkaran.
Jutaan penduduk Indonesia seperti ini, dengan sabarnya mendukung proses
demokrasi agar ikhtiar mereka disempurnakan Allah.

Bagi jutaan penduduk Indonesia yang seperti ini, menghadapi keberingasan
kejahatan seperti pornografi, dan orang-orang yang membelanya seperti
Bambang dan Leo memang memprihatinkan. Namun mereka sudah biasa
menghadapi hal itu, karena sudah membaca pesan al-Quran, bahwa akan
selalu ada permanent confrontation (demikian istilah Prof Naquib
Al-Attas, bukan lagi clash of civilization) antara Haq dan Bathil,
sampai akhir zaman.

Ada dua konsep yang absen dalam diskusi tadi pagi di hotel Mandarin,
yaitu konsep DOSA dan AKHIRAT. Konsep inilah yang memisahkan antara
Santi dan Bambang-Leo dalam dunia yang sangat berjauhan, sehingga nyaris
mustahil dipertemukan.

Istilah "melindungi masyarakat" dan "kerusakan akhlak bangsa ini" yang
dulang-ulang Santi, bukanlah sesuatu yang difahami dengan kecemasan yang
sama oleh orang yang tidak memahami konsep dosa dan pengadilan Akhirat.
Tak ada kecemasan apa-apa. Sedangkan bagi Santi dan banyak orang yang
ikut melawan kejahatan pornografi, jika pilihannya cuma dua, lebih baik
mereka dipaksa oleh negara untuk masuk surga, daripada diberi kebebasan
oleh negara untuk melenggang ke neraka.*







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and
healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

"Famaadzaa ba'da l haqqi illa dl dlalaal"
Insist official website: www.insistnet.com Untuk bergabung ke milis ini,
kirimkan email kosong tanpa subjek ke
[EMAIL PROTECTED]
Untuk berpisah dari milis, kirimkan email kosong tanpa subjek ke
[EMAIL PROTECTED]

 
Yahoo! Groups Links



 




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke