http://www.eramuslim.com/ust/qrn/44800508.htm
  
  Ustaz Menjawab
  Tanya jawab hukum/fiqh Islam
  bersama Ustaz Ahmad Sarwat, Lc.
  Menghina Al-Qur`an, Murtadkah?
  
  6 Jun 06 14:29 WIB
      Kirim Pertanyaan | Kirim teman
  
  Assalaamu'alaikum Warochmatulloh,
  
  Ustadz Yang dimulyakan Allah SWT, saya ingin bertanya tentang kejadian  
akhir-akhir ini. Yaitu adanya orang yang disebut 'Ulama`, tetapi justru  orang 
tersebut menghina Al-Qur'an, sebut saja Abdurrahman Wahid dan  tokoh JIL.
  
  Pertanyaan Saya:
  1. Murtadkah mereka (Abdurrahman Wahid dan JIL), dengan menghina Al-Qur`an 
dan menghalalkan yang haram?
  2. Apa saja yang bisa menyebabkan seseorang murtad selain menyekutukan Allah 
SWT?
  3. Dosakah Kita membicarakan/meng-ghibah-kan mereka, bukan karena benci  
dengan orangnya, tapi benci dengan ajarannya yang sesat dan  menyesatkan? 
(Walaupun pada kenyataannya terkadang kita subyektif).
  
  Terima kasih Ustadz, kami harapkan Jawaban dari ustadz beserta dasar hukumnya.
  
  Wassalaamu'alaikum wr. wb.
  
  Muchammad Charridh Almukminin
  Jawaban
  
  Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
  
  Abdurrahman Wahid dan tokoh JIL lainnya sebaiknya jangan disebut ulama.  
Salah besar kalau kita mengatakan demikian. Yang benar, mereka adalah  tokoh 
yang sering bicara tentang Islam, lepas dari benar atau salah.
  
  Adapun kriteria ulama, sungguh sangat-sangat jauh dari sosok mereka.  
Abdurrahman Wahid tidak pernah duduk di bangku kuliah syariah, dia  hanya duduk 
di bangku kuliah sastra di Iraq, setelah sebelumnya gagal  studi di Mesir. Iraq 
saat itu sedang dilanda demam sosialis, di mana  para mahasiswanya pun tidak 
sedikit yang terkena dampaknya.
  
  Pernyataan ini bukan pernyataan provokatif, melainkan pengakuan  Abdurrahman 
Wahid sendiri. Dia pernah bercerita tentang bagaimana  kehidupan masa lalunya 
belajar di negeri orang serta kecenderungannya  dalam masalah ilmu yang 
dipelajari.
  
  Oleh sebab itu, sebagai orang yang tidak berada dalam kapasitas sebagai  
ulama syariah, pernyataannya tidak perlu dijadikan rujukan masalah  syariah. 
Kita tidak perlu pusing-pusing bila ada orang yang seperti itu.
  
  Yang perlu kita pahamkan kepada masyarakat adalah menjelaskan perbedaan  
antara ulama dengan bukan ulama. Pendapat para ulama yang hakiki  tentunya 
perlu disimak dan didengarkan. Misalnya saja ulama kaliber  international 
seperti almarhum Syeikh Bin Baz, Syeikh Al-Utsaimin, Dr.  Wahbah Az-Zuhaili, 
Dr. Yusuf Al-Qaradawi, Dr. Muhammad Al-Ghazali, Dr.  Musthafa Al-A'dhzami, Dr. 
Said Ramadhan Al-Buhti, Dr. Musthafa  As-Siba'i dan lainnya.
  
  Kepada mereka ini kita merujuk semua masalah agama. Adapun Gus Dur dan  JIL, 
jangan dijadikan rujukan, sebab kapasitas mereka bukan masalah  syariah, juga 
bukan masalah agama. Kapasitas Gus Dur mungkin pada  masalah kritik sastra, 
ilmu 'arudh, ilmu bayan dan syi'ir jahiliy dan  sejenisnya. Kalau kita ingin 
memperdalam pengetahuan kita di bidang  ini, Gus Dur orangnya. Tapi jangan 
tanya kepadanya masalah syariah,  tauhid dan agama.
  
  Dalam hal ini berlaku sabda nabi SAW: Apabila suatu pekerjaan diserahkan 
bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.
  
  Maka kalau seorang Gus Dur bicara tentang Islam dan salah, kita maklum  saja. 
Sebagai orang 'awam', dia perlu kita bimbing ke arah jalan yang  benar. 
Masalahnya barangkali, di Indonesia ini justru kita tidak punya  ulama. Yang 
karismanya seperti para ulama yang kami sebutkan di atas.  Dahulu kita punya 
Prof. Dr. Buya Hamka, seorang ulama karismatik dan  tegar meski dipaksa-paksa 
menghalalkan yang haram oleh rejim orde baru.
  
  Tapi sekarang, kita telah mengalami krisis ulama lebih dari 40 tahun  
lamanya. Sehingga dengan tidak adanya sosok ulama yang hakiki di negeri  ini, 
muncullah orang seperti Gus Dur dan teman-temannya. Dan masyarakat  yang awam 
ini memang punya kebiasaan'menuduh' orang yang bukan ulama  sebagai ulama.
  
  1. Vonis Murtad
  
  Adapun pertanyaan anda, apakah Gus Dur dan JIL murtad atau tidak, dalam  
mekanisme hukum Islam harus ditetapkan oleh lembaga formal yang  berwenang. 
Yaitu sebuah mahkamah syar'iyah yang sah dan diakui resmi  oleh negara.
  
  Lembaga itu tidak ada dalam negara kita. Sehingga kita tidak bisa  langsung 
menunjuk hidung yang bersangkutan dan menuliskan di dahinya  tulisan: MURTAD. 
Tidak boleh hal itu dilakukan.
  
  Dan ketiadaan lembaga seperti ini adalah dosa majemuk umat Islam  Indonesia. 
Lantaran mereka telah meninggalkan hukum Islam semenjak  penjajah datang ke 
negeri ini. Maka kewajibkan kita saat ini adalah  mensosialisasikan kembali 
syariat Islam kepada khalayak bangsa  Indonesia, di semua elemennya, hingga 
suatu hari nanti bangsa ini  kembali ke jalan yang benar dan bertaubat, lalu 
menegakkan syariat  Islam.
  
  2. Sebab Murtad
  
  Ada banyak hal yang bisa mengakibatkan seseorang dianggap murtad dari  agama 
Islam. Bahkan mengingkari satu ayat dari Al-Quran saja sudah bisa  membuat 
seseorang murtad dari Islam. Mengingkari satu hadits shahih  yang berasal dari 
Rasulullah SAW juga sudah cukup untuk membuat  seseorang murtad. Bahkan 
mengingkari satu rukun dari rukun Islam dan  rukun iman, juga sudah murtad.
  
  Namun seperti sudah kami sebutkan di atas, tetap harus ada lembaga  formal 
yang menjatuhkan vonis murtad dan sanksinya. Tidak semua orang  berhak main 
tuding orang lain sebagai pelaku kemurtadan.
  
  Di masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. menjalankan pemerintahan, beliau  
mengeluarkan vonis murtad bagi para pembangkang kewajiban zakat. Bahkan  beliau 
memaklumatkan perang kepada mereka. Artinya, harta dan nyawa  mereka halal 
dalam hukum Islam. Tapi apakah di masa sekarang ini kita  akan memvonis begitu 
saja bahwa semua umat Islam yang tidak bayar zakat  adalah rombongan para 
murtaddin? Tentu masalahnya tidak sesederhana  itu, bukan?
  
  Sebab main tuduh seseorang murtad itu sama saja dengan menuduhkan  kafir. Dan 
resikonya sangat berat. Dan akibat yang akan ditimbulkannya  lebih berbahaya 
lagi. Di antaranya ialah:
  
      * Bagi isterinya, dilarang berdiam bersama suaminya  yang kafir, dan 
mereka harus dipisahkan. Seorang wanita Muslimat tidak  sah menjadi isteri 
orang kafir.
      * Bagi anak-anaknya, dilarang berdiam di bawah  kekuasaannya, karena 
dikhawatirkan akan mempengaruhi mereka. Anak-anak  tersebut adalah amanat dan 
tanggungjawab orangtua. Jika orangtuanya  kafir, maka menjadi tanggungjawab 
ummat Islam.
      * Dia kehilangan haknya dari kewajiban-kewajiban  masyarakat atau orang 
lain yang harus diterimanya, misalnya ditolong,  dilindungi, diberi salam, 
bahkan dia harus dijauhi sebagai pelajaran.
      * Dia harus dihadapkan ke muka hakim, agar djatuhkan hukuman baginya, 
karena telah murtad.
      * Jika dia meninggal, tidak perlu diurusi,  dimandikan, disalati, dikubur 
di pemakaman Islam, diwarisi dan tidak  pula dapat mewarisi.
      * Jika dia meninggal dalam keadaan kufur, maka dia  mendapat laknat dan 
akan jauh dari rahmat Allah. Dengan demikian dia  akan kekal dalam neraka.
  
  Demikianlah hukuman yang harus dijatuhkan bagi orang yang menamakan  atau 
menganggap golongan tertentu atau seseorang sebagai orang kafir;  itulah akibat 
yang harus ditanggungnya. Maka, sekali lagi amat berat  dan berbahaya 
mengafirkan orang yang bukan (belum jelas) kekafirannya.
  
  Mereka yang Berhak Dikafirkan
  
      * Golongan Komunis atau Atheis, yang percaya pada  suatu falsafah dan 
undang-undang, yang bertentangan dengan syariat dan  hukum-hukum Islam. Mereka 
itu musuh agama, terutama agama Islam. Mereka  beranggapan bahwa agama adalah 
candu bagi masyarakat.
      * Orang-orang atau golongan dari paham yang  menamakan dirinya sekular, 
yang menolak secara terang-terangan pada  agama Allah dan memerangi siapa saja 
yang berdakwah dan mengajak  masyarakat untuk kembali pada syariat dan hukum 
Allah.
      * Orang-orang dari aliran kebatinan, misalnya  golongan Duruz, Nasyiriah, 
Ismailiah dan lain-lainnya. Kebanyakan dari  mereka itu berada di Suriah dan 
sekitarnya.
  
  Al-Imam Ghazali pernah berkata, "Pada lahirnya mereka itu bersifat  menolak 
dan batinnya kufur." Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata,  "Mereka lebih 
kafir daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena  sebagian besar mereka 
ingkar pada landasan Islam." Seperti halnya  mereka yang baru muncul di masa 
itu, yaitu yang bernama Bahaiah, agama  baru yang berdiri sendiri. Begitu juga 
golongan yang mendekatinya,  yaitu Al-Qadiyaniah, yang beranggapan bahwa 
pemimpinnya adalah Nabi  setelah Nabi Muhammad saw.
  
  Dosakah Membicarakan Mereka
  
  Membicarakan keburukan orang lain tentu saja dosa. Maka yang perlu kita  
lakukan bukan membicarakan keburukannya, melainkan menjelaskan duduk  
persoalannya. Kalau seseorang itu bukan ulama, janganlah sekali-kali  'dituduh' 
sebagai ulama. Adalah kewajiban kita untuk menjelaskan  kedudukan masalah 
seperti ini. Dan tentu hal ini bukan ghibah.
  
  Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
  
  Ahmad Sarwat, Lc.
                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
 Everyone is raving about the  all-new Yahoo! Mail Beta.

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
See what's inside the new Yahoo! Groups email.
http://us.click.yahoo.com/2pRQfA/bOaOAA/yQLSAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke