Assalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuhu, Akhi. Dikatakan bahwa penulis tidak mengimami Isro' Mi'roj itu pendapat yang kurang bijaksana. Kita sebagai seoramg muslim berkewajiban mengimani Mukjizat yang diberikan Alloh Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Shallallahu âalaihi wa sallam. Tidak diragukan lagi bahwa isra' mi'raj termasuk tanda-tanda kebesaran Allah yang menunjukkan kebenaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan keagungan kedudukan beliau di sisiNya, juga menujukkan kekuasaan Allah yang Mahaagung dan ketinggianNya di atas semua makhlukNya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. " [Al-Isra: 1] Untuk lebih jelasnya bagaimana ulama melihat hukum merayakan Isro' Mi'roj . Hukum Merayakan Malam Isra' Mi'raj Selasa, 23 Agustus 2005 07:46:07 WIB HUKUM MERAYAKAN MALAM ISRA' MI'RAJ Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Amma ba'du, Tidak diragukan lagi bahwa isra' mi'raj termasuk tanda-tanda kebesaran Allah yang menunjukkan kebenaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan keagungan kedudukan beliau di sisiNya, juga menujukkan kekuasaan Allah yang Mahaagung dan ketinggianNya di atas semua makhlukNya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. " [Al-Isra: 1] Telah diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara mutawatir, bahwa beliau naik ke langit, lalu dibukakan baginya pintu-pintu langit sehingga mencapai langit yang ketujuh, kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berbicara kepadanya dan mewajibkan shalat yang lima waktu kepadanya. Pertama-tama Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkannya lima puluh kali shalat, namun Nabi kita tidak langsung turun ke bumi, tapi beliau kembali kepadaNya dan minta diringankan, sampai akhirnya hanya lima kali saja tapi pahalanya sama dengan lima puluh kali, karena suatu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Fuji dan syukur bagi Allah atas semua nik'matNya. Tentang kepastian terjadinya malam isra mi'raj ini tidak disebutkan dalam hadits-hadits shahih, tidak ada yang menyebutkan bahwa itu pada bulan Rajab dan tidak pula pada bulan lainnya. Semua yang memastikannya tidak benar berasal dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian menurut para ahli ilmu. Allah mempunyai hikmah tertentu dengan menjadikan manusia lupa akan kepastian tanggal kejadiannya. Kendatipun kepastiannya diketahui, kaum muslimin tidak boleh mengkhususkannya dengan suatu ibadah dan tidak boleh merayakannya, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah merayakannya dan tidak pernah mengkhususkannya. Jika perayaannya disyari'atkan, tentu Rasulullah telah menerangkannya kepada umat ini, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Dan jika itu syariatkan, tenu sudah diketahui dan dikenal serta dinukilkan dari para sahabat beliau kepada kita, karena mereka senantiasa menyampaikan segala sesuatu dari Nabi mereka yang dibutuhkan umat ini, bahkan merekalah orang-orang yang lebih dulu melaksanakan setiap kebaikan jika perayaan malam tersebut disyari'atkan, tentulah merekalah manusia pertama yang melakukannya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia yang paling loyal terhadap sesama manusia, beliau telah menyampaikan risalah dengan sangat jelas dan telah menunaikan anamat dengan sempurna. Seandainya memuliakan malam tersebut dan merayakannya termasuk agama Allah, tentulah nabi tidak melengahkanya tidak menyembunyikan. Namun karena kenyataannya tidak demikian, maka diketahui bahwa merayakannya dan memuliakannya sama sekali bukan termasuk ajaran Islam, dan tanpa itu Allah telah menyatakan bahwa dia telah menyempurnakan untuk umat ini agamanya dan telah menyempurnakan nimatnya serta mengingkari orang yang mensyariatkan sesuatu dalam agama ini yang tidak diizinkannya. Allah telah berfirman. "Artinya : Pada Hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmat Ku" [Al-Maidah :3 ]. Kemudian dalam ayat lain disebutkan. "Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah sekiranya ada ketetapan yang menentukan (dariAllah) tentulah mereka telah binasa. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih . [Asy-Syura : 21] Telah diriwayatkan pula dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits-hadits shahih peringatan terhadap bidah dan menjelaskan bahwa bidah-bidah itu sesat. Hal ini sebagai peringatan bagi umatnya tentang bahayanya yang besar dan agar mereka menjahukan diri dari melakukannya, diantaranya adalah yang disebutkan dalam Ash-Shahihain dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, dari nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda. "Artinya : Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak.". Dalam riwayat Musliim disebutkan. "Artinya : Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak." [1] Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan, dari Jabir, ia mengatakan, bahwa dalam salah satu khutbah Jum'at Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan. "Artinya : Amma ba du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan dan setiap hal baru adalah sesat." [2] An-Nasa'i menambahkan pada riwayat ini dengan ungkapan. "Artinya : Dan setiap yang sesat itu (tempatnya) di neraka." [3] Dalam As-Sunan disebutkan, dari Irbadh bin Sariyah , ia berkata, "Rasulullah mengimami kami shalat Shubuh, kemudian beliau berbalik menghadap kami, lalu beliau menasehati kami dengan nasehat yang sangat mendalam sehingga membuat air mata menetes dan hati bergetar. Kami mengatakan, 'Wahai Rasulullah, tampaknya ini seperti nasehat perpisahan, maka berwasiatlah kepada kami. Beliau pun bersabda. "Artinya : Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, taat dan patuh, walaupun yang memimpin adalah seorang budak hitam. Sesungguhnya siapa di antara kalian yang masih hidup setelah aku tiada, akan melihat banyak perselisihan, maka hendaklah kalian memegang teguh sunnahku dan sunnah Khulafa'ur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah itu dengan geraham, dan hendaklah kalian menjauhi perkara-perakara yang baru, karena setiap perkara baru itu adalah bid 'ah dan setiap bid'ah itu sesat'."[4] Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang semakna dengan ini. Telah disebutkan pula riwayat dari para sahabat beliau dan para salaf shalih setelah mereka, tentang peringatan terhadap bid'ah. Semua ini karena bid'ah itu merupakan penambahan dalam agama dan syari'at yang tidak diizinkan Allah serta merupakan tasyabbuh dengan musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi dan Nashrani dalam penambahan ritual mereka dan bid'ah mereka yang tidak diizinkan Allah, dan karena melaksanakannya merupakan pengurangan terhadap agama Islam serta tuduhan akan ketidaksempurnaannya. Tentunya dalam hal ini terkandung kerusakan yang besar, kemungkaran yang keji dan bantahan terhadap firman Allah SUbhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu." [Al-Ma'idah: 3] Serta penentangan yang nyata terhadap hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang memperingatkan perbuatan bid'ah dan peringatan untuk menjauhinya. Mudah-mudahan dalil-dalil yang kami kemukakan tadi sudah cukup dan memuaskan bagi setiap pencari kebenaran untuk mengingkari bid'ah ini, yakni bid'ah perayaan malam isra' mi'raj, dan mewaspadainya, bahwa perayaan ini sama sekali tidak termasuk ajaran agama Islam. Kemudian dari itu, karena Allah telah mewajibkan untuk loyal terhadap kaum muslimin, menerangkan apa-apa yang disyari'atkan Allah kepada mereka dalam agama ini serta larangan menyembunyikan ilmu, maka saya merasa perlu untuk memperingatkan saudara-saudara saya kaum muslimin terhadap bid'ah ini yang sudah menyebar ke berbagai pelosok, sampai-sampai dikira oleh sebagian orang bahwa perayaan ini termasuk agama. Hanya Allah-lah tempat meminta, semoga Allah memperbaiki kondisi semua kaum muslimin dan menganugerahi mereka pemahaman dalam masalah agama. Dan semoga Allah menunjuki kita dan mereka semua untuk senantiasa berpegang teguh dengan kebenaran dan konsisten padanya serta meninggalkan segala sesuatu yang menyelisihinya. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas itu. Shalawat, salam dan berkah semoga dilimpahkan kepada hamba dan utusanNya, Nabi kita, Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. [At-Tahdzir minal Bida, hal.16-20, Syaikh Ibnu Baz] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq] _________ Foote Note [1]. HR. Muslim dalam Al-Aqdhiyah (18-1718). [2]. HR. Muslim dalam Al-Jumuah (867). [3]. HR. An-NasaI dalam Al-Idain (1578). [4]. HR. Abu Dawud dalam As-Sunnah (4607). Ibnu Majjah dalam Al-Muqaddimah (42). Sumber : <http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1546&bagian=0> -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Untuk menjawab pertanyaan antum silakan melihat artikel dibawah. Kesempurnaan Agama Islam Penulis: Al Ustadz Muslim Abu Ishaq .: :. Islam sebagai satu-satunya agama yang dipilih oleh Allah Ta'ala sebagaimana firman-Nya : "Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam" (Ali Imran : 19) Merupakan kebenaran mutlak yang datang dari Allah Ta'ala dan tidak ada kebenaran selain Islam, maka siapa yang menginginkan selain Islam berarti dia memilih kebathilan dan dalam keadaan merugi. Allah Ta'ala berfirman : "Apakah selain agama Allah (Islam) yang mereka inginkan, padahal hanya kepada Allah-lah berserah diri segala apa yang ada di langit dan di bumi baik dengan tunduk (taat) maupun dipaksa dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan." (Ali Imran : 83) "Dan siapa yang menginginkan selain Islam sebagai agamanya maka tidak akan diterima darinya agama tersebut dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi." (Ali Imran : 85). Agama yang haq ini telah disempurnakan oleh Allah Ta'ala dalam segala segi, segala yang dibutuhkan hamba untuk kehidupan dunia dan akhiratnya telah dijelaskan, sehingga tidak luput satu percakapan melainkan Islam telah mengaturnya. Allah Ta'ala berfirman : "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah kusempurnakan nikmat-Ku bagi kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian." (Al Maidah : 3) Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir-nya berkata : "Ini merupakan nikmat Allah yang terbesar bagi ummat ini, dimana Allah telah menyempurnakan bagi mereka agama mereka sehingga mereka tidak butuh kepada selain agama Islam dan tidak butuh kepada Nabi selain Nabi mereka shalawatullahi wasalaamu alaihi. Karena itulah Allah menjadikan Nabi ummat ini (Muhammad shallallahu alahi wasallam, pent.) sebagai penutup para Nabi dan Allah mengutusnya untuk kalangan manusia dan jin, maka tidak ada perkara yang haram kecuali apa yang dia haramkan, dan tidak ada agama kecuali apa yang dia syariatkan. Segala sesuatu yang dia kabarkan adalah kebenaran dan kejujuran tidak ada kedustaan padanya dan tidak ada penyuluhan." (Tafsir Al Quranul Adzim 3/14. Dar Al Ma'rifat). Pernah datang seorang Yahudi kepada Umar Ibnul Khattab Radhiyallahu 'anhu lalu ia berkata : [ Wahai Amirul Mukminin! Seandainya ayat ini : "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Kusempurnakan nikmat-Ku bagi kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian."... turun atas kami, niscaya kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai hari raya. Maka Umar menjawab : "Sesungguhnya aku tahu pada hari apa turun ayat tersebut, ayat ini turun pada hari Arafah bertepatan dengan hari Jum'at." (Riwayat Bukhari dalam Shahih-nya nomor 45,4407,4606). Ayat yang menunjukkan kesempurnaan Islam ini memang patut dibanggakan dan hari turunnya patut dirayakan sebagai hari besar. Namun kita tidak perlu membuat-buat hari raya baru karena Allah menurunkannya tepat pada hari besar yang dirayakan oleh seluruh kaum Muslimin, yaitu hari Arafah dan hari Jum'at. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai utusan Allah Ta'ala kepada ummat ini telah menunaikan amanah dan menyampaikan risalah dari Allah dengan sempurna. Maka tidaklah beliau shallallahu alaihi wasallam wafat melainkan beliau telah menjelaskan kepada ummatnya seluruh apa yang mereka butuhkan. Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Hudzaifah radhiyallahu anhu, ia berkata : "Sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam berkhutbah di hadapan kami dengan suatu khutbah yang beliau tidak meninggalkan sedikitpun perkara yang akan berlangsung sampai hari kiamat kecuali beliau sebutkan ilmunya ... ." (Shahih Bukhari nomor 6604). Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya (juz 4 halaman 2217) dari Abu Zaid Amr bin Akhthab radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Rasullullah shallallahu alaihi wasallam shalat Shubuh bersama kami.(Selesai shalat) beliau naik ke mimbar lalu berkhutbah di hadapan kami hingga tiba waktu Dhuhur, beliau turun dari mimbar dan shalat Dhuhur. Kemudian beliau naik lagi ke mimbar lalu berkhutbah di hadapan kami hingga tiba waktu Ashar, kemudian beliau turun dari mimbar dan shalat Ashar. (Setelah shalat Ashar) beliau naik ke mimbar lalu mengkhutbahi kami hingga tenggelam matahari. Dalam khutbah tersebut beliau mengabarkan pada kami apa yang telah berlangsung dan apa yang akan berlangsung ... ." Bid'ah Adalah Kesesatan Dengan kesempurnaan yang dimiliki, syariat Islam tidak lagi memerlukan penambahan, pengurangan, ataupun perubahan, atau lebih simpelnya hal-hal ini diistilahkan bid'ah dalam agama yang telah diperingatkan dengan keras oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sabda beliau : "Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah ucapan Allah dan sebaik-baik ajaran adalah ajaran Rasulullah. Dan sesungguhnya sejelek-jelek perkara adalah sesuatu yang diada-adakan (dalam agama), karena sesungguhnya sesuatu yang baru diada-adakan (dalam agama) adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan." (HR. Muslim no. 867) Mengapa Bid'ah Dan Pembuatnya Dikatakan Sesat ? Karena, pertama, bisa jadi pembuat bid'ah itu menganggap ajaran agama ini belum sempurna hingga perlu penyempurnaan dari hasil pemikiran manusia. Dengan anggapan demikian berarti ia mendustakan firman Allah Ta'ala yang memberikan kesempurnaan agama ini. Kedua, bisa jadi ia menganggap agama ini telah sempurna, namun ada perkara yang belum disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yang berarti ia menuduh beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah berkhianat dalam penyampaian risalah. Padahal para shahabat seperti Abu Dzar radliyallahu anhu mempersaksikan : "Rasulullah meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burung pun yang mengepak-ngepakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliau menyebutkan ilmunya pada kami." Abu Dzar kemudian berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : "Tidaklah tertinggal sesuatu yang dapat mendekatkan ke Surga dan menjauhkan dari Neraka kecuali telah diterangkan pada kalian." (HR. Thabrani dalam Mu'jamul Kabir, lihat As Shahihah karya Syaikh Albani rahimahullah 4/416 dan hadits ini memiliki pendukung dari riwayat lain). Imam Malik rahimahullah berkata : Barangsiapa yang mengada-adakan dalam Islam sesuatu kebid'ahan dan menganggapnya baik berarti ia telah menuduh Rasulullah telah berkhianat dalam menyampaikan risalah. Karena Allah telah berfirman : "Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian." Maka apa yang waktu itu (pada masa Rasulullah dan para shahabat beliau) bukan bagian dari agama, (maka) pada hari ini pun bukan bagiandari agama." (Lihat Al I'tisham oleh Imam Syathibi halaman 37) Ketiga, bisa jadi pembuat bid'ah itu menganggap dirinya lebih berilmu dibanding Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sehingga dia tahu ada amalan baik yang tidak diketahui dan tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Apakah Teranggap Niat Baik Seseorang Ketika Berbuat Bid'ah ? Bagaimana bila ada orang yang berkata bahwa ia membuat-buat amalan bid'ah atau mengerjakannya dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah ? Maka dijawab bahwa syarat diterimanya suatu amalan tidaklah sekedar niat baik atau ikhlas, namun juga harus dibarengi dengan Mutaba'ah Ar Rasul (mengikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam), adakah contohnya dari beliau atau tidak. Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Ta'ala (yang artinya) :"Maka siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabb-nya hendaklah dia melakukan amal shalih dan janganlah dia menyekutukan Rabb-nya dengan seorang pun dalam peribadatan kepada-Nya." (QS. Al Kahfi : 10) Beliau rahimahullah berkata : [ Firman Allah : " ... hendaklah ia melakukan amal shalih ... ." Yang cocok/sesuai dengan syariat Allah. Dan firman-Nya : " ... dan janganlah dia menyekutukan Rabb-nya dengan seorang pun dalam peribadatan kepada-Nya." Yang diinginkan dalam beribadah tersebut adalah wajah Allah saja tanpa menyekutukan-Nya. Dua rukun diterimanya amalan adalah (pertama) harus dilakukan ikhlas karena Allah dan (kedua) amalan tersebut benar dan sesuai dengan syariat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam." (Tafsir Ibnu Katsir 3/114) ]. Terhadap firman Allah Ta'ala : "Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan agar Dia menguji kalian siapa yang paling baik di antara kalian amalannya." (QS. Al Mulk : 2) Al Fudlail bin Iyadl rahimahullah berkata : "Amalan yang paling baik adalah amalan yang paling ikhlas dan paling benar/tetap. Karena amalan yang hanya disertai keikhlasan namun tidak benar maka amalan itu tidak diterima. Dan sebaliknya, bila amalan itu benar namun tidak dibarengi keikhlasan juga tidak akan diterima." Pernah datang tiga orang shahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam ke rumah istri-istri beliau guna menanyakan tentang ibadah beliau. Tatkala diberitahukan kepada mereka, mereka menganggapnya kecil dan mereka berkata : "Apa kedudukan kita dibanding Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang belakangan." Berkata salah seorang dari mereka : "Aku akan shalat sepanjang malam tanpa tidur selamanya." Yang kedua berkata : "Aku akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka." Yang terakhir berkata : "Aku akan menjauhi wanita maka aku tidak akan menikah selamanya." Lalu datanglah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan ucapan-ucapan mereka disampaikan kepada beliau, maka beliau bersabda : "Apakah kalian yang mengatakan begini dan begitu ?! Ketahuilah! Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dibanding kalian dan paling bertakwa kepada-Nya, akan tetapi aku puasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku tidur, dan aku juga menikahi wanita. Siapa yang benci (berpaling) terhadap sunnahku maka ia bukan dari golonganku (orang-orang yang menjalankan sunnahku)." (HR. Bukhari dan Muslim) Kalau kita lihat keberadaan tiga orang ini maka kita dapatkan niatan mereka yang baik yaitu untuk bersungguh-sungguh melakukan ibadah kepada Allah, namun apakah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyetujui perbuatan mereka? Jawabannya bisa kita lihat dari pernyataan beliau shallallahu alaihi wa sallam di atas. Benar sekali apa yang diucapkan oleh shahabat Nabi, Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu : "Sederhana dalam sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam perbuatan bid'ah." Orang-orang yang mengadakan bid'ah itu walaupun niatnya baik tetap tertolak dengan dalil hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam : "Siapa yang mengada-adakan sesuatu amalan di dalam urusan (agama) kami ini dengan yang bukan bagian dari agama ini maka amalan itu tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya) Dan beliau bersabda :"Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim). Karena itu yang wajib bagi kaum Muslimin adalah mencukupkan diri dengan ibadah-ibadah yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya, tanpa menambah ataupun menguranginya. Adakah Bid'ah Hasanah ? Tidak ada dalam agama ini istilah pembagian bid'ah menjadi bid'ah hasanah (bid'ah yang baik) dan bid'ah sayyi'ah (bid'ah yang jelek) karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menegaskan : "Setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka." (HR. Muslim dalam Shahih-nya, sedang tambahannya diriwayatkan dalam Sunan Nasa'i) Lalu bagaimana dengan ucapan Umar radhiallahu anhu ketika melihat pelaksanaan shalat tarawih secara berjama'ah : "Sebaik-baik bid'ah adalah perbuatan ini." (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya) Maka kita katakan bahwa yang dimaukan oleh Umar dengan ucapannya tersebut adalah pengertian bid'ah secara bahasa, bukan secara syari'at, karena Umar mengucapkan perkataan demikian sehubungan dengan berkumpulnya manusia di bawah satu imam dalam pelaksanaan shalat tarawih, sementara shalat tarawih secara berjama'ah telah disyariatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dimana beliau sempat mengerjakannya selama beberapa malam secara berjama'ah dengan para shahabatnya, kemudian beliau tinggalkan karena khawatir hal itu diwajibkan atas mereka. Sehingga setelah itu manusia mengerjakan tarawih secara sendiri-sendiri atau dengan jama'ah yang terpisah-pisah (berbilang/berkelompok-kelompok). Lalu pada masa pemerintahannya Umar radhiallahu 'anhu, Umar radhiallahu 'anhu mengumpulkan mereka di bawah pimpinan satu imam sebagaimana pernah dilakukan di zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, karena wahyu telah berhenti turun dengan meninggalnya beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan berarti tidak ada lagi kekhawatiran diwajibkannya perkara tersebut. Dengan demikian Umar radhiallahu 'anhu menghidupkan kembali sunnah tarawih secara berjama'ah dan ia mengembalikan sesuatu yang sempat terputus, maka teranggaplah perbuatannya tersebut sebagai bid'ah dalam pengertian bahasa, bukan pengertian syari'at, karena bid'ah yang syar'i hukumnya haram, tidak mungkin Umar radhiallahu 'anhu ataupun selainnya dari kalangan shahabat melakukan hal tersebut, sementara mereka tahu peringatan keras dari Nabi radhiallahu 'anhu akan perbuatan bid'ah. (Dzahirut Tabdi, halaman 43-44). Adapun di masa Abu Bakar radiallahu anhu, sunnah tarawih secara berjama'ah ini tidak sempat dihidupkan karena khilafah beliau hanya sebentar dan ketika itu beliau disibukkan dengan orang-orang yang murtad dan enggan membayar zakat, demikian keterangan Imam Syathibi dalam kitabnya Al I'tisham, wallahu a'lam. Semoga Allah merahmati shahabat Nabi, Abdullah Bin Umar radiallahu anhuma yang berkata : "Setiap bid'ah adalah sesat sekalipun manusia memandangnya baik." Hukum Membuat Bid'ah Dalam Agama Hukum membuat bid'ah dalam agama adalah haram berdasarkan Al Qur'an, As Sunnah, dan ijma (kesepakatan ulama), karena membuat bid'ah berarti menetapkan syariat yang menyaingi syariat Allah, yang berarti menentang dan mengadakan permusuhan terhadap Allah dan Rasul-Nya. (Hurmatul Ibtida' fid Dien wa Kullu Bid'atin Dlalalah, Abu Bakar Jabir Al Jazairi, halaman 8) Contoh Bid'ah Dalam Hari Raya/Hari Besar Yang Disandarkan Kepada Islam Dalam syariat agama yang mulia ini hanya dikenal adanya dua hari raya/ied, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Anas bin Malik radhiallahu 'anhu : Nabi shallallahu alaihi wasallam datang ke Madinah dan ketika itu penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bisa bersenang-senang di dalamnya pada masa jahiliyyah, maka beliau bersabda : "Aku datang pada kalian dalam keadaan kalian memiliki dua hari raya yang kalian bersenang-senang di dalamnya pada masa jahiliyyah. Dan sungguh Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari tersebut dengan yang lebih baik yaitu hari Nahr (Iedul Adha) dan Iedul Fitri." (HR Ahmad, Abu Daud, Nasa'i dan Baghawi) Iedul Adha dan Iedul Fitri lebih baik daripada dua hari raya yang dimiliki penduduk Madinah karena Iedul Adha dan Iedul Fitri ditetapkan dengan syariat Allah yang dipilih-Nya untuk hamba-Nya dan kedua hari raya tersebut mengiringi dua amalan besar dalam Islam yaitu haji dan puasa. Sedangkan hari Nairuz dan Mahrajan ditetapkan dengan pilihan manusia. (Ahkamul Iedain fis Sunnatil Muthahharah, halaman15-16) Apabila kita telah mengetahui bahwa hari raya dalam Islam hanya ada dua, maka selain dari dua hari raya ini adalah hari raya yang diada-adakan (bid'ah), kemudian dinisbahkan kepada agama. Contohnya seperti : - Isra' Mi'raj. Perayaan ini meniru perayaan Paskah (kenaikan Isa Al Masih) umat Nashrani, padahal kita dilarang meniru orang-orang kafir, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sendiri memperingatkan : "Siapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk golongan kaum tersebut." - Perayaan Nuzul Qur'an - Perayaan tahun baru Islam 1 Muharram, yang meniru perayaan tahun baru Masehi. - Maulid Nabi, yang meniru Nashrani dalam perayaan Natal. - Dan lain-lain. Bila ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang mengadakan dan merayakan perayaan seperti Maulid Nabi adalah karena cinta kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan mengagungkan beliau, maka kita jawab bahwa para shahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam dan generasi terbaik setelah mereka (generasi Salafus Shalih) tidak pernah melakukan hal tersebut, padahal mereka adalah orang-orang yang tidak diragukan kecintaannya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan tidak disangsikan pengagungan mereka kepada beliau, serta mereka adalah orang-orang yang sangat bersemangat untuk melakukan amalan kebajikan. Seandainya perayaan Maulid itu baik, niscaya mereka adalah orang pertama yang melakukannya. Dan demikian yang kita katakan terhadap setiap amalan yang diada-adakan dalam agama ini. Seandainya amalan itu baik maka para pendahulu kita yang shalih tentunya telah mendahului kita dalam mengamalkannya. Ketahuilah, pernyataan cinta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bukan diwujudkan dengan mengadakan perayaan seperti Maulid, namun bukti cinta kepada beliau diwujudkan (dibuktikan) dengan mengikuti beliau, menaati, mengikuti perintahnya, menghidupkan sunnahnya baik secara lahir maupun batin, menyebarkan dakwah beliau, berjihad untuk menegakkan dakwah baik dengan hati, lisan, maupun anggota badan. Inilah jalan yang ditempuh oleh As Sabiqunal Awwaluna dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Jalan Keluar dari Kebid'ahan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan dalam banyak haditsnya jalan keluar dari kebid'ahan jauh sebelum terjadinya bid'ah. Beliau bersabda : "Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalau kalian berpegang teguh dengannya niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku." (HR. Hakim dan dishahihkan dalam Shahihul Jami oleh Syaikh Albani rahimahullah) Beliau juga menasehatkan : "Aku wasiatkan kepada kalian untuk takwa kepada Allah Azza wa Jalla, taat dan mendengar sekalipun kalian dipimpin oleh seorang hamba sahaya karena siapa saja diantara kalian yang hidup sepeninggalku niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka (ketika itu) wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Gigitlah dengan gigi gerahammu dan hati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang baru karena setiap yang bid'ah itu sesat." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih) Satu-satunya jalan menyelamatkan diri dari bid'ah adalah berpegang teguh pada dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam serta Petunjuk Salafus Shalih, pemahaman mereka, manhaj mereka, dan pengamalan mereka terhadap dua wahyu, karena mereka adalah orang yang paling besar cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, paling kuat ittiba'-nya, paling dalam ilmunya dan paling luas pemahamannya terhadap Al Qur'an dan As Sunnah. Dengan cara ini seorang Muslim akan mampu berpegang teguh dengan agamanya dan bebas dari segala kotoran yang mencemari dan jauh dari semua kebid'ahan yang menyesatkan. Dan jalan ini mudah bagi yang dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Wallahu a'lam bishawwab. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Apakah akhi pernah menemukan amalan para 3 generasi sahabat ( yaitu generasi terbaik ) yang mengamalkan hal tersebut dibawah, apakah mereka tidak mengimami Isro' dan Mi'roj. Jawabanya mustahil. Mohon ma'af bila ada kata yang kurang berkenan. Agama adalah nasehat. Wassalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuhu.
dodi indraswanto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Waalykumussalam Wr.Wb. Pak Handriyanto yang dirohmati Alloh, dari kutipan yang bapak sampaikan, kelihatannya penulis nya tidak mengimani Isro' Mi'roj yang dialami Nabi SAW di bulan Rojab ? Bagaimana komentar bapak ? Tentang tafsir QS Al Maidah ayat 3, bahwa islam sudah sempurna, tidak hanya difatsiri seperti yang bapak kutip, namun, bisa ditafsiri juga, karena sempurna, maka akan selalu sesuai dengan zaman kapan saja, dan akan menjadi rohmatan lil 'alamiin. Memang tidak sesederhana kesimpulan diatas, harus dikaji secara luas dan saling terkait dengan makna dan pengertian Ibadah itu sendiri, tentang hukum haram - halal, tentang arti dan batasan bid'ah, dan sebagainya. Jika dimaknai secara sempit, harafiyyah, tentu akan beda kesimpulannya. Hal ini banyak ulama terdahulu yang telah membahasnya. Itu semua, biasanya akan terjadi kilafiyyah pada bagian cabang Islam, bukan pada hal yang Pokok atau Rukun, maka tidaklah perlu dipertentangkan. Bukankah hanya hak prerogratif Alloh SWT untuk menilai amal ibadah seseorang itu ? Apa layak kita mengambil alih Haq Alloh tersebut dengan menghakimi amal saudara kita ? Semoga kita tidak termasuk yang demikian, amiin. Ada baiknya kita telaah FirmanNYA berikut : QS Asy Syuuraa, ayat : 15 " Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)" QS Adz-Dzaariyyat ayat 8 : "sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat," QS Al Lail ayat 4: " sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda." QS Ar Rum ayat 22 : " Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui." Demikianlah saudaraku, Semoga Alloh mau menolong kita bersama untuk menetapkan di shiroothol mustaqiimNYA Dan rohmatNYA selalu dikaruniakan pada kita dan keluarga kita, amiin. Subhaanakallohuma Wabihamdika Asyhaduanlaailahaillaa anta Astaghfiruka wa'atubuilayka. Wassalamualaykum warohmatullohi wabarokatuhu, dodi indra --- handri yanto wrote: > Assalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuhu, > Kalau mengamalkan ibadah sunnah tersebut tidaklah > mengapa. Tetapi bila mengamalkan ibadah tersebut > dengan mengaharapakan keutamaan bulan rajab ( > dikerjakan hanya dibulan tersebut ) itulah yang > tidak boleh. > Untuk lebih jelasnya mengenai bulan rajab berikut > ini antum bisa melihat situs : > http://vbaitullah.or.id/content/view/771/9/ > > Semoga bermanfa'at. > Baarakallahu Fiikum. > Wassalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuhu. > > > Hadits-Hadits Palsu Tentang Keutamaan Shalat Dan > Puasa Di Bulan Rajab > > > Kategori Ar-Rasaa-il > > Senin, 8 Agustus 2005 07:07:19 WIB > > HADITS-HADITS PALSU TENTANG KEUTAMAAN SHALAT DAN > PUASA DI BULAN RAJAB > > Oleh > Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas > Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2 > > > > Apabila kita memperhatikan hari-hari, pekan-pekan, > bulan-bulan, sepanjang tahun serta malam dan > siangnya, niscaya kita akan mendapatkan bahwa Allah > Yang Maha Bijaksana mengistimewakan sebagian dari > sebagian lainnya dengan keistimewaan dan keutamaan > tertentu. Ada bulan yang dipandang lebih utama dari > bulan lainnya, misalnya bulan Ramadhan dengan > kewajiban puasa pada siangnya dan sunnah menambah > ibadah pada malamnya. Di antara bulan-bulan itu ada > pula yang dipilih sebagai bulan haram atau bulan > yang dihormati, dan diharamkan berperang pada > bulan-bulan itu. > > Allah juga mengkhususkan hari Jumat dalam sepekan > untuk berkumpul shalat Jumat dan mendengarkan > khutbah yang berisi peringatan dan nasehat. > > Ibnul Qayyim menerangkan dalam kitabnya, Zaadul > Maaad,[1] bahwa Jumat mempunyai lebih dari tiga > puluh keutamaan, kendatipun demikian Rasulullah > Shallallahu alaihi wa sallam melarang mengkhususkan > ibadah pada malam Jumat atau puasa pada hari > Jumat, sebagaimana sabda beliau Shallallahu alaihi > wa sallam. > > Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, > dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau > Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Janganlah > kalian mengkhususkan malam Jumat untuk beribadah > dari malam-malam yang lain dan jangan pula kalian > mengkhususkan puasa pada hari Jumat dari hari-hari > yang lainnya, kecuali bila bertepatan (hari Jumat > itu) dengan puasa yang biasa kalian berpuasa > padanya. [HR. Muslim (no. 1144 (148)) dan Ibnu > Hibban (no. 3603), lihat Silsilatul Ahaadits > ash-Shahihah (no. 980)] > > Allah Yang Mahabijaksana telah mengutamakan sebagian > waktu malam dan siang dengan menjanjikan terkabulnya > doa dan terpenuhinya permintaan. Demikian Allah > mengutamakan tiga generasi pertama sesudah diutusnya > Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan > mereka dianggap sebagai generasi terbaik apabila > dibandingkan dengan generasi berikutnya sampai hari > Kiamat. Ada beberapa tempat dan masjid yang > diutamakan oleh Allah dibandingkan tempat dan masjid > lainnya. Semua hal tersebut kita ketahui berdasarkan > hadits-hadits yang shahih dan contoh yang benar. > > Adapun tentang bulan Rajab, keutamaannya dalam > masalah shalat dan puasa padanya dibanding dengan > bulan-bulan yang lainnya, semua haditsnya sangat > lemah dan palsu. Oleh karena itu tidak boleh seorang > Muslim mengutamakan dan melakukan ibadah yang khusus > pada bulan Rajab. > > Di bawah ini akan saya berikan contoh hadits-hadits > palsu tentang keutamaan shalat dan puasa di bulan > Rajab. > > HADITS PERTAMA > Artinya : Rajab bulan Allah, Syaban bulanku dan > Ramadhan adalah bulan ummatku > > Keterangan: HADITS INI MAUDHU > > Kata Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H): Hadits > ini maudhu. [Lihat Maudhuatush Shaghani (I/61, > no. 129)] > > Hadits tersebut mempunyai matan yang panjang, > lanjutan hadits itu ada lafazh: > > Artinya : Janganlah kalian lalai dari (beribadah) > pada malam Jumat pertama di bulan Rajab, karena > malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib... > > Keterangan: HADITS INI MAUDHU > > Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H): Hadits ini > diriwayatkan oleh Abdur Rahman bin Mandah dari Ibnu > Jahdham, telah menceritakan kepada kami Ali bin > Muhammad bin Said al-Bashry, telah menceritakan > kepada kami Khalaf bin Abdullah as-Shanany, dari > Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu. > [Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dhaif (no. > 168-169)] > > Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H): Hadits ini > palsu dan yang tertuduh memalsukannya adalah Ibnu > Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta. Aku telah > mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: > Rawi-rawi hadits tersebut adalah rawi-rawi yang > majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua > kitab, tetapi aku tidak dapati biografi hidup > mereka. [Al-Maudhuat (II/125), oleh Ibnul Jauzy] > > Imam adz-Dzahaby berkata: Ali bin Abdullah bin > Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan Syaikhush Shuufiyyah > pengarang kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan > hadits. > > Kata para ulama lainnya: Dia dituduh membuat hadits > palsu tentang shalat ar-Raghaa'ib. [Periksa: > Mizaanul Itidal (III/142-143, no. 5879)] > > HADITS KEDUA > Artinya : Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan > lainnya seperti keutamaan al-Qur'an atas semua > perkataan, keutamaan bulan Syaban seperti > keutamaanku atas para Nabi, dan keutamaan bulan > Ramadhan seperti keutamaan Allah atas semua hamba. > > Keterangan: HADITS INI MAUDHU > > Kata al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany: Hadits ini > palsu. [Lihat al-Mashnu fii Marifatil Haditsil > Maudhu (no. 206, hal. 128), oleh Syaikh Ali al-Qary > al-Makky (wafat th. 1014 H)] > > HADITS KETIGA: > Artinya : Barangsiapa shalat Maghrib di malam > pertama bulan Rajab, kemudian shalat sesudahnya dua > puluh rakaat, setiap rakaat membaca al-Fatihah dan > al-Ikhlash serta salam sepuluh kali. Kalian tahu > ganjarannya? Sesungguhnya Jibril mengajarkan > kepadaku demikian. Kami berkata: Allah dan > Rasul-Nya yang lebih mengetahui, dan berkata: Allah > akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan > anaknya serta diselamatkan dari adzab Qubur dan ia > akan melewati as-Shirath seperti kilat tanpa > dihisab, dan tidak disiksa. > > Keterangan: HADITS MAUDHU > > Kata Ibnul Jauzi: Hadits ini palsu dan kebanyakan > rawi-rawinya adalah majhul (tidak dikenal > biografinya). [Lihat al-Maudhuat Ibnul Jauzy > (II/123), al-Fawaa'idul Majmuah fil Ahaadits > Maudhuat oleh as-Syaukany (no. 144) dan Tanziihus > Syariah al-Marfuah anil Akhbaaris Syaniiah > al-Maudhuat (II/89), oleh Abul Hasan Ali bin > Muhammad bin Araaq al-Kinani (wafat th. 963 H).] > > HADITS KEEMPAT > Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan > Rajab dan shalat empat rakaat, di rakaat pertama > baca ayat Kursiy seratus kali dan di rakaat kedua > baca surat al-Ikhlas seratus kali, maka dia tidak > mati hingga melihat tempatnya di Surga atau > diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati) > > Keterangan: HADITS INI MAUDHU > > Kata Ibnul Jauzy: Hadits ini palsu, dan > rawi-rawinya majhul serta seorang perawi yang > bernama Utsman bin Atha adalah perawi matruk > menurut para Ahli Hadits. [Al-Maudhuat > (II/123-124).] > > Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany, Utsman > bin Atha adalah rawi yang lemah. [Lihat Taqriibut > Tahdziib (I/663 no. 4518)] > > HADITS KELIMA > Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan > Rajab (ganjarannya) sama dengan berpuasa satu > bulan. > > === message truncated === Wasalam, dodi indras ================================ Bismillaahirrohmaanirrohiim CINTA TANAH AIR BAGIAN DARI IMAN 10 -------------------------------- __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com --------------------------------- Want to be your own boss? Learn how on Yahoo! Small Business. [Non-text portions of this message have been removed] Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/