Salam alaikum dibawah ini berita penyeimbang untuk postingan mas yanto ([EMAIL PROTECTED]) insya Alloh bisa menambah wawasan dan tetap dalam ukhuwah.
salam Ridwan ----- Original Message ----- From: Ananto FYI saja... itu adalah fitnah yang sangat kejam terhadap NU.... 'mereka' gagal berdakwah secara santun untuk 'mempengaruhi' para nahdliyin, sehingga akhirnya menghalalkan segala cara... kejam sekali, menggunakan nama ulama yg sudah meninggal untuk melegitimasi perbuatannya... mana mungkin ulama yg meninggal tahun 40-an bisa menandatangani fatwa yg dikeluarkan tahun 1423H atau tahun 2003-an? salam, ananto NU Jombang Tolak Fatwa Bohong http://www.nu.or.id/data_detail.asp?id_data=5069&kategori=WARTA Jakarta, NU Online Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Jombang menolak fatwa bohong berupa selebaran gelap yang menghimbau kepada kaum nahdliyin untuk merubah cara peribadatan dan amalan yang dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. "Setelah kami teliti secara seksama, selebaran yang disinyalir merupakan hasil musyawarah tersebut adalah palsu dan tidak ada satupun nama kyai yang menandatangani di kenal. Jadi kami anggap ini mengada-ada dan menyesatkan," ungkap ketua Tanfidziyah PCNU Jombang, KH. A. Tamim Romli, SH. M.Si dalam suratnya yang di tujukan kepada PBNU dan NU. Online, Kamis (26/5). Surat yang ditujukan kepada PCNU Banyuasin Sumatera Selatan itu merespon pemberitaan dan selebaran bahkan melalui kaset-kaset (VCD) yang mengatasnamakan ulama-ulama NU Jombang. Nama ulama yang di catut tersebut antara lain, KH. Mustofa Djalil, KH. Abdullah Sidiq, KH. Mahfudz, KH. Abdulah Hasyim, KH. Hasyim Basdan, KH. A. Ridwan Hambali, KH. Faturahman Sujono, KH. Cholil Ansyor dan KH. Thontowi Djahari. Dalam selebaran yang berjudul beberapa fatwa ulama NU Jombang untuk kaum Nahdliyin, para ulama tersebut menghimbau agar meninggalkan kebiasaan membaca ushali dengan suara keras, karena niat itu pekerjaan hati, cukup dalam hati saja. Selain itu dalam shalat shubuh imam tidak perlu membaca doa qunut, kecuali kalau ada sesuatu bahaya terhadap kehidupan umat Islam secara keseluruhan, doa qunut boleh dibaca setiap shalat, bila ada keperluan bersifat darurat tidak hanya dalam shalat shubuh. Bukan hanya dalam urusan shalat saja, himbauan yang ditandatangani 1 Ramadhan 1423 H berupa fatwa itu juga dalam urusan upacara takziah. Disebutkan keluarga yang mendapat musibah kematian, wajib bagi umat Islam untuk bertakziah selama tiga hari berturut-turut, dalam takziah juga diupayakan supaya tidak ada makan-makan, cukup air putih sekedar obat dahaga. Dalam upacara penguburan, juga dihimbau meninggalkan kebiasaan dalam shalat jenazah untuk mengucapkan bahwa, "jenazah ini orang baik, khoir-khoir", hal ini tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW. "Kami berharap kepada warga nahdlyin agar tidak bersikap berlebihan, dan menanggapinya dengan cara yang baik. Siapapun pihak yang menyebarkan fatwa ini agar tidak terprovokasi, semoga Allah melindungi kita semua," pungkas KH. Tamim Ramli. (cih) ================================ Fatwa ulama NU Jombang, Jawa Timur http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/092006/01/99Kolom.htm ENTAH mengapa umat Islam selalu dirundung masalah perbedaan sepele yang sifatnya furu'iyah, masalah cabang. Bahkan, perbedaan kecil pun sengaja digembar-gemborkan seolah-olah umat Islam banyak perbedaan daripada persamaannya. Muslimin dari tahun ke tahun masih ribut dengan qunut, jumlah rakaat Salat Tarawih, tahlil, tawasul, dan sejenisnya. Mengapa soal kemiskinan, keterbelakangan, minimnya fasilitas madrasah, rendahnya kesejahteraan guru-guru, dan lain-lain tidak diperhatikan? Dalam diskusi di UIN Sunan Gunung Djati, belum lama ini, Direktur Lembaga Persaudaraan antarmazhab Islam, Ayatullah M. Ali Tashkiri mengatakan, dunia Islam mengenal delapan mazhab besar di antaranya Hanafi, Syafii, Hambali, Maliki, Ismaili, dan Ja'fari. Perbedaan mazhab telah memberikan sumbangan positif bagi kemajuan khazanah ilmu dan praktik ibadah di dunia Islam karena perbedaan hanya 5 persen dan sisanya persamaan. Nah, soal ribut-ribut furu'iyah ini kaum Muslimin di Jawa Barat khususnya Kota/Kab. Bandung dan Cimahi dikagetkan dengan tersebarnya selebaran yang mengatasnamakan "fatwa ulama NU Jombang, Jawa Timur". Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bandung melalui Rais Syuriah PC NU Kota Bandung, K.H. Imam Sonhaji dan Ketua Tanfizi PC NU Kota Bandung, K.H. Maftuh Kholil, mengingatkan agar perbedaan dalam cara beribadah lebih baik didiskusikan di antara alim ulama bukan disebarluaskan kepada umat yang masih awam. Selama ini, kita lebih banyak menyatakan toleransi kepada umat non-Muslim, tapi sesama Muslim agak sulit untuk toleransi. Selebaran tertanggal 1 Ramadan 1423 H/tahun 2003 yang mengatasnamakan ulama Jombang ternyata tidak benar "perawinya" (penyusunnya). Nama-nama kiai yang ditulis dalam selebaran tersebut seperti K.H. A. Ridwan sudah meninggal dunia tahun 1930-an, K.H. Mahfudz Siddik meninggal tahun 1940-an, K.H. Mustafa Djalil wafat tahun 1960-an, dan K.H. Abdullah Siddik wafat tahun 1980-an. Masa kiai-kiai yang sudah wafat bisa mengeluarkan fatwa pada tahun 2003? Selain itu, terdapat beberapa nama kiai yang tidak dikenal di kalangan NU Jawa Timur. PC NU Kota Bandung sendiri sudah melakukan klarifikasi langsung kepada PC NU Jombang dan ternyata selebaran itu tidak pernah dikeluarkan. "Ulama-ulama yang tercantum juga asal-asalan," katanya. Terlepas dari selebaran yang meresahkan itu sudah waktunya bahkan tertinggal kereta apabila umat Islam terus berkutat kepada masalah furu'iyah. Masih banyak garapan umat yang telantarkan akibat saling sikut dan saling kritik secara tajam. Sesuai dengan namanya, Islam, bermakna selamat, menyelamatkan, dan kesejahteraan yang tentu diidam-idamkan seluruh manusia. Apakah ulama, organisasi Islam, atau organisasi dakwah sudah mewujudkan upaya "selamat dan menyelamatkan?" Kita harus introspeksi diri, evaluasi mendalam, terhadap kinerja ulama maupun organisasi Islam. Bicara jujur memang teramat pahit, tapi lebih pahit kalau tidak bicara jujur.Wallahu-a'lam .(Sarnapi/"PR")*** ================= Selebaran Gelap Usik NU http://www.klik-galamedia.com/20060818/kolomlengkap.php?kolomkode=20060818050037 YUDA, (GM).- Beredarnya selebaran gelap di masyarakat yang mengatasnamakan fatwa ulama Jombang, mengusik Pengurus Cabang (PC) Nahdlatul Ulama (NU) Kota Bandung meminta para pengikutnya tidak perlu bimbang. Meski hanya sebatas imbauan kepada kaum nahdliyin, namun selebaran gelap itu sangat meresahkan. Antara lain berkaitan dengan pelaksanaan talkin, tahlil, tarawih, takziah, dan lainnya yang sudah mengakar dilaksanakan kaum nahdliyin. Demikian disampaikan Katib PC NU Kota Bandung, K.H. A. Syarif Hidayat kepada "GM" di sekretariatnya, Jln. Yuda No. 3 Bandung, Rabu (16/8). Selebaran yang dimaksud Syarif diantaranya beredar di DKM At-Taqwa Patal Banjaran, Kab. Bandung. Pengurus DKM At-taqwa, Pepen Effendi mengatakan, pihaknya langsung mempertanyakan kepada pengurus NU Jabar maupun Kota Bandung karena selebaran tersebut ada yang menyimpannya di dalam masjid. "Isi selebaran tersebut sangat memojokkan pengikut NU. Karenanya, pengikut NU langsung mengadukannya kepada pengurus NU," kata Pepen. Selanjutnya Syarif mengatakan, awalnya PC NU tidak menanggapi fatwa ulama NU Jombang yang dimuat di salah satu buletin mimbar dakwah (tidak jelas alamatnya, red) ini. Namun, hal tersebut dikhawatirkan menjadi polemikdi kalangan umat Islam. Apalagi, lanjut Syarif, fatwa tersebut mengatasnamakan fatwa ulama NU Jombang dengan mencantumkan nama-nama seperti K.H. Mustofa Djalil, K.H. Abdullah Siddiq, K.H. Mahfudz Siddiq, K.H. Abdullah Hasyim, K.H. Hasyim Basdan, K.H. A. Ridwan Hambal, K.H. Faturachman Sujono, K.H. Cholil Ansyor, dan K.H. Thantowi Djauhari. Bertanya-tanya Selain itu, Syarif yang didampingi pengurus lainnya, Drs. H. Lukman Hakim menyatakan tanggapan secara resmi lantaran adanya permintaan agar memperbanyak fatwa tersebut secara berantai yang mengakibatkan warga nahdliyin bertanya-tanya. Adanya selebaran tersebut, pengurus PC NU Kota Bandung memberikan tanggapan sekaligus agar diumumkan kepada para pengurus masjid. Tanggapan tersebut secara resmi ditandatangani oleh K.H. R. Iman Sonhaji (Rois), K.H . A. Syarif Hidayat (Katib), K.H. Maftuh Kholil (Ketua), dan Drs. Kiagus Zaenal Mubarok (Sekretaris). Masih menurut Syarif, selebaran gelap tersebut disampaikan melalui masjid, majelis taklim serta ditempel di beberapa papan pengumuman. Penyebaran fatwa tersebut seakan tidak islami karena tidak didiskusikan terlebih dahulu kepada para ulama NU setempat. Cara ini justru meresahkan umat. Sedangkan terkait tentang amaliah, lanjut Syarif, para kaum nahdliyin senantiasa melakukan bentuk amaliah, se-perti talkin, tahlil, tarawih, dan takziah yang telah mengakar di kalangan kaum nahdliyin (pengikuti NU, red). Selain itu, pada fatwa tersebut terdapat kebohongan publik karena fatwa tersebut tertanggal 1 Ramadan 1423 H (2003), kemudian mencantumkan sembilan orang ulama. Perlu diketahui, ada empat orang ulama yang dicantumkan di sana yang sudah wafat puluhan tahun lalu, yaitu K.H. A. Ridwan Hambal (wafat pada 1930-an), K.H. Maffudz Siddik (wafat pada 1940-an), K.H. Mustafa Djalil (wafat pada 1960-an), dan K.H. Abdullah Siddik (wafat pada 1980-an). (B.46)** ================= [Non-text portions of this message have been removed] Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/