ini jawaban dari saya;

SAAT KAJIAN di MANHAJ SALAF (biar jelas pemahaman dari aqidah mana) hal itu 
saya tanyakan
jawaban: TIDAK PERLU IJIN

----- Original Message ----- 
From: "Teddy sahelangi" <[EMAIL PROTECTED]>
To: "TARMAN" <[EMAIL PROTECTED]>; "Gingham" <[EMAIL PROTECTED]>
Cc: "Media Dakwah" <media-dakwah@yahoogroups.com>; "Kariramanah" 
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; 
<[EMAIL PROTECTED]>; "Dini Dareta" 
<[EMAIL PROTECTED]>; "Nurhayani" <[EMAIL PROTECTED]>; 
<[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Wednesday, July 12, 2006 9:37 AM
Subject: Re: [media-dakwah] Re: [tentang-pernikahan] POLIGAMI : Solusi, 
bukan Problem


> Mohon pencerahan apakah bila seseorang mau berpoligami ada ayat Alqur'an 
> nya
> atau Al Hadist nya yg mewajibkan suatu ijin dari istri2
> terdahulunya....terimakasih
> ----- Original Message -----
> From: "Gingham" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: "TARMAN" <[EMAIL PROTECTED]>
> Cc: "Media Dakwah" <media-dakwah@yahoogroups.com>; "Kariramanah"
> <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>;
> <[EMAIL PROTECTED]>; "Dini Dareta"
> <[EMAIL PROTECTED]>; "Nurhayani" <[EMAIL PROTECTED]>;
> <[EMAIL PROTECTED]>
> Sent: Friday, July 07, 2006 5:54 PM
> Subject: [media-dakwah] Re: [tentang-pernikahan] POLIGAMI : Solusi, bukan
> Problem
>
>
>> suryati wrote:
>> > POLIGAMI :Solusi, Bukan Problem
>> > Oleh : Najmah Saiidah
>> >
>> >
>> > Pengantar :
>> >
>> > Sebagai sebuah istilah maupun realitas empiris, poligami telah lama
>> > terkurung dalam wilayah perdebatan yang tidak ada habis-habisnya..
>> > Jika diteliti, pemicunya sebetulnya tidak terletak pada ke-zanni-an
>> > (ketidak tegasan) dalil mengenai kebolehannya, tetapi lebih banyak
>> > didorong oleh sejumlah kepentingan pihak tertentu atau buruknya
>> > praktik poligami yang ditunjukkan oleh kebanyakan pasangan yang
>> > berpoligami. Dalam batas-batas tertentu, hal ini kemudian dijadikan
>> > jastifikasi (pembenar) oleh sebagian kalangan untuk menolak keabsahan
>> > poligami sebagai sebuah realitas hukum Islam. Bahkan tidak jarang,
>> > kalangan Islam Liberal, termasuk kaum feminis, memandang poligami
>> > sebagai salah satu bentuk penindasan atau tindakan diskriminatif atas
>> > perempuan. Demikianlah sebagaimana yang ditunjukkan oleh – sebagai
>> > misal – Abdullah Ahmed Na’im, tokoh Islam Liberal asal Sudan, atau
>> > Fatima Mesnissi, tokoh feminis asal Maroko. Akibatnya citra poligami –
>> > yang kebolehannya telah mendapat jastifikasi (pembenaran) dalam
>> > Al-Quran sekaligus pernah dipraktikan Nabi saw. – akhir-akhir ini
>> > semakin terpuruk, bahkan dalam batas-batas tertentu telah dianggap
>> > sebagai sebuah ‘aib’; suatu kondisi yang tidak pernah terjadi pada
>> > masa Rosulullah saw. dan para sahabat sendiri.. Ironisnya banyak
>> > diantara wanita muslimah sendiri bersikap defensif; meskipun tidak
>> > menolak kebolehan poligami dalam Islam, mereka tetap mengajukan
>> > sejumlah keberatan dengan berlindung di balik ungkapan. “Poligami
>> > memang boleh, tetapi, kan, tidak mesti dilakukan. “
>> >
>> > Oleh karena itu, dalam rangka mengurangi pro-kontra yang tidak perlu,
>> > tulisan ini dimaksudkan untuk menelaah lebih jauh pandangan yang lebih
>> > proporsional di seputar poligami (ta’addud az-jawzat) dan sejumlah
>> > problem yang mengitarinya, sebagaimana yang diuraikan oleh Syaikh
>> > Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab an-Nizhan al-Ijtimai hlm 127-135.
>> >
>> >
>> >
>> > Mukaddimah.
>> >
>> > Poligami saat ini masih menjadi pembicaraan hangat di tengah0tengah
>> > masyarakat, termasuk di kalangan aktivis perempuan, apalagi dengan
>> > gencarnya gerakan feminisme yang mengopinikan bahwa masalah tersebut
>> > sebagai bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan. Padahal Islam
>> > telah mengatur masalah poligami ini dengan rinci dan tegas,
>> > sebagaimana termaktub dalam firman Allaah Swt. Surat an-Nisa’ ayat 3.
>> >
>> > Kaum feminis radikal memandang, bahwa kebolehan poligami merupakan
>> > deklarasi penindasan laki-laki atas perempuan yang tiada akhir. Mereka
>> > menuduh agama Islam – yang membolehkan poligami – telah bertindak bias
>> > jender. Pandangan seperti ini telah merasuki pikiran banyak aktivis
>> > perempuan dewasa ini. Bahkan pandangan ini, seakan-akan memperoleh
>> > legitimasi dengan adanya praktik-praktik poligami di tengah masyarakat
>> > kita yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Ditambah lagi dengan
>> > adanya sosialisasi yang sistematis dan berkesinambungan tentang
>> > pencitraan negatif ibu tiri/istri muda, baik melalui film maupun
>> > cerita-cerita rakyat.
>> >
>> > Berbeda dengan pendapat di atas, ada pula yang berpendapat bahwa
>> > dilarangnya poligami justru menjadi pemicu dan cenderung melegalisasi
>> > prostitusi. Kita simak salah satu ungkapannya, “Bayangkan saja, dengan
>> > tidak diperbolehkan menikah lagi, banyak pria memiliki wanita
>> > simpanan. Padahal, daripada berzina, kan lebih baik dikawin secara
> resmi.”
>> >
>> > Selanjutnya ia menambahkan, “ Allah sendiri telah memperbolehkan pria
>> > beristri lebih dari seorang, dengan syarat, atas sepengetahuan yang
>> > tua dan berlaku adil.”
>> >
>> > Jika demikian, bagaimana sebenarnya Islam memandang masalah poligami
>> > ini. Bagaimana pula hukumnya?
>> >
>> >
>> >
>> > Poligami adalah solusi, bukan problem
>> > Tidak dapat dipungkiri, bahwa bahtera kehidupan pernikahan seseorang
>> > tidak selalu berjalan dengan mulus; kadang-kadang ditimpa oleh cobaan
>> > dan ujian. Pada umumnya, sepasang lelaki dan perempuan yang telah
>> > menikah tentu saja sangat ingin segera diberikan momongan oleh Allah
>> > Swt. Akan tetapi , kadang-kadang ada suatu keadaan ketika sang istri
>> > tidak dapat melahirkan anak, sementara sang suami sangat
>> > menginginkannya. Pada saat yang sama, suami begitu menyayangi istrinya
>> > dan tidak ingin menceraikannya. Adapula keadaan ketika seorang istri
>> > sakit keras sehingga menghalanginya untuk melaksanakan kewajibannya
>> > sebagai ibu dan istri, sedangkan sang suami sangat menyayanginya; ia
>> > tetap ingin merawat istrinya dan tidak ingin menceraikannya. Akan
>> > tetapi, disisi lain ia membutuhkan wanita lain yang dapat melayaninya.
>> > Ada juga kenyataan lain yang tidak dapat kita pungkiri, bahwa didunia
>> > ini ada sebagian laki-laki yang tidak cukup hanya dengan satu istri
>> > (maksudnya, ia memiliki syahwat lebih besar dibandingkan dengan
>> > laki-laki umumnya). Jika ia hanya menikahi satu wanita, hal itu justru
>> > dapat menyakiti atau menyebabkan kesulitan bagi sang istri. Lebih dari
>> > itu, fakta lain yang kita hadapi sekarang adalah jumlah lelaki lebih
>> > sedikit dibandingkan dengan jumlah perempuan; baik karena terjadinya
>> > banyak peperangan ataupun karena angka kelahiran perempuan memang
>> > lebih banyak daridapa lelaki.
>> >
>> > Namun demikian, fakta-fakta di atas tidak dapat dijadikan dalil
>> > pembenar bagi kebolehan poligami. Fakta-fakta tersebut sekadar
>> > mendukung pemahaman, bahwa poligami merupakan salah satu solusi bagi
>> > sebagian persoalan/permasalahan yang dihadapi umat manusia. Sementara
>> > itu, dalil tentang kebolehan poligami ini tetap harus bertumpu pada
>> > nash-nash syariat, yakni al-Quran dan Hadis Rosulullah saw.
>> >
>> >
>> >
>> > Hukum Islam Tentang Poligami dan dalil dalilnya.
>> >
>> > Islam sebagai din (agama, jalan hidup) yang sempurna telah memberikan
>> > sedemikian lengkap hukum-hukum untuk memecahkan problematika kehidupan
>> > umat manusia. Islam telah membolehkan kepada seorang lelaki untuk
>> > beristri lebih dari satu orang. Hanya saja, Islam membatasi jumlahnya,
>> > yakni maksimanl empat orang istri, dan mengharamkan lebih dari itu.
>> > Hal ini didasarkan firman Allah swt. Berikut :
>> >
>> > Artinya nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi
>> > masing-masing dua,, tiga, atau empat – kemudian jika kalian takut
>> > tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja – atau kawinilah
>> > budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
>> > pada tindakan tidak berbuat aniaya. (Qs an-Nisa’ [4]:3).
>> >
>> > Ayat di atas diturunkan kepada Nabi Muhammad saw pada tahun ke -8
>> > hijriah untuk membatasi jumlah istri pada batas maksimal empat orang
>> > saja. Sebelumnya sudah menjadi hal biasa jika seorang pria Arab
>> > mempunyai istri banyak tanpa ada batasan. Dengan diturunkannya ayat
>> > ini, seorang muslim dibatasi hanya boleh beristri maksimal empat orang
>> > saja, tidak boleh lebih dari itu. Menurut Taqiyuddin an-Nabhani, hal
>> > ini dapat dipahami dari ayat di atas jika kita baca secara
>> > berulang-ulang yaitu : Nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang kalian
>> > sukai dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat.
>> >
>> > Ungkapan di atas dapat kita analogikan pada hal lain, misalnya, kita
>> > mengatakan, “Tolong bagikan kue ini dua-dua (masing-masing dua).”
>> > Dengan ungkapan seperti ini saja kita akan memahami, bahwa kue
>> > tersebut dibagikan kepada setiap orang dua buah tidak boleh lebih dari
>> > itu. Demikian pula dengan ayat di atas, yang mengindikasikan bahwa
>> > setiap pria boleh menikahi wanita; masing-masing dua, tiga atau empat
>> > orang; tidak boleh lebih dari itu.
>> >
>> > Memang dalam lanjutan kalimat pada ayat di atas terdapat ungkapan :
>> > Kemudian jika kalian khawatir tidak akan berlaku adil, nikahilah
>> > seorang saja. Artinya, jika seorang pria khawatir untuk tidak dapat
>> > berlaku adil (dengan beristri lebih dari satu), Islam menganjurkan
>> > untuk menikah hanya dengan seorang wanita saja sekaligus meninggalkan
>> > upaya untuk menghimpun lebih dari satu orang wanita. Jika ia lebih
>> > suka memilih seorang wanita, itu adalah pilihan paling dekat untuk
>> > tidak berlaku aniaya atau curang. Inilah makna dari kalimat : yang
>> > demikian adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya.
>> >
>> > Namun demikian, menurut an-Nabhani, secara mutlak, keadilan bukanlah
>> > syarat kebolehan berpoligami. Hal ini tergambar dalam ungkapan ayat
>> > :Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi dua-dua,
>> > tiga-tiga, atau empat-empat. Ayat ini mengandung pengertian mengenai
>> > kebolehan berpoligami secara mutlak. Kalimat tersebut telah selesai
>> > (sebagai sebuah kalimat sempurna). Kalimat itu kemudia dilanjutkan
>> > dengan kalimat berikutnya : Kemudian jika kalian khawatir …. Kalimat
>> > ini bukan syarat, karena tidak bergabung dengan – atau merupakan
>> > bagian dari – kalimat sebelumnya, tetapi sekedar kalam mustanif
>> > (kalimat lanjutan). Seandainya keadilan menjadi syarat, pastilah akan
>> > dikatakan seperti ini : Fankihu ma thaba lakum min an-nisa’ matsna wa
>> > tsulatsa wa ruba’a in adaltum (Nikahilah wanita-wanita yang kalian
>> > senangi dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat asalkan/jika kalian dapat
>> > berlaku adil) – sebagai suatu kalimat yang satu. Akan tetapi, hal
>> > demikian, menurut an-Nabhani, tidak ada, sehingga aspek keadilan
>> > secara pasti bukanlah syarat diperbolehkannya poligami. Artinya,
>> > perkara ini merupakan hukum syariat yang berbeda dengan hukum syariat
>> > yang pertama. Yang pertama adalah kebolehan poligami sampai batas
>> > empat orang, kemudian muncul hukum kedua, yaitu lebih disukai untuk
>> > memilih salah satu saja jika dengan berpoligami ada kekhawatiran pada
>> > seorang suami tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya.
>> >
>> > Dengan demikian, menurut an-Nabhani, jika kita memperhatikan dengan
>> > seksama ayat ini, kita akan mendapati lebih dari satu hukum: (1)
>> > kebolehan beristri lebih dari satu (poligami) secara mutlak tanpa
>> > adanya syarat apapun; (2) Kewajiban untuk berlaku adil bagi seseorang
>> > yang telah memilih berpoligami. Akan tetapi, jika khawatir tidak dapt
>> > berlaku adil, ia dianjurkan untuk memilih satu orang istri saja,
>> > karena yang demikian ini dekat pada sikap tidak berbuat aniaya.
>> > Artinya, perlu diperhatikan di sini, bahwa jika seseorang sudah
>> > memilih untuk beristri lebih dari satu, ia diharuskan untuk
>> > memperlakukan seluruh istrinya dengan makruf dan adil. Sebab, keadilan
>> > merupakan hukum lain yang diperintahkan (baca:wajib) atas seluruh kaum
>> > Muslim; siapa pun dan dalam kondisi apa pun.
>> >
>> > Namun demikian, keadilan yang dituntut atas seorang suami terhadap
>> > istri-istrinya bukanlah keadilan yang bersifat mutlak, tetapi keadilan
>> > yang memang masih berada dalam batas-batas kemampuannya – sebagai
>> > manusia – untuk mewujudkannya. Sebab, Allah swt sendiri tidak memberi
>> > manusia beban kecuali sebatas kemampuannya, sebagaimana firman-Nya :
>> >
>> > Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
>> > kesanggupannya. (Qs al-Baqoroh [2] : 286).
>> >
>> >
>> >
>> > Memang benar, kata an-Nabhani, kata ta’dilu pada ayat yang dimaksud
>> > berbentuk umum, yakni berlaku bagi setiap bentuk keadilan. Akan
>> > tetapi, kata yang bersifat umum ini di –takhsis (dikhususkan), yakni
>> > sesuai dengan kemampuan alami manusia, berdasarkan ayat berikut :
>> >
>> > Sekali-kali kalian tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri
>> > kalian walaupun kalian sangat menginginkannya. Oleh karena itu,
>> > janganlah kalian terlalu cenderung (kepada salah seorang istri yang
>> > kalian cintai) hingga kalian membiarkan istri-istri kalian yang lain
>> > terkatung-katung. (Qs an-Nisa’ [4]: 129).
>> >
>> > Melalui ayat di atas Allah menjelaskan, bahwa manusia tidak akan dapat
>> > berlaku adil dalam hal-hal tertentu. Hanya saja, harus disadari, hal
>> > ini tidak berarti bahwa Allah menganiaya manusia. Sebab, Allah 
>> > berfirman
> :
>> >
>> > Tuhan kalian tidak akan pernah menganiaya seorang manusia pun. (Qs
>> > al-Kahfi [18]:59).
>> >
>> > Berkenaan dengan ketidakmampuan manusia berlaku adil sebagaimana yang
>> > ditunjukkan dalam al-Quran surat an-Nisa’ ayat 129 di atas, Ibn ‘Abbas
>> > menjelaskan bahwa ketidakmampuan yang dimaksud adalah dalam perkara
>> > kasih sayang dan syahwat suami terhadap istri-istrinya. Sebaliknya,
>> > selain dalam dua perkara ini, seorang suami akan mampu berlaku adil
>> > kepada istri-istrinya. Keadilan selain dalam kasih sayang dan
>> > syahwatnya inilah yang sebetulnya dituntut dan diwajibkan atas para
>> > suami yang berpoligami. Sebaliknya, keadilan dalam hal kasih sayang
>> > dan kecenderungan syahwatnya bukanlah sesuatu yang diwajibkan atas
>> > mereka. Hal ini dikuatkan oleh Hadis Nabi saw., sebagai mana
>> > dituturkan ‘Aisyah r.a. :
>> >
>> > Rosulullah saw pernah bersumpah dan berlaku adil seraya berdoa,”Ya
>> > Allah, sesungguhnya aku bersumpah atas apa yang aku sanggupi. Oleh
>> > karena itu, janganlah Engkau memasukkanku ke dalam perkara yang Engkau
>> > sanggupi tetapi tidak aku sanggupi. (yaitu hatinya). (HR Abu Dawud).
>> >
>> > Walaupun demikian, menurut an-Nabhani, bukan berarti bahwa suami
>> > berhak untuk memberikan kasih sayang dan melampiaskan kecenderungan
>> > syahwatnya secara berlebihan kepada salah satu istrinya dan menahannya
>> > kepada istrinya yang lain. Sebab, dalam surat an-Nisa’ ayat 129 ini
>> > pun Allah Swt., memerintahkan kepada seorang suami untuk menjauhkan
>> > diri dari kecenderungan yang berlebihan kepada salah seorang istrinya
>> > dengan menelantarkan yang lain. Sebab, keadaan semacam ini akan
>> > menjadikan seorang istri dalam keadaan terlantar atau
>> > terkatung-katung; antara memiliki suami dan tidak. Hal ini diperkuat
>> > pula oleh sebuah Hadis Nabi Saw., sebagaimana dituturkan oleh Abu
>> > Hurairah r.a. :
>> >
>> > Siapa saja yang mempunyai dua orang wanita (istri), kemudian ia
>> > cenderung kepada salah seorang di antara mereka, niscaya ia akan
>> > datang pada Hari kiamat kelak dengan berjalan sambil menyeret salah
>> > satu pundaknya dalam keadaan terputus atau berat sebelah. (HR Ahmad).
>> >
>> > Walhasil, keadilan yang diwajibkan atas suami terhadap istri-istrinya
>> > adalah dalam hal-hal yang mamp dilakukannya sebagai manusia, misalnya
>> > dalam giliran menginap; dalam memberi pakaian, makanan, dan tempat
>> > tinggal; dsb. Jika seorang suami tidak berlaku adil dalam hal-hal di
>> > atas, berarti ia telah bermaksiat kepada Allah. Sebaliknya, yang
>> > termasuk dalam kecenderungan, seperti dalam kecintaan dan syahwat,
>> > seorang suami tidak dituntut harus adil. Sebab, hal-hal semacam itu
>> > termasuk dalam perkara yang sulit untuk diwujudkan.
>> >
>> >
>> >
>> > Khatimah
>> >
>> > Demikianlah Islam menjelaskan tentang poligami secara rinci sebagai
>> > sebuah solusi atas problematika yang dihadapi umat manusia, baik yang
>> > menimpa kaum Muslim maupun bangsa-bangsa yang lain.
>> >
>> > Dari penjelasan di atas, kita juga dapat memahami, bahwa kebolehan
>> > poligami bukanlah suatu bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan
>> > ataupun penindasan kaum laki-laki atas kaum perempuan. Sebab, Islam
>> > sendiri telah mewajibkan kepada seorang suami yang berpoligami untuk
>> > berlaku adil dan bergaul makruf kepada istri-istrinya. Justru, tanpa
>> > adanya poligami, masalah-masalah seperti di atas tetap akan ada tanpa
>> > ada pemecahannya. Artinya, sebagai suatu perkara yang dibolehkan
>> > (bukan wajib ataupun sunnah), poligami dapat menjadikan sebagian
>> > problem yang dihadapi umat manusia dapat terselesaikan. Akan tetapi,
>> > semua ini bekan merupakan ‘illat ataupun syarat bagi kebolehan
>> > berpoligami. Semua hal di atas hanya merupakan penjelasan atas fakta
>> > yang terjadi. Hukum poligami sendiri adalah hak Allah semata, yakni
>> > bahwa Dia telah menjelaskan tentang kebolehannya tanpa syarat apapun.
>> > Mencukupkan hanya beristri seorang saja adalah suatu hal yang
>> > dianjurkan oleh Allah hanya dalam dalam satu keadaan saja, yaitu
>> > ketika seorang suami khawatir tidak dapat berlaku adil. Selain keadaan
>> > ini, Allah Swt., tidak pernah mewajibkan seorang suami menikahi hanya
>> > seorang wanita saja.
>> >
>> > Wallahu a’lam bi ash-shawab.
>> >
>> >
>> > Yathie
>> > (hidup ini hanya sekali, maka janganlah disia-siakan. Mari kita
>> > kembali kepada niat yang baik InsyaAlloh akan mendapatkan yang baik
>> > pula.....Amien)
>> >
>> > ------------------------------------------------------------------------
>> > Want to be your own boss? Learn how on Yahoo! Small Business.
>> >
> <http://us.rd.yahoo.com/evt=41244/*http://smallbusiness.yahoo.com/r-index>
>> >
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
>> Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
>> Yahoo! Groups Links
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>
>
>
>
>
>
> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
> Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
> 








------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Check out the new improvements in Yahoo! Groups email.
http://us.click.yahoo.com/6pRQfA/fOaOAA/yQLSAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke