Assalamualaikum wr wb
   
  Apa perjuangan mbak Santi Soekanto terhadap RUU APP didepan para wartawan, 
seorang Ibu yang juga mantan wartawati di The Jakarta Post 12 tahun silam....
   
  wassalam,
  -----------------
   
  ada di: 
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2855&Itemid=1
   
             
  "Teori Konspirasi" Anti-Porno 
          Jumat, 10 Maret 2006 
   
      Bambang Harymurti pemimpin redaksi majalah TEMPO bersemangat 
mengkampanyekan sebuah teori konspirasi. Katanya, RUU APP, tersembunyi 
konspirasi Timur Tengah 
  
 
  oleh Dzikrullah *)
   
  Biasanya, majalah TEMPO selalu menolak dengan sinis teori konspirasi jika itu 
diajukan oleh kalangan Muslim. Konspirasi Israel-Neo-Con dibalik serangan 9/11, 
 ditolak. Konspirasi RMS-Kristen Internasional-kekuatan-kekuatan Barat di balik 
kerusuhan Ambon-Poso, ditolak juga.  Konspirasi IMF-Multinational 
Corporations-Barat Anti-Islam di balik kejatuhan Soeharto, ditolak.  Konspirasi 
Kristenisasi Internasional-Bisnis Konglomerat-CSIS di balik gerakan pemurtadan 
umat Islam Indonesia, ditolak. Namun, tadi pagi (9/3/2006) di ruang Diponegoro 
hotel Mandarin Jakarta yang adem, Bambang Harymurti pemimpin redaksi majalah 
TEMPO bersemangat mengkampanyekan sebuah teori konspirasi. 
   
  Menurut dia, segala usaha menggolkan RUU Anti-Pornografi-Pornoaksi (RUU-APP) 
semata-mata merupakan agenda politik tersembunyi Ikhwanul Muslimin dan 
Hizbut-Tahrir dari Timur Tengah, demi memaksakan nilai dan gaya hidup mereka di 
sana kepada bangsa Indonesia. Weleh-weleh-weleh.

Bagi puluhan wartawan bule yang hadir dalam diskusi Jakarta Foreign 
Correspondent Club itu (kebanyakan tentu wartawan politik), sudah pasti teori 
konspirasi Bambang jauh lebih menarik untuk digali, ketimbang keprihatinan 
seorang ibu, Santi Soekanto, pembicara lain dalam forum itu. Santi – yang 
mewakili Aliansi Masyarakat Anti-Pornogradi dan Pornoaksi, yang juga wartawan 
senior-- datang membawa komputer penuh dengan file berupa gambar, potongan 
koran, berita koran, iklan, clip film dan sinetron Indonesia, yang menunjukkan 
benang merah usaha yang luar biasa raksasa untuk merusak anak-anak dan remaja 
Indonesia lewat pornografi. Salah satu yang ditayangkan di forum itu adalah 
sebuah adegan sinetron remaja di SCTV, di mana beberapa pasang pelajar SMA 
berseragam menonton film porno. Mereka digambarkan terangsang, lalu satu per 
satu meninggalkan ruangan untuk memuaskan syahwatnya. 

Menanggapi argumen Santi, Bambang yang lulusan Universitas Harvard, Amerika, 
mengatakan, “Kalau berbagai tayangan dan penerbitan porno itu menjadi sebab 
perkosaan dan lain-lain, tentu Skandinavia adalah kawasan yang tingkat 
perkosaannya paling tinggi. Tapi, Timur Tengah justeru yang tingkat 
perkosaannya paling tinggi, di mana peraturan justeru sangat ketat.” 
Ck..ck..ck.. serampangan benar tuduhan Bambang terhadap negera-negara Timur 
Tengah itu. 

Bambang juga berkali-kali menuduh, bahwa Aliansi (Santi dan kawan-kawan) 
sebenarnya tidak peduli pada pornografi. Buktinya, katanya, pasal-pasal dalam 
KUHP sudah cukup untuk menyeret pelaku pornografi, namun Aliansi dan mereka 
yang mengusung RUU-APP tidak pernah melakukan tekanan kepada polisi untuk 
mengambil tindakan tegas guna melaksanakan pasal-pasal itu. Meskipun tuduhan 
“tidak pernah melakukan tekanan terhadap polisi” itu asal bunyi (karena 
usaha-usaha itu nyatanya sudah dilakukan), secara jujur memang gejala korupsi 
di kalangan penegak hukum juga harus jadi perhatian kita. “Jadi, mereka 
(Aliansi) ini sebenarnya lebih peduli pada agenda tersembunyi, yaitu mendorong 
pelaksanaan syariat Islam di negeri ini, seperti Taliban di Afghanistan. Saya 
menghawatirkan, potensi gerakan kekerasan jika RUU ini diberlakukan.”

Analisis ini diamini oleh Leo Batubara, salah satu Ketua Dewan Pers, yang 
berbulan-bulan ini sangat bersemangat membela majalah porno Playboy Indonesia 
agar boleh terbit di sini. “Saya tidak suka multiparty system, tapi saya suka 
multi-posision (dalam melakukan hubungan seks),” katanya. “Dari mana saya dan 
istri saya bisa belajar posisi-posisi itu kalau bukan dari media porno?” 
Hadirin tertawa. Menurut Leo, kebutuhan orang dewasa akan pornografi juga harus 
dilindungi dengan undang-undang. Ia menyimpulkan, RUU-APP ini hanya salah satu 
cara pemerintah Presiden SBY untuk menyenangkan hati Majelis Ulama Indonesia 
supaya kekuasannya didukung terus, sekaligus mendapatkan cara baru untuk 
mengontrol kebebasan pers. 

Leo juga berkali-kali mengklaim, bahwa 41 juta orang Sunda pasti menolak 
RUU-APP itu, karena akan mengkategorikan tari jaipongan sebagai pornoaksi. 
tayuban di Jawa, tari Bali, dan orang Papua yang hanya berkoteka juga 
dikhawatirkan Leo akan ditangkapi polisi. Suami isteri yang berciuman di depan 
umum juga akan ditangkap. “Ini gerakan Taliban Afghanistan, atau Saudi 
Arabiyah, mau dipaksakan kepada bangsa Indonesia,” katanya berapi-api. Teori 
konspirasi lagi.

Berbagai tema yang berkembang di media massa, di ruang-ruang DPR, dan di 
masyarakat seputar RUU-APP tumpah di forum wartawan asing itu. Semua keberatan 
itu dikemas dengan sangat menarik lewat dua isu, “konspirasi Islam militan 
Ikhwanul Muslimin-Hizbut Tahrir-Timur Tengah-Pro-Taliban untuk memaksakan 
syariat Islam di Indonesia” serta “konspirasi pemerintah SBY-Majelis Ulama 
Indonesia untuk mengekang kembali kebebasan pers”. Sungguh teori-teori 
konspirasi yang punya news-value sangat tinggi di masa kini, bukan? Uenaak 
tenaaan... 

Bagi Bambang dan Leo, tidaklah penting untuk mendengarkan kecemasan yang 
melanda jutaan ibu dan ayah atas serangan pornografi, sementara mereka saban 
sore menuntun tangan mungil anak-anaknya dengan penuh kasih sayang menuju 
masjid atau mushalla, atau taman bacaan Al-Quran. Itu tidak penting. 
  Bambang dan Leo mungkin juga tidak percaya, bahwa ada jutaan pemuda dan 
pemudi yang hanif, yang sehari-hari menjaga pandangan mata dan pergaulannya 
agar ibadahnya khusyu’ dan akhlaknya semakin baik. Tidak penting juga bagi 
Bambang dan Leo untuk mendengarkan kegelisahan para ulama (karena dari cara 
mereka menyebut kata “ulama” terasa, bahwa mereka tidak merasa perlu 
menghormatinya), betapa kerja keras mereka mendidik jutaan santri terancam oleh 
raksasa industri pornografi. 
   
  Bambang dan Leo jelas tidak merasa penting untuk mengapresiasi kerja keras 
ibu-ibu yang tulus semisal Santi dan Bu Elly Risman dari Yayasan Kita dan Buah 
Hati, yang bekerja keras mengumpulkan begitu banyak bukti dahsyatnya kerusakan 
masyarakat kita akibat industri pornografi dan pornoaksi. Nampaknya tidak 
terbayang oleh Bambang dan Leo, bahwa ada jutaan orang tua yang setiap malam 
meneteskan air mata memohon kepada Allah agar anak-anaknya diselamatkan dari 
kerusakan zaman. Tidak, tidak, tidak. Itu bukan hal-hal yang penting bagi 
Bambang dan Leo.

Karena itu sulit diterima oleh Bambang dan Leo, bahwa tanpa Ikhwanul Muslimin 
maupun Hizbut Tahrir sekalipun, akan ada jutaan penduduk Indonesia yang siap 
melakukan apa saja (termasuk mendukung RUU-APP yang banyak kelemahan 
redaksionalnya), agar di mata Allah Subhanahu wa ta’ala mereka tidak dianggap 
membiarkan berlangsungnya kemungkaran. Jutaan penduduk Indonesia seperti ini, 
dengan sabarnya mendukung proses demokrasi agar ikhtiar mereka disempurnakan 
Allah. 
   
  Bagi jutaan penduduk Indonesia yang seperti ini, menghadapi keberingasan 
kejahatan seperti pornografi, dan orang-orang yang membelanya seperti Bambang 
dan Leo memang memprihatinkan. Namun mereka sudah biasa menghadapi hal itu, 
karena sudah membaca pesan al-Quran, bahwa akan selalu ada permanent 
confrontation (demikian istilah Prof Naquib Al-Attas, bukan lagi clash of 
civilization) antara Haq dan Bathil, sampai akhir zaman.

Ada dua konsep yang absen dalam diskusi tadi pagi di hotel Mandarin, yaitu 
konsep DOSA dan AKHIRAT. Konsep inilah yang memisahkan antara Santi dan 
Bambang-Leo dalam dunia yang sangat berjauhan, sehingga nyaris mustahil 
dipertemukan. 
   
  Istilah “melindungi masyarakat” dan “kerusakan akhlak bangsa ini” yang 
dulang-ulang Santi, bukanlah sesuatu yang difahami dengan kecemasan yang sama 
oleh orang yang tidak memahami konsep dosa dan pengadilan Akhirat. Tak ada 
kecemasan apa-apa. Sedangkan bagi Santi dan banyak orang yang ikut melawan 
kejahatan pornografi, jika pilihannya cuma dua, lebih baik mereka dipaksa oleh 
negara untuk masuk surga, daripada diberi kebebasan oleh negara untuk 
melenggang ke neraka.*




                      "A true friend is someone who knows your're a good egg 
even if your're a little cracked".

        








                
---------------------------------
Relax. Yahoo! Mail virus scanning helps detect nasty viruses!

[Non-text portions of this message have been removed]






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke